Kamis, 20 November 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

5 Hal tentang Penjualan F-35 ke Arab Saudi, Berpotensi Menggeser Keseimbangan di Asia Barat

AS akan menjual jet tempur canggih F-35 kepada Arab Saudi, penjualan ini bukanlah langkah biasa, berikut alasannya.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
Tangkap layar YouTube The White House
TRUMP DAN MBS - Tangkap layar YouTube The White House, memperlihatkan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh, Arab Saudi pada 13 Mei 2025. AS akan menjual jet tempur canggih F-35 kepada Arab Saudi, penjualan ini bukanlah langkah biasa. 
Ringkasan Berita:
  • Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) akan bertemu Presiden Donald Trump di Washington DC dengan agenda utama membahas penjualan 48 jet tempur siluman F-35.
  • Arab Saudi ingin F-35 untuk menghadapi ancaman Iran serta memperkuat kerja sama pertahanan dengan AS, sekaligus menarik investasi global.
  • Amerika Serikat melihat kesepakatan ini sebagai peluang memperkuat kemitraan dengan Saudi, menahan pengaruh China, dan menjaga stabilitas kawasan.


TRIBUNNEWS.COM -
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) akan berangkat ke Washington DC untuk bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Selasa (18/11/2025).

Kunjungan MBS akan menjadi sorotan karena berpotensi menghasilkan salah satu transaksi militer paling sensitif di kawasan tersebut, yakni penjualan jet tempur siluman F-35 ke Arab Saudi.

Ini merupakan kunjungan pertama MBS ke AS sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018.

Pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul saat itu memicu kecaman internasional.

Komunitas intelijen AS menyimpulkan bahwa MBS menyetujui operasi yang menyebabkan kematian Khashoggi.

Namun MBS selalu membantah memerintahkan pembunuhan tersebut, meski ia mengakui tanggung jawab institusional sebagai pemimpin negara.

Trump telah menyiapkan agenda intens, dari pembicaraan di Ruang Oval, makan siang di Ruang Kabinet, serta jamuan makan malam resmi untuk menunjukkan kemitraan.

Salah satu faktor pendorong AS adalah komitmen investasi senilai 600 miliar dolar AS dari Arab Saudi, yang diharapkan mulai diaktifkan melalui kesepakatan yang mencakup sektor pertahanan, manufaktur, teknologi, dan investasi jangka panjang lainnya.

TRUMP DAN MBS - Tangkap layar YouTube The White House, memperlihatkan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh, Arab Saudi pada 13 Mei 2025. AS akan menjual jet tempur canggih F-35 kepada Arab Saudi, penjualan ini bukanlah langkah biasa.
TRUMP DAN MBS - Tangkap layar YouTube The White House, memperlihatkan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh, Arab Saudi pada 13 Mei 2025. AS akan menjual jet tempur canggih F-35 kepada Arab Saudi, penjualan ini bukanlah langkah biasa. (Tangkap layar YouTube The White House)

Di antara isu kunci adalah permintaan Saudi untuk membeli 48 jet F-35.

Trump bahkan mengatakan secara terbuka bahwa AS akan menjual F-35 ke Saudi.

"Saya berencana melakukan itu," ujarnya kepada wartawan ketika ditanya apakah ia berniat mengizinkan Arab Saudi mengakses jet tempur tercanggih Amerika tersebut, mengutip POLITICO.

"Mereka ingin membelinya. Mereka sekutu yang hebat."

Baca juga: Spesifikasi Jet Tempur F-35: Pesawat Siluman AS yang Siap Diborong Pangeran MBS

Mengutip FirstPost, berikut lima hal penting mengenai rencana penjualan tersebut dan potensi dampaknya.

1. Mengapa F-35 Lebih Penting dari Jet Tempur Lain?

Lockheed Martin F-35 dikenal sebagai salah satu pesawat tempur paling canggih di dunia.

Dijuluki “quarterback” di udara, pesawat ini mampu mengintegrasikan intelijen dan mengoordinasikan operasi bersama.

Keunggulan utama F-35 meliputi:

  • Teknologi siluman untuk menghindari radar canggih
  • Sensor intelijen generasi lanjut
  • Kemampuan serangan presisi jarak jauh
  • Integrasi operasi dengan pasukan darat, laut, dan drone

F-35 telah digunakan dalam operasi nyata, termasuk melawan ISIS di Irak dan Suriah.

Israel juga mengoperasikan F-35 dalam misi ofensif melawan Iran selama perang 12 hari pada Juni lalu.

Program ini dikembangkan bersama AS dan sejumlah sekutu seperti Inggris, Italia, Kanada, Denmark, Belanda, Norwegia, dan Australia.

Salah satu varian F-35 dibanderol lebih dari 100 juta dolar per unit.

Karena sensitivitas teknologinya, ekspor F-35 sangat dibatasi oleh AS.

Penjualannya hanya diperbolehkan kepada sekutu strategis dengan pengawasan ketat Kongres, seperti Israel.

2. Mengapa Arab Saudi Membutuhkan F-35?

Bagi Arab Saudi, akuisisi F-35 berkaitan dengan ancaman keamanan dari Iran dan kelompok bersenjata yang didukung Teheran.

Riyadh melihat kemampuan udara mutakhir sebagai salah satu penyeimbang paling efektif.

Integrasi dengan sistem militer AS juga dipandang penting sebagai jaminan keamanan jangka panjang, termasuk kemungkinan kerja sama pertahanan formal seperti pakta AS-Qatar.

Selain itu, kesepakatan besar dengan AS dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas jangka panjang Saudi, terutama dalam pengembangan industri AI, infrastruktur cloud, dan sektor teknologi lainnya.

Visi diversifikasi ekonomi MBS berupaya mengurangi ketergantungan pada minyak, dan hubungan pertahanan dengan AS dianggap sebagai bagian dari strategi menarik modal dan teknologi global.

3. Bagaimana Israel Akan Bereaksi?

Baca juga: Trump akan Jual Jet F-35 ke Arab Saudi, tapi Juga Pertimbangkan Israel

AS terikat pada komitmen legal untuk menjaga Keunggulan Militer Kualitatif (QME) Israel di Timur Tengah.

Saat ini, Israel adalah satu-satunya operator F-35 di wilayah tersebut, menjadikannya elemen utama strategi deterrence (strategi pencegahan konflik dengan menimbulkan rasa takut atau keraguan pada lawan).

Israel sangat bergantung pada keunggulan udara sejak perang Gaza 7 Oktober 2023 dan konflik dengan pasukan pro-Iran di Lebanon, Yaman, dan Suriah.

Pejabat Israel merespons isu penjualan ini secara hati-hati.

Duta Besar Israel untuk AS, Yechiel Leiter, mengatakan kepada The Jerusalem Post:

“Tidak ada indikasi bahwa keunggulan kualitatif Israel akan terganggu.”

Mantan Kepala Angkatan Udara Israel, Eitan Ben Eliyahu, mengatakan penjualan tersebut akan mengubah peta kekuatan di Timur Tengah, namun Arab Saudi tetap membutuhkan waktu minimal empat tahun sebelum menerima pesawatnya.

Waktu tenggang tersebut, memungkinkan Israel memperkuat persenjataannya.

Karena itu, penjualan F-35 ke Saudi menjadi manuver diplomatik rumit bagi AS, dengan menjaga Israel tetap unggul, sembari merangkul Arab Saudi.

4. Apa Harapan AS kepada Saudi?

AS sebelumnya berharap kerja sama pertahanan dapat mendorong Arab Saudi bergabung dalam Abraham Accords, perjanjian yang menormalisasi hubungan antara Israel dengan UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan pada 2020.

Bagi pemerintahan Trump, partisipasi Saudi akan menjadi pencapaian diplomatik bersejarah.

Namun, perang Gaza telah memicu kemarahan di dunia Arab.

Arab Saudi menegaskan, tidak akan menormalisasi hubungan tanpa kemajuan nyata menuju negara Palestina.

Mantan pejabat intelijen AS Jonathan Panikoff mengatakan bahwa F-35 mungkin tidak lagi dikaitkan langsung dengan normalisasi Israel-Saudi.

Menurutnya, komitmen investasi Saudi ke AS bisa menjadi faktor yang “melunakkan landasan” bagi perluasan kerja sama pertahanan.

5. Bagaimana Peran China dalam Kesepakatan Ini?

Kekhawatiran terbesar AS adalah risiko kebocoran teknologi F-35 ke China.

Laporan terbaru Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA) menyebutkan, kemungkinan akses tidak langsung China karena hubungan keamanan yang semakin erat dengan Arab Saudi.

AS pernah mengambil tindakan ekstrem pada 2019, ketika Turki dikeluarkan dari program F-35 karena membeli sistem rudal S-400 Rusia.

AS khawatir pengoperasian F-35 bersamaan dengan sistem asing dapat mengungkapkan data sensitif pesawat.

Karena Saudi memperdalam kerja sama ekonomi dan militer dengan China, sejumlah pejabat AS menilai penjualan F-35 harus disertai perlindungan tambahan seperti batasan operasional atau pengaturan perangkat lunak.

Aturan serupa pernah terjadi pada penjualan F-15 ke Saudi, di mana beberapa fitur dimodifikasi atas pertimbangan Israel.

Potensi Pergeseran Keseimbangan di Asia Barat

Selain jet tempur, Arab Saudi juga mengejar kerja sama nuklir sipil dengan AS melalui “perjanjian 123”, kerangka yang mengatur kerja sama nuklir sipil dengan pengawasan ketat Kongres.

Saudi menyatakan, program ini murni untuk energi dan bukan militer, meski kerja samanya dengan Pakistan, yang merupakan negara bersenjata nukli, menimbulkan keraguan di Washington.

Jika penjualan F-35 disetujui, Arab Saudi akan mengalami lompatan besar dalam kekuatan udara.

Keberadaan F-35 saja sudah cukup mengubah kalkulasi strategis Iran dan kelompok proksinya.

Kesepakatan ini juga dapat membantu AS menahan pengaruh China di Teluk, salah satu tujuan strategis AS.

Namun Kongres AS dapat menolak atau menunda kesepakatan, seperti yang terjadi pada penjualan F-35 ke UEA yang dibatalkan pada 2021 karena kekhawatiran tentang hubungan UEA dengan militer China.

Kala itu, seperti dilansir Aviation Week, Presiden Joe Biden menangguhkan ekspor F-35 untuk UEA pada September 2021, dengan alasan dugaan meningkatnya hubungan UEA dengan militer China.

Setelah dicemooh oleh pemerintah AS, para pejabat UEA tampaknya kehilangan minat terhadap akuisisi F-35A yang telah lama dinantikan.

Pada September 2024, UEA bahkan menolak melanjutkan negosiasi pembelian F-35 meski Trump sudah memenangkan pemilu ulang.

Presiden UEA Mohammed bin Zayed kemudian justru meninjau jet tempur Rusia Su-57 yang tampil di Dubai Airshow.

Baca juga: Dubai Airshow 2025 Dimulai, Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui

Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Meski Trump telah memberi lampu hijau, keputusan akhir tetap berada di tangan Kongres, dilansir Aviation Week.

Jika disetujui, masih belum jelas bagaimana pesanan F-35 akan memengaruhi rencana pengadaan pesawat lainnya di Saudi, termasuk Boeing F-15EX, Eurofighter Typhoon, dan Dassault Rafale, yang semuanya bersaing untuk kontrak besar Saudi.

Arab Saudi juga masih mempertimbangkan opsi modernisasi angkatan udara melalui armada campuran.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved