Kamis, 21 Agustus 2025

Jokowi Tetap Melaju Tak Dengarkan Suara Pekerja dan Pengusaha, Gaji Makin Tipis Dipotong Tapera

Pekerja diwajibkan untuk membayarkan iuran perumahan rakyat dengan besaran 2,5% dari upah dan 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja.

Tangkap layar kanal YouTube Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2024 tentang perubahan atas PP No. 25/2020 tentang Penyelengaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024. 

Kebijakan Tapera akan sangat merugikan para pekerja, dia menduga bahwa pembentukan Badan yang menangani Tapera hanya merupakan alat bagi pemerintah untuk membagi-bagikan kekuasaan.

"Pasti ada susunan komisaris, direktur, dan saya menduga kuat itu hanya untuk bagi-bagi kekuasaan bagi kelompok-kelompok kekuasaan untuk duduk di sana," tegas Mirah.

Dia menyarankan, pemerintah menetapkan kebijakan dengan melibatkan peran aktif pekerja dalam proses perumusannya.

Lebih baik pemerintah fokus untuk membuat kebijakan yang bersifat subsidi kepada pekerja sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang dasar.

"Harusnya, ambilah subsidi untuk Tapera atau perumahan buruh, bukan dari gaji yang dipotong. Belum lagi nanti klaimnya gimana, jadi harusnya dikaji ulang yang lebih mendalam," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan, Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Saepul Tavip.

Ia menyebut nilai iuran sebesar 2,5% sangat memberatkan pekerja di tengah kenaikan upah minimum di Indonesia yang tidak mengalami kenaikan signifikan.

"Harus diingat, pekerja juga sudah menanggung beban iuran dari JKN (Jaminan Kesehatan), JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun)," terang Saepul.

Saepul bilang, perpindahan pekerja dari perusahaan satu ke yang lain juga menjadi masalah, sebab pekerja juga dihadapkan ketidakpastian pendapatan.

"Oleh karena itu, kami menolak dengan keras beleid tersebut. Karena di sisi lain, dengan membayar iuran tidak serta merta pekerja bisa memperoleh rumah," katanya.

Menurutnya, lebih baik pemerintah mengefektifkan program manfaat layanan tambahan dari BPJS Ketenagakerjaan yakni kredit kepemilikan rumah (KPR), pinjaman uang muka perumahan (PUMP), pinjaman renovasi perumahan (PRP), dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi (FPPP/KK).

Sejalan dengan Saepul, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Silaban menyebut kebijakan ini akan menimbulkan polemik di kalangan pekerja.

Menurut Elly, kebijakan ini akan ditolak oleh para pekerja.

"Buruh dan serikat mungkin akan menolak ini, ini beban keseksiannya setelah ada pemotongan-pemotongan yang lain kan," kata Elly dikutip dari Kontan.

Tak hanya itu, kata Elly, yang akan menolak kebijakan ini bukan hanya dari pihak pekerja, tak menutup kemungkinan penolakan nih datang dari pihak pengusaha.

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan