Rabu, 19 November 2025

Griya Schizofren, Ruang Kolaborasi untuk Gerak Bersama Urai Stigma ODMK Lewat Karya dan Interaksi

13 tahun, komunitas sosial yang didirikan Triana Rahmawati, Griya Schizofren mendampingi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) di Griya PMI Peduli.

|
Penulis: Sri Juliati
Editor: Suci BangunDS
ISTIMEWA
URAI STIGMA ODMK - Triana Rahmawati, pendiri komunitas sosial Griya Schizofren yang mendampingi orang dengan masalah kesehatan (ODMK) saat berinteraksi dengan ODMK dalam sebuah kegiatan di Griya PMI Peduli, Surakarta, beberapa waktu lalu. Komunitas ini didirikan sebagai ruang kolaborasi untuk gerak bersama mengurai stigma ODMK lewat karya. 

Menurut Aisyah, sebagian besar ketakutan terhadap ODMK muncul karena minimnya interaksi langsung. Setelah berinteraksi langsung, pandangannya berubah. Orang-orang yang selama ini diberi label sebagai 'menakutkan' justru memperlihatkan sisi manusiawi yang jarang terlihat dari jauh.

"Biasanya kalau di jalan kita memandang mereka kayak takut, menyerang, tapi pas pertama kali berinteraksi, mereka tidak seperti itu. Mereka juga senang bernyanyi, bercerita, sama seperti kita. Mereka butuh teman sebagai penguat," ungkap Aisyah.

Kalimat Pemicu Semangat

lihat fotoSOSOK TRIANA - Triana Rahmawati, sosok yang berada di balik Griya Schizofren, sebuah komunitas sosial asal Surakarta, Jawa Tengah yang peduli pada ODMK saat ditemui Tribunnews.com, beberapa waktu lalu.
SOSOK TRIANA - Triana Rahmawati, sosok yang berada di balik Griya Schizofren, sebuah komunitas sosial asal Surakarta, Jawa Tengah yang peduli pada ODMK saat ditemui Tribunnews.com, beberapa waktu lalu. (Tribunnews.com/Sri Juliati)

Pengalaman Huda dan Aisyah menunjukkan satu hal: kedekatan sering kali lebih ampuh daripada sekadar omong-omong. Melalui interaksi sederhana seperti mengobrol hingga mendampingi kegiatan, ternyata dapat mengurangi prasangka terhadap kelompok ODMK.

Pemahaman itulah yang sejak lama diperjuangkan oleh Triana Rahmawati, sosok yang berada di balik Griya Schizofren. Komunitas sosial ini didirikan pada 10 Oktober 2012 bersama dua rekannya, Febrianti Dwi Lestari dan Wulandari ketika masih berstatus sebagai mahasiswa jurusan Sosiologi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Pemicunya adalah sebuah peristiwa ketika Triana berada di sebuah warung makan. Ketika tengah menunggu waktu berbuka puasa, terdengarlah suara azan yang ternyata dilantunkan oleh orang dengan masalah kejiwaan. 

Triana lantas bertanya kepada pemilik warung makan, apakah ia sudah boleh berbuka puasa? Namun jawaban yang diterimanya, sangat mengejutkan.

"Ibunya bilang, 'nggak boleh, Mbak, iku wong edan, ora usah digubris (tidak boleh, Mbak, itu orang gila, tidak perlu dihiraukan),'" kata Triana menirukan ucapan pemilik warung makan.

Jawaban pemilik warung itu terus membekas di ingatan. Pertanyaan demi pertanyaan muncul dan mengusik nurani Triana. Ia harus berbuat sesuatu!

"Kalau saya nggak boleh menggubris, apa yang bisa dilakukan untuk mereka? Apa yang bisa saya berikan buat mereka? Mereka manusia, tapi kok nggak dimanusiakan? Mereka masyarakat, tapi kok tidak dianggap sebagai masyarakat?" ungkap Tria, panggilan akrabnya.

Ia ingin melawan stigma yang selama ini melekat pada ODMK, bahwa mereka adalah sosok menakutkan, pemarah, pemberontak, berbahaya, tak bisa diajak berinteraksi, bahkan aib yang harus disembunyikan. Tria ingin merangkul orang dengan masalah kejiwaan karena mereka setara seperti manusia lainnya.

Gagasan tersebut disampaikan Tria pada dua rekannya yang kemudian diwujudkan dengan mendirikan Griya Schizofren. Nama ini bukan sekadar label. 

"Griya" berarti rumah; "Sc-Social" menegaskan semangat komunitas; "Hi–Humanity" mengandung nilai kemanusiaan yang menjadi landasan gerak; dan "Fren–Friendly" mencerminkan prinsip persahabatan dengan ODMK. Secara utuh, Griya Schizofren dimaknai sebagai ruang bagi anak muda untuk menyalurkan kepedulian sosial dengan menjunjung kesetaraan bagi ODMK

Tria lantas berkeliling dari satu panti ke panti lainnya. Namun tak semua mau menerimanya. Langkah mereka pun terhenti di Griya PMI milik PMI Kota Surakarta. Griya yang berlokasi di Jl. Sumbing Raya, Mojosongo, Kecamatan Jebres itu, menampung ODMK yang hidup tanpa keluarga, terlantar di jalanan, atau terjaring razia.

Di Griya PMI, ODMK yang berjumlah 86 orang tak hanya mendapatkan tempat yang nyaman untuk tinggal dan makan tiga kali sehari. Kesehatan mereka baik fisik maupun mental juga dipantau secara rutin oleh tenaga kesehatan dan para pengurus.

Interaksi pertama Tria bersama kedua temannya di Griya PMI adalah bernyanyi. Ia tak menampik, ada sedikit rasa was-was yang dirasakan. Namun, semua itu sirna ketika melihat respons warga Griya PMI. Ia dan rekannya selalu disambut hangat oleh para penghuni. Tak pernah sekali pun ia dilukai atau dipukuli selama melakukan pendampingan.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved