Jumat, 21 November 2025

Daftar 4 Tersangka Baru Kasus Proyek di Dinas PUPR OKU Ditahan KPK, Ada Wakil Ketua DPRD

Empat tersangka baru ditahan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek dana pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD di Dinas PUPR OKU, Kamis (20/11/2025).

Tangkap layar kanal YouTube KPK RI
KASUS SUAP - Empat tersangka baru ditahan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek dana pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD di Dinas PUPR OKU, Kamis (20/11/2025). Termasuk Parwanto, Wakil Ketua DPRD OKU Periode 2024–2029. 

Terbaru, pemanggilan empat tersangka baru dilakukan hanya dua hari setelah jaksa penuntut umum (JPU) KPK membacakan tuntutan terhadap para terdakwa dari perkara pokok di Pengadilan Tipikor PN Palembang, Selasa (18/11/2025).

Dalam sidang tersebut, mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah, dituntut 4 tahun 6 bulan penjara. 

Sementara tiga anggota DPRD OKU lainnya yang terjerat lebih dulu—Umi Hartati, M Fahrudin, dan Ferlan Juliansyah—dituntut 5 tahun 6 bulan penjara.

Jaksa KPK, Takdir Suhan, dalam persidangan sebelumnya juga menduga adanya sosok pemeran utama yang belum terungkap. 

Hal tersebut, berdasarkan fenomena amnesia massal para saksi dari pihak eksekutif Pemda OKU yang kompak mengaku lupa saat memberikan keterangan di persidangan.

Meski begitu, KPK akan terus mengusut tuntas aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat.

Baca juga: Empat Tersangka Baru Kasus Suap Dinas PUPR OKU Digelandang ke Gedung Merah Putih KPK

Pengembangan Kasus di PUPR OKU, Bermula dari OTT 

Kasus yang menjerat sejumlah pihak di Kabupaten OKU ini, merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Maret 2025 lalu. 

Adapun modus operandi yang digunakan para tersangka mirip kasus dana hibah di Jawa Timur, yakni praktik jual beli proyek yang bersumber dari dana pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD.

Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dana pokir tersebut secara administratif masuk dalam APBD dan DIPA Dinas PUPR

Namun, dalam pelaksanaannya, proyek-proyek itu dititipkan oleh anggota DPRD dengan kesepakatan fee tertentu dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek tersebut.

"Pihak-pihak swasta inilah yang kemudian semacam setor uang, sekian persen untuk anggota DPRD," jelas Budi sebelumnya.

Akibat pemotongan anggaran untuk fee tersebut, kualitas proyek infrastruktur di OKU menjadi tidak maksimal dan merugikan masyarakat.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ilham Rian Pratama)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved