Senin, 10 November 2025

BPS: Jumlah Pengangguran di Indonesia Mencapai 7,46 Juta Orang

BPS mencatat pada Agustus 2025 terdapat 218,17 juta penduduk usia kerja, jumlah ini bertambah 2,80 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.

|
Nitis/Tribunnews
PENGANGGURAN AGUSTUS 2025 - Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2025 mencapai 7,46 juta orang. 
Ringkasan Berita:
  • Pengangguran per Agustus 2025 turun sekitar 4 ribu orang.
  • Pada Agustus 2025 terdapat 218,17 juta penduduk usia kerja.
  • Sedang mencari kerja mencapai 154 juta orang.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2025 mencapai 7,46 juta orang. 

Angka ini sedikit menurun sekitar 4 ribu orang dibandingkan dengan Agustus 2024.

"Angkatan kerja yang tidak terserap pasar kerja menjadi pengangguran yaitu sebesar 7,46 juta orang atau menurun sekitar 4 ribu orang dibandingkan dengan agustus 2024," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, dalam Rilis BPS, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Angka Pengangguran dan Kemiskinan di RI Masih Tinggi

Moh. Edy menjelaskan bahwa pada Agustus 2025 terdapat 218,17 juta penduduk usia kerja. Jumlah ini bertambah 2,80 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, angkatan kerja atau yang bekerja atau sedang mencari kerja mencapai 154 juta orang, naik sekitar 1,89 juta orang dibandingkan Agustus 2024.

Sementara itu, penduduk yang tidak termasuk angkatan kerja berjumlah 64,17 juta orang, atau naik 0,91 juta orang dari tahun lalu.

"Dari total angkatan kerja, sebanyak 146,54 juta orang bekerja, naik 1,90 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya," tutur dia.

Rinciannya sebagai berikut:

  • Pekerja penuh waktu: 98,65 juta orang (naik 0,20 juta orang)
  • Pekerja paruh waktu: 36,29 juta orang (naik 1,66 juta orang)
  • Setengah pengangguran: 11,60 juta orang (naik 0,04 juta orang)

PHK

Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang belakangan semakin marak terjadi di berbagai sektor bukan hanya dialami oleh Indonesia

PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara seorang pekerja atau buruh oleh perusahaan. PHK di Indonesia yang sedang terjadi banyak disumbang oleh sektor manufaktur.

Hingga Mei 2025, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi pada 26.455 pekerja.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menyatakan, tekanan ekonomi global menjadi faktor utama yang memicu gelombang PHK di banyak negara.

"Kalau soal PHK, sekarang ini di mana-mana terjadi, karena ekonomi sedang menciut. Waktu Covid-19, kita tidak memproduksi apa-apa kecuali satu hal, mencetak uang. Sekarang saatnya membayar dan itu menyebabkan ekonomi menyusut," tutur Bob Azam kepada Wartawan di Gedung Kementerian Perindustrian, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, situasi ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara besar seperti Tiongkok dan Singapura pun mengalami hal serupa.

"Jangan salah, youth unemployment (pengangguran muda) di Tiongkok sudah mencapai 20-30 persen. Bahkan Singapura pun mulai mengurangi tenaga kerja di sektor perbankan karena transformasi digital," terang Bob.

Bob menyoroti mengenai PHK yang kerap kali hanya dilihat pada sisi pemutusan hubungan kerja itu sendiri, tanpa fokus pada solusi jangka panjang.

"Persoalannya bukan hanya soal PHK, tapi bagaimana setelah PHK orang bisa dapat kerja lagi. Kita ribut soal PHK-nya, tapi lupa menciptakan lapangan kerja," jelasnya.

Ia menyatakan, jika ada 10 orang terkena PHK, maka harus ada upaya menciptakan 15 lapangan kerja baru. Sayangnya, saat ini data menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja masih jauh dari ideal.

"Kita lupa bagaimana create employment. Jadi intinya kalau PHK 10 kita harus bikin employment 15," ungkap Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo tersebut.

Menurut Bob, belum ada solusi efektif untuk mengatasi kesenjangan antara pertumbuhan lapangan kerja dan jumlah pencari kerja.

Apindo mendorong perlunya upaya konkret dari berbagai pihak untuk mempercepat penciptaan pekerjaan, terutama melalui investasi dan pengembangan sektor produktif.

Di sisi lain, tantangan makin kompleks ketika kondisi ekonomi global dan nasional sedang lesu, hingga penerimaan negara menurun.

"Begitu ekonomi melemah, penerimaan pemerintah juga turun. Lalu pajak dinaikkan. Nah, yang jadi sumber pajak siapa? Mereka yang bekerja dan berusaha. Ini akan makin melemahkan daya dobrak ekonomi masyarakat," katanya.

Bob menilai penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memutus siklus yang melemahkan produktivitas dan konsumsi masyarakat.

"Kita harus hati-hati. Jangan sampai kebijakan justru memperparah tekanan ekonomi. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana menciptakan iklim usaha yang mendorong penciptaan kerja," imbuhnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved