Batalkan Insentif Diskon Tarif Listrik Juni-Juli, FKBI: Pemerintah 'Asbun'
Tulus Abadi memandang pemerintah asbun atau asal bunyi karena tidak jadi mengucurkan insentif diskon tarif listrik pada Juni-Juli tahun ini.
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi memandang pemerintah asbun atau asal bunyi karena tidak jadi mengucurkan insentif diskon tarif listrik pada Juni-Juli tahun ini.
Semula, pemerintah menjanjikan adanya diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk golongan 1300 VA ke bawah. Insentif ini diperkirakan bisa menyasar sekitar 79 juta pelanggan PLN.
"Namun beberapa hari kemudian janji manis itu dianulir dengan alasan, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, karena mekanisme di anggaran belum siap," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Selasa (3/6/2025).
Dari sisi proses pengambilan kebijakan publik, Tulus memandang pembatalan ini sebagai hal yang kontra produktif.
Hal itu mencerminkan bahwa pemerintah dalam merencanakan atau mengambil kebijakan publik tidak melalui proses pembahasan dan pengkajian yang memadai.
Namun, jika dilihat dari sisi kebijakan tarif listrik, sejatinya pembatalan ini dinilai Tulus bisa dimengerti.
Sebab, pelanggan listrik untuk golongan 450 VA dan mayoritas golongan 900 VA sejak 2003 sudah mendapatkan pengurangan yang signifikan dari negara, yaitu berupa subsidi listrik yang sangat dominan.
Baca juga: Mengaku Tak Tahu Alasan Diskon Tarif Listrik Juni-Juli 2025 Batal, Bahlil: Tanya ke yang Mengumumkan
"Ingat, untuk seluruh pelanggan PLN 450 VA rupiah yang dibayarkan per bulannya jauh lebih kecil daripada komponen subsidi dalam tagihan tersebut," ujar Tulus.
"Demikian juga dengan golongan 900 VA. Ini semua terjadi sebab sejak 2003 struktur tarif listrik golongan 900 VA ke bawah belum pernah di-review," jelasnya.
Terlebih, kata Tulus, realisasi diskon 50 persen tarif listrik dengan tujuan untuk stimulus ekonomi sebenarnya juga tidak akan tercapai karena uang diskon itu malah akan dibelikan rokok.
"Ingat, di kalangan rumah tangga miskin alokasi anggaran untuk beli rokok sangat tinggi, yakni rerata 10-11 persen dari total pengeluarannya per bulan," ucap Tulus.
Di sisi lain, ia juga turut menyoroti soal diskon tarif tol. Ia menilai insentif ini seharusnya dikaji ulang karna pengguna jalan tol adalah pemilik kendaraan pribadi yang daya belinya lebih baik.
Pemerintah dinilai perlu fokus pada pemberian diskon angkutan umum, termasuk bus umum AKAP.
"Mereka lebih berhak diskon daripada pengguna jalan tol, walaupun dalam hal ini yang memberikan diskon tarif tol adalah badan usaha," kata Tulus.
Baca juga: Cerita Kekecewaan Warga usai Diskon Tarif Listrik Batal: Kena Prank, Gagal Beli Tas Sekolah Cucu
Diskon Tarif Listrik Batal
Tanggapi Isu Munaslub, Nurdin Halid Pastikan Golkar Tetap Solid dan Bahlil Masih On Track |
![]() |
---|
Anak Buah Bahlil Buka Suara Soal Pejabat Kementerian ESDM Jadi Tersangka Korupsi Batu Bara |
![]() |
---|
Ramai-ramai Kritik Kebijakan PPATK Blokir Rekening Bank Milik Masyarakat, Prabowo Turun Tangan |
![]() |
---|
Bikin Gaduh, FKBI Sebut PPATK Melanggar HAM Karena Blokir Rekening Bank Nganggur: Hentikan |
![]() |
---|
Buka Program Gen Matic, Menko Airlangga Dorong Transformasi Digital, Perkuat Kapasitas ASN Muda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.