Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Operasi Anti-Narkoba AS Makin Agresif, Trump Isyaratkan Gempur Kartel Meksiko
Trump buka peluang serangan militer ke Meksiko untuk hantam kartel narkoba, memicu kekhawatiran diplomatik dan respons keras Mexico City.
Ringkasan Berita:
- Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan memperluas operasi anti-narkoba hingga wilayah Meksiko setelah serangan-serangan sebelumnya di Karibia dan Pasifik menewaskan lebih dari 80 orang.
- Ia menyebut AS telah mengetahui seluruh rute dan target kartel.
- Meski Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menolak intervensi asing, analis menilai Trump mungkin tetap melancarkan operasi, termasuk serangan drone ke laboratorium kartel.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Senin (17/11/2025) menyatakan kemungkinan perluasan operasi militernya terhadap kartel narkoba hingga mencakup wilayah Meksiko.
Dalam keterangan di Ruang Oval, Trump mengatakan ia sudah berbicara dengan pemerintah Meksiko mengenai potensi intervensi tersebut.
Reuters melaporkan pernyataan itu muncul setelah rangkaian serangan kapal di Karibia dan Pasifik yang menewaskan lebih dari 80 orang terhitung sejak September.
Gedung Putih menyebut serangan-serangan itu sebagai bagian dari “konflik bersenjata non-internasional” melawan “teroris narkotika.”
Menanggapi pertanyaan wartawan, Trump menegaskan kalau kemungkinan serangan ke Meksiko tetap terbuka.
“Apakah saya akan melancarkan aksi di Meksiko untuk menghentikan narkoba? Saya tidak keberatan,” ujarnya.
“Kami sudah menutup jalur air, tapi kami tahu semua rute, bahkan alamat para bandar narkoba.”
NBC News sebelumnya mengungkap bahwa pemerintah AS tengah menyiapkan tahap awal operasi gabungan antara militer dan intelijen di Meksiko.
Operasi itu disebut akan fokus pada serangan drone ke laboratorium narkoba dan jaringan kartel.
Rencana tersebut bertentangan dengan posisi resmi Mexico City.
Bagaimana Respons Claudia Sheinbaum?
Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum berulang kali menegaskan operasi militer asing tanpa izin pemerintahnya “tidak akan pernah terjadi.”
Baca juga: Kapal Induk Raksasa AS Parkir di Laut Karibia, Nasib Venezuela di Ujung Tanduk
Meski demikian, sejumlah analis menilai Trump mungkin tidak akan menunggu persetujuan Meksiko.
Jeff Garmany, pakar studi Amerika Latin dari Universitas Melbourne, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa hambatan hukum dan protokol diplomatik kemungkinan tidak akan menghalangi Trump.
“Tidak ada indikasi bahwa Trump akan mematuhi aturan tersebut. Saya ragu ia akan menunggu izin Sheinbaum,” ujarnya.
Garmany juga menilai serangan langsung ke wilayah Meksiko tidak akan memberikan dampak signifikan.
Kartel Meksiko, menurutnya, merupakan salah satu organisasi kriminal paling kuat dan terorganisir di dunia.
“Serangan militer hanya akan menjadi aksi simbolis. Itu tidak akan menghentikan rantai pasokan yang sangat menguntungkan,” katanya.
Dalam pernyataannya, Trump menggambarkan peredaran narkoba sebagai “seperti perang” dan menyebut kartel bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu warga AS akibat fentanyl, kokain, heroin, dan metamfetamin.
Ia bahkan menyebut kemungkinan menyerang Kolombia untuk menghancurkan pabrik kokain, dengan mengatakan ia “bangga” bila dapat melakukannya.
Sementara itu, ketegangan diplomatik meningkat setelah serangan AS di dekat Venezuela menewaskan warga Kolombia, memicu kecaman dari Presiden Gustavo Petro.
Trump membalas dengan menyebut Petro sebagai “pemimpin narkoba,” dan Washington menjatuhkan sanksi terhadapnya.
Ketika ditanya apakah ia mengesampingkan pengerahan pasukan ke Venezuela atau Meksiko, Trump menjawab singkat: “Saya tidak mengesampingkan apa pun.”
Mengapa Trump Meningkatkan Operasi Anti-Narkoba?
Ada sejumlah faktor utama yang mendorong Trump memperluas operasi anti-narkoba secara agresif pada periode ini.
Data CDC menunjukkan bahwa fentanyl dan opioid sintetis menjadi penyebab utama kematian overdosis di Amerika dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintahan Trump memandang situasi ini sebagai ancaman langsung bagi keamanan nasional.
Reuters melaporkan Trump berulang kali menyebut krisis fentanyl sebagai “perang melawan narkoba” yang harus ditangani dengan kekuatan militer.
Baca juga: Kapal Induk USS Gerald R Ford AS Masuk Perairan Karibia, 3 Orang Tewas dalam Serangan Kapal Narkoba
Otoritas AS menemukan kartel kini semakin sering menggunakan jalur laut dan drone untuk menyelundupkan narkoba.
Sejak September, AS melancarkan lebih dari 20 serangan terhadap kapal yang diduga membawa narkotika di Karibia dan Pasifik.
Langkah ini menandai pergeseran besar strategi penjagaan perbatasan AS.
Trump menempatkan misi “menghancurkan kartel narkoba” sebagai salah satu prioritas utamanya.
NBC News melaporkan Gedung Putih memanfaatkan dasar hukum dari Executive Order (EO) 14157, yang memungkinkan pemerintah menetapkan kartel sebagai Foreign Terrorist Organizations (FTO).
Penetapan ini memberikan legalitas bagi militer AS untuk melancarkan operasi tanpa persetujuan Kongres.
Trump ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak ragu menggunakan kekuatan militer untuk melindungi warga AS.
Eskalasi operasi anti-narkoba dipandang sebagai sinyal politik bahwa ia siap mengambil langkah ekstrem menghadapi ancaman fentanyl.
Hubungan AS–Meksiko di Bawah Pemerintahan Trump dan Claudia Sheinbaum
Sheinbaum berulang kali menegaskan bahwa operasi militer asing tanpa izin pemerintahnya “tidak akan pernah terjadi.”
Mexico City menilai tindakan unilateral AS sebagai pelanggaran kedaulatan.
Pemerintah Meksiko lebih memilih memperkuat kepolisian federal dan melakukan reformasi internal.
Pendekatan ini berbeda tajam dari strategi militeristik Trump terhadap kartel.
Dalam pernyataan kepada wartawan di Ruang Oval, Trump mengatakan bahwa ia “tidak keberatan melancarkan serangan ke Meksiko” untuk menghentikan kartel.
Ia juga mengklaim telah berbicara dengan pejabat Meksiko soal kemungkinan intervensi.
Trump tidak menjawab ketika ditanya apakah ia akan menunggu izin pemerintah Meksiko.
Baca juga: AS Gempur Kapal di Karibia, 4 Tewas, Serangan ke-20 Picu Ketegangan Baru di Amerika Latin
Meski masih ada koordinasi terbatas dalam intelijen dan penegakan hukum, perbedaan pendekatan kedua negara menimbulkan ketidakpercayaan.
AS memilih langkah militer, sementara Meksiko memprioritaskan penguatan institusi domestik.
Para analis di Meksiko memperingatkan bahwa operasi militer AS berpotensi menimbulkan korban sipil dan memperburuk ketegangan di wilayah perbatasan.
Pernyataan Trump memicu kekhawatiran besar di kalangan pejabat keamanan Meksiko.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
| Drama Trump Vs BBC Belum Berakhir, Sang Lembaga Penyiaran Ogah Disebut Cemarkan Nama Baik |
|---|
| Skenario Pertempuran Tentara Rusia Melawan Pasukan Amerika di Venezuela: Moskow Pakai Proksi |
|---|
| Government Shutdown AS Berakhir, Trump: Pemerintah Kembali Normal dan Fokus Turunkan Biaya Hidup |
|---|
| 200.000 Tentara Venezuela Siaga, Siap Adang Kapal Induk AS di Karibia |
|---|
| Donald Trump Akan Bagi-bagi Laba Rp33 Juta untuk Semua Warga Amerika: Kita Negara Terkaya di Dunia |
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/militer-AS-serang-kapal-di-Karibia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.