Tribunners / Citizen Journalism
Potret Realitas ASN Indonesia
ASN adalah garda terdepan pelayanan publik yang menghubungkan negara dengan rakyat.
Oleh: Lalu Niqman Zahir
- Pendiri dan Peneliti Senior NAISD
TRIBUNNEWS.COM - Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah garda terdepan pelayanan publik yang menghubungkan negara dengan rakyat. Profesionalisme, integritas, dan orientasi pelayanan menjadi kunci agar ASN mampu mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, inklusif, dan berkeadilan.
Namun selain sebagai tulang punggung penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Indonesia, ASN juga berperan sebagai penopang stabilitas sosial dan penggerak konsumsi domestik. Dalam konteks ini, ASN sering disebut sebagai sabuk pengaman ekonomi Indonesia, karena pendapatan mereka yang stabil menjaga daya beli masyarakat dan menggerakkan ekonomi daerah, terutama saat krisis.
Namun, realitas kesejahteraan ASN menunjukkan ketimpangan mendasar. Struktur penghasilan yang tidak proporsional, gaji pokok yang belum memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL), serta sistem pensiun yang tidak berkelanjutan menjadi persoalan utama. Di sisi lain, tuntutan efisiensi dan digitalisasi birokrasi menuntut perampingan struktur ASN agar lebih produktif dan responsif terhadap perubahan zaman.
Kelayakan Gaji ASN terhadap Kebutuhan Hidup Layak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019, gaji pokok ASN berkisar antara Rp1.560.800–Rp5.901.200, tergantung pada golongan kepangkatan. Pegawai Golongan I/a dengan Giji Pokok Rp1.560.800,- Pegawai Golongan II/a dengan Gaji Pokok Rp2.022.200,- Golongan III/a dengan Gaji Pokok Rp2.579.400,- dan Pegawai Golongan IV/e dengan Gaji Pokok sebesar Rp5.901.200,-
Sementara menurut Kementerian Ketenagakerjaan (2024), Kebutuhan Hidup Layak (KHL) nasional rata-rata sebesar Rp4.200.000 per bulan, dengan variasi antar daerah yakni: Kota DKI Jakarta Rp5.550.000,- Kota Surabaya, Rp4.370.000,- dan Kota Makassar Rp4.100.000,- (BPS, 2024)
Perbandingan ini menunjukkan bahwa ASN golongan I-II hanya menerima 40-70 persen dari KHL minimum nasional, dan jauh di bawah kebutuhan hidup di kota besar.
Perbandingan dengan Garis Kemiskinan
Jika mengacu pada Indikator Garis Kemiskinan Nasional bahwa Garis Kemiskinan diukur berdasarkan Indikator Nilai per Kapita/Bulan adalah ± Rp550.458,- (BPS, 2024). Dengan asumsi 1 Kepala Keluarga (KK) terdiri dari 4 anggota keluarga, maka Garis Kemiskinan menurut BPS adalah sebesar Rp2.201.832,-per bulan/KK.
Berdasarkan hasil kajian World Bank, Indonesia termasuk dalam kategori negara LMIC (Low Middle Income Country), maka Garis Kemiskinannya adalah sebesar USD4,2/hari/kapita atau setara dengan Rp765.000/bulan/kapita.
Sehingga, jika 1 Kepala Keluarga (KK) terdiri dari 4 anggota keluarga, maka Garis Kemiskinan Indonesia menurut World Bank adalah Rp3.060 000,-/bulan/KK (World Bank, 2024). Sedangkan Kebutuhan Hidup Layak Nasional adalah sebesar ± Rp4.200.000,- per bulan (Kemnaker, 2024).
Dengan demikian, ASN golongan I/a dengan gaji pokok Rp1,560.800,- dan ASN golongan II/a dengan gaji pokok Rp2.022.200,- sesungguhnya berada dibawah garis kemiskinan nasional sebesar Rp2.201.832,- dan gaji pokok ASN golongan III/a sedikit di atas garis kemiskinan nasional namun berada dibawah garis kemiskinan internasional.
Artinya, semua ASN Golongan I dan II berada pada posisi miskin dan sebagian ASN berada dalam posisi rentan miskin bila hanya mengandalkan gaji pokok, tanpa tunjangan. Kondisi ini menunjukkan belum terpenuhinya prinsip decent living wage bagi ASN Indonesia.
Dampak terhadap Sistem Penghasilan dan Pensiun
Ketimpangan antara gaji pokok dan KHL tidak hanya berpengaruh saat ASN aktif bekerja, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan pasca-pensiun. Berdasarkan PP No. 70 Tahun 2015, pensiun ASN dihitung sebagai: Pensiun Pokok = Gaji Pokok Terakhir × 70 persen, artinya, ASN dengan gaji pokok Rp3.000.000 hanya akan menerima pensiun sekitar Rp2.100.000 per bulan, jauh dari KHL rata-rata Rp4,2 juta. Data Taspen (2023) menunjukkan 70 persen pensiunan ASN menerima di bawah Rp3.000.000,-per bulan, ini tentu jumlah yang tidak mencukupi untuk standar hidup yang layak.
Selain itu, karena tunjangan tidak masuk dalam komponen pensiun, ASN dari kementerian dengan tunjangan besar tetap menerima manfaat pensiun yang sama rendahnya dengan ASN dari instansi kecil. Hal ini menimbulkan kesenjangan struktural dan menurunkan daya tarik profesi ASN bagi generasi profesional muda.
ASN Penopang Konsumsi Domestik
Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari 54% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia (BPS, 2024). Dalam konteks ini, Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peran strategis sebagai penyangga permintaan domestik karena pendapatan mereka bersumber dari APBN/APBD dan relatif stabil sepanjang siklus ekonomi.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| Nilai ASN Bidan Farida yang Ngaku Dipungli saat Ujian Naik Pangkat, Ternyata Tak Lulus, Tarik Ucapan |
|
|---|
| Guru Madrasah Gelar Aksi Demo di Monas, Tuntut Prabowo Buka Kuota PPPK hingga ASN |
|
|---|
| BKD Wonosobo Sebut Perempuan yang Diviralkan Selingkuh Bukan ASN: Guru Honorer |
|
|---|
| Setahun Kemenag Kawal Asta Cita, Bukti Nyata Perluas Akses Pendidikan Tinggi dan Kesejahteraan Dosen |
|
|---|
| Kepala LAN ke Pemimpin ASN: Tak Ada Lagi Ruang Buat Kerja Sendiri-sendiri |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.