Kementerian ESDM: Sistem Tenaga Listrik Indonesia Masih Bergantung dari Energi Fosil
Kementerian ESDM menyampaikan saat ini sistem ketenagalistrikan nasional telah mencapai kapasitas terpasang sebesar 107 GW.
Ringkasan Berita:
- Saat ini sistem ketenagalistrikan nasional telah mencapai kapasitas terpasang sebesar 107 GW.
- Sebanyak 91,76 GW atau 85,6 persen masih bersumber dari energi fosil.
- Sistem kelistrikan Indonesia tidak bisa langsung lepas dari penggunaan PLTU.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap listrik Indonesia masih bergantung Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkap bahwa saat ini sistem ketenagalistrikan nasional telah mencapai kapasitas terpasang sebesar 107 GW.
Dari total 107 GW kapasitas listrik, sebanyak 91,76 GW atau 85,6 persen masih bersumber dari energi fosil.
Sementara itu, PLTU menyumbang 59,07 GW atau setara 55,1 persen dari total kapasitas tersebut.
"Struktur dalam sistem pembangkit kita masih menunjukkan ketergantungan pada energi fosil, khususnya batu bara, yang hingga kini masih menjadi pembangkit beban dasar yang beroperasi 24 jam untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional," kata Tri dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Baca juga: Kementerian ESDM: Produksi Listrik Indonesia 66,52 Persen Berasal dari Batubara
Ia juga menegaskan bahwa sistem kelistrikan Indonesia tidak bisa langsung lepas dari penggunaan PLTU.
"Sistem tenaga listrik kita tidak bisa serta merta meninggalkan PLTU, tetapi perannya untuk menjaga keandalan ini cukup signifikan, sehingga masih memerlukan sekali PLTU ini," ujar Tri.
Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa tuntutan dekarbonisasi ini semakin menguat, baik dari sisi kebijakan nasional maupun dinamika ekonomi global.
Adapun dalam total kapasitas 107 GW, 14,4 persennya bersaal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) yang didominasi tenaga air sebesar 7,1 persen.
Lalu, diikuti oleh biomassa sebesar 3 persen, panas bumi 2,6 persen, surya 1,3 persen, bayu 0,1 persen, dan EBT lainnya 0,3 persen.
Pembangkit lainnya yang juga disoroti adalah pembangkit berbahan bakar gas yang berperan sebagai load follower sekaligus picker ketika kebutuhan listrik melonjak secara tiba-tiba.
"Fleksibilitas inilah yang kelak akan menjadi semakin penting bagi penetrasi EBT variable seperti surya dan bayu yang terus meningkat," ucap Tri.
| Pemeriksaan Adik Jusuf Kalla Terkait Dugaan Korupsi Proyek PLTU Kalbar Ditunda, Mengapa? |
|
|---|
| Kementerian ESDM: Mandatori BBM Campur Etanol untuk Kurangi Impor Bensin |
|
|---|
| 3 Mobil Listrik dan Hybrid Tulang Punggung Penjualan Chery di 2025 |
|
|---|
| Pemerintah Batasi Izin Baru Smelter Nikel, Ini Alasan Kementerian ESDM |
|
|---|
| Transformasi Tambang Rakyat, Bukan Legalisasi Tambang Ilegal |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.