Jumat, 5 September 2025

Pilkada Serentak 2024

MK Jawab Kekhawatiran Kecurangan Pemilu Sulit Dibuktikan di Sengketa Pilkada 2024

Enny menjelaskan, jika MK merasa ada pihak-pihak yang perlu untuk didengar dalam rangka memperkuat keyakinan hakim, Mahkamah Konstitusi dapat saja

Tribunnews/Ibriza
Sidang sengketa Pileg 2024, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. 

"Kalau dibandingkan antara pilpres dan pilkada, MK sebenarnya jauh lebih progresif saat memutus perselisihan hasil pilkada dibanding pilpres,"

Selain itu, kata Titi, di beberapa daerah, MK juga secara tegas memerintahkan PSU imbas adanya politik uang, yang terbukti namun tidak mendapatkan penegakan hukum secara memadai. Misalnya, di Pilkada Kotawaringin Barat dan Mandailing Natal.

"Oleh karena itu, pasangan calon harus benar-benar memastikan untuk patuh dan taat aturan dalam berkontestasi dan melakukan kerja-kerja pemenangan, agar tidak gagal saat sudah di penghujung perselisihan hasil," jelas Titi.

Pengajar bidang studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini di Universitas Indonesia.
Pengajar bidang studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini di Universitas Indonesia. (Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha)

Lebih lanjut, Titi menekankan, Bawaslu juga perlu memastikan para jajarannya di lapangan agar bisa bekerja secara optimal dengan melakukan pengawasan dan penegakan hukum pilkada secara efektif. 

Menurutnya, Bawaslu juga harus mampu memberikan pemenuhan rasa keadilan dalam setiap penanganan laporan ataupun temuan dugaan pelanggaran pilkada yang mereka tangani.

Bansos Masih jadi 'Ancaman' di Pilkada Serentak 2024

Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai politisasi bantuan sosial atau bansos dan politik uang masih akan terjadi di Pilkada 2024.

Ia menyebut kedua praktik kecurangan pemilu tersebut sebagai penyakit pemilu yang sulit diobati, dalam hal ini dibuktikan secara benar keberadaannya secara hukum.

Ray menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sengketa Pilpres 2024 yang menyatakan tidak terbuktinya dua jenis kecurangan pemilu tersebut. Menurutnya, pendapat Mahkamah menandakan bahwa proses pembuktian jenis pelanggaran pemilu itu tidak sederhana dan cenderung sulit.

"Kalaupun metode pembuktiannya seperti yang diinginkan oleh MK maupun Bawaslu, maka dua hal ini sulit untuk dibuktikan secara hukum," kata Ray, kepada Tribunnews.com, Selasa (25/6/2024).

Baca juga: Faisal Basri Sebut Prabowo Presiden Paling Sial Diwarisi Utang sampai Rp 800 Triliun

Karena sulit dibuktikannya eksistensi pelanggaran pemilu itu, maka menurut Ray, bisa jadi praktiknya makin merajalela di Pilkada Serentak 2024.

"Jadi, saya benar-benar khawatir bahwa penyakit ini akan berkembang subur di dalam pilkada kita, meskipun mungkin enggak secara nasional ya, di daerah-daerah," ungkapnya.

Lebih lanjut, Ray menegaskan pembuktian politik bansos dan politik uang akan mengalami kesulitan, jika harus selalu dibuktikan secara hukum formil.

"Kita kan udah teriak-teriak cara mendekati bansos dan politik uang itu bukan dengan cara pembuktian hukum formil. Kaku. Ada barang bukti dalam bentuk suara, lisan, ya pengerahan. Ya enggak mungkin ditemukan, karena orang (pelaku kecurangan pemilu) tahu bahwa kalau itu dilakukan oleh mereka itu akan bisa dibuktikan," jelas Ray.

Ia mengaku lebih setuju pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim konstitusi Saldi Isra, yang menyebut bahwa pendekatan pembuktian kecurangan pemilu tersebut seharusnya dengan melihat gejala yang ada.

"Oleh karena itu, seperti yang dikatakan hakim Saldi Isra di dalam dissenting opinion-nya itu, pendekatan itu tuh harus dari gejala," ucap Ray.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan