Kebrutalan RSF Bantai Rakyat Sudan Dapat Kecaman Dunia, 1.500 Orang Dilaporkan Tewas
Kebrutalan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Kota El-Fasher, Sudan barat mendapat kecaman dari dunia. Sebanyak 1.500 orang dilaporkan tewas.
Ringkasan Berita:
- Kekejaman yang Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Kota El-Fasher, Sudan barat mendapatkan kecaman dari dunia.
- Dalam sebuah laporan menunjukkan RSF telah melakukan pembantaian massal terhadap warga sipil tak bersenjata.
- Jaringan Dokter Sudan (Sudan Doctors Network) melaporkan lebih dari 1.500 warga Sudan tewas dalam kekerasan selama tiga hari di El-Fasher.
TRIBUNNEWS.COM - Kekejaman yang dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Kota El-Fasher, Sudan barat, menjadi pusat perhatian dunia.
Laporan-laporan menunjukkan RSF, yang kini terkunci dalam perang saudara sengit melawan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), melakukan pembantaian massal terhadap warga sipil tak bersenjata, bahkan di fasilitas kesehatan.
Insiden ini menyoroti minimnya akuntabilitas dan disiplin militer di tengah konflik yang telah memicu bencana kemanusiaan terburuk di Sudan.
Skala kekejaman yang terjadi di El-Fasher sangat parah.
Jaringan Dokter Sudan (Sudan Doctors Network) melaporkan lebih dari 1.500 warga Sudan tewas dalam kekerasan selama tiga hari di El-Fasher.
Sementara itu, temuan Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB untuk Sudan pada tahun 2024 menyimpulkan kedua faksi yang bertikai, baik RSF maupun SAF, telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dikutip dari Arab News, pelanggaran tersebut mencakup eksekusi yang ditargetkan, kekerasan seksual, penggunaan kelaparan secara sengaja, dan serangan terhadap infrastruktur sipil penting seperti rumah sakit.
Saat ini, Sudan menghadapi bencana kemanusiaan di berbagai tingkatan.
Di tengah meluasnya kekerasan dan proliferasi kelompok bersenjata, prospek pertanggungjawaban atas kejahatan perang tetap suram, karena upaya penegakan keadilan sering kali bertentangan dengan upaya perundingan damai.
Komandan RSF Terekam Lakukan Eksekusi
Bukti paling mengerikan datang dari video yang beredar, menyoroti tindakan seorang perwira senior RSF yang dikenal sebagai Issa Abu Lulu.
Baca juga: WHO Kutuk Pembantaian Pasien Rumah Sakit di Sudan, 460 Nyawa Dihabisi
Laporan menyebutkan Abu Lulu, yang diidentifikasi sebagai Brigadir Jenderal Al-Fatih Abdallah Idris, berulang kali terekam menembak tahanan tak bersenjata dari jarak dekat.
Dalam klip yang muncul setelah pengambilalihan El-Fasher baru-baru ini, ia terlihat mengeksekusi tawanan.
Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada Agustus, di mana ia menembak seorang pemilik restoran Maba — kelompok Muslim non-Arab — setelah pria itu bersikeras tidak mengetahui keberadaan pemimpin divisi infanteri musuh.
Meskipun RSF sempat berjanji untuk menyelidiki insiden Agustus, tidak ada bukti pertanggungjawaban telah ditegakkan.
Tindakan terang-terangan Abu Lulu menggarisbawahi kegagalan RSF dalam mempertahankan disiplin militer apa pun.
Kekejaman RSF tidak terbatas pada eksekusi di lapangan.
Pada 29 Oktober 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengutuk pembunuhan sedikitnya 460 pasien dan kerabat di Rumah Sakit Bersalin Saudi di El-Fasher, yang diduga dilakukan oleh pejuang RSF.
Serangan itu juga disertai dengan penculikan enam staf kesehatan.
Peristiwa ini menambah panjang daftar pelanggaran HAM berat yang dilakukan kedua belah pihak sejak konflik meletus pada April 2023.
Perang ini merupakan perebutan kekuasaan pribadi antara dua mantan sekutu, yakni Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan; pemimpin de facto Sudan dan kepala SAF, dan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemedti; komandan RSF.
Michael Jones, rekan peneliti senior di Royal United Services Institute, menjelaskan tindakan brutal RSF tidak terlepas dari asal-usulnya.
"RSF disebut sebagai pecahan, evolusi, atau rebranding dari milisi Janjaweed yang beroperasi pada tahun 2000-an di Darfur," kata Jones.
Milisi Janjaweed adalah kelompok Arab yang mengobarkan kampanye perkosaan, pembunuhan, dan penjarahan selama konflik Darfur (2003-2019), yang menewaskan hingga 300.000 orang.
Pemerintah Omar Bashir kemudian mereorganisasi dan mengubah merek milisi ini menjadi RSF pada tahun 2013.
Baca juga: Apa Itu RSF? Militan yang Lakukan Pembunuhan Sadis, Tewaskan 1.500 Warga Sudan Selama 3 Hari
Ironisnya, pasukan yang pernah digunakan Bashir sebagai alat penindasan di Darfur kini berbalik melawan bekas tentaranya sendiri.
PBB Kecam Kekerasan di El-Fasher
PBB melontarkan kecaman keras terhadap komunitas internasional atas kegagalan moral dalam menghentikan kekejaman di Sudan, menyusul jatuhnya El-Fasher, Ibu Kota Darfur Utara, ke tangan milisi RSF.
Kota tersebut, yang dikepung selama 500 hari, kini disebut telah "terjun ke dalam neraka yang lebih gelap," demikian peringatan pejabat senior PBB.
Laporan pada Kamis (30/10/2025) menyebutkan puluhan ribu warga sipil, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, terpaksa melarikan diri di tengah laporan yang kredibel mengenai eksekusi massal, pemerkosaan, dan kelaparan yang meluas.
Dalam sesi dengar pendapat di Dewan Keamanan PBB, Tom Fletcher, Kepala Bantuan Darurat PBB, menyampaikan kengerian yang terjadi.
"Wanita dan anak perempuan diperkosa, orang-orang dimutilasi dan dibunuh, dengan impunitas total," kata Fletcher, dikutip dari laman resmi PBB.
"Kita tidak bisa mendengar jeritan itu, tetapi — saat kita duduk di sini hari ini — kengerian itu terus berlanjut," lanjutnya.
Setelah berhasil menguasai benteng utama terakhir SAF di Darfur, pejuang RSF dilaporkan bergerak dari rumah ke rumah, memicu eksekusi massal terhadap warga sipil.
Di Rumah Sakit Bersalin Saudi, hampir 500 pasien dan pendamping mereka dilaporkan tewas.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Afrika, Martha Pobee, menilai kejatuhan El-Fasher sebagai "pergeseran signifikan dalam dinamika keamanan," memperingatkan implikasi yang "mendalam" bagi Sudan dan kawasan yang lebih luas.
Pertempuran kini telah meluas, dengan serangan drone oleh RSF dan SAF dilaporkan menghantam target-target baru di Kordofan, Blue Nile, Sudan Selatan, Darfur Barat, dan Khartoum.
"Risiko kekejaman massal, kekerasan yang ditargetkan secara etnis, dan pelanggaran lebih lanjut terhadap hukum humaniter internasional, termasuk kekerasan seksual, tetap sangat tinggi," ujar Pobee kepada Dewan Keamanan.
Ia menekankan tidak ada jalur aman bagi warga sipil untuk meninggalkan kota.
(Tribunnews.com/Whiesa)
| Israel dalam Negosiasi untuk Mengusir Warga Gaza ke Sudan Selatan |
|
|---|
| Sudan di Ambang Kehancuran: Kelaparan di Tengah Perang, Wabah Kolera Mulai Merajalela |
|
|---|
| 10 Negara Paling Berbahaya di Dunia: Yaman dalam Krisis Kemanusiaan, Rasa Aman Warga Israel Menurun |
|
|---|
| 10 Negara Tertua dan Termuda di Dunia: Iran Berdiri Tahun 2600 SM, Sudan Selatan Didirikan pada 2011 |
|
|---|
| Indonesia dan Sudan Teken MOU, Jajaki Pasar Obat Halal di Afrika |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.