Jumat, 3 Oktober 2025

Lindungi Ekosistem Pulau, Francine Widjojo Tolak Relokasi Kucing ke Tidung Kecil

Menurut Francine, ide ini bukan hanya tidak tepat, tapi juga bisa mengancam ekosistem konservasi yang selama ini dijaga ketat di wilayah tersebut.

HO/IST
TOLAK PULAU KUCING - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, tetap tegas menolak rencana Pulau Tidung Kecil di Kepulauan Seribu dijadikan tempat wisata tematik kucing. Francine menekankan bahwa pulau tersebut merupakan kawasan konservasi perairan dan kawasan strategis provinsi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Francine Widjojo, dengan tegas menolak rencana menjadikan Pulau Tidung Kecil di Kepulauan Seribu sebagai lokasi wisata tematik kucing.

Menurut Francine, ide ini bukan hanya tidak tepat, tapi juga bisa mengancam ekosistem konservasi yang selama ini dijaga ketat di wilayah tersebut.

Baca juga: Pemprov DKI Diminta Batalkan Rencana Pembangunan Pulau Kucing di Kepulauan Seribu

“Pulau Tidung Kecil adalah kawasan konservasi dan kawasan strategis provinsi, bukan tempat wisata bertema hewan,” tegas Francine dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).

Francine merujuk pada Perda DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2024 tentang RTRW, yang secara eksplisit menyebut Pulau Tidung Kecil sebagai bagian dari kawasan konservasi perairan seluas 1.337 hektare di Kepulauan Seribu.

Pulau ini satu kelompok dengan Pulau Damar Kecil, Karang Beras, Pari, Payung, dan Tidung Besar yang statusnya harus dijaga dari segala bentuk alih fungsi yang tidak sesuai dengan prinsip konservasi.

Bahkan pada Pasal 94, lanjut Francine, status Pulau Tidung Kecil ditegaskan kembali sebagai kawasan strategis dari aspek lingkungan hidup.

“Jadi, tidak bisa hanya dipandang sebagai zona wisata. Fungsi ekologisnya jauh lebih penting,” ujarnya.

Francine menyebut Pulau Tidung Kecil selama ini menjadi pusat edukasi konservasi laut.

Di sana terdapat penangkaran penyu sisik, kebun bibit karang, budidaya ikan laut, hingga pembibitan mangrove dan tanaman sukun botak.

Bahkan, tahun 2019, Dinas KPKP pernah melepasliarkan 55 ekor burung kutilang untuk memperkaya keanekaragaman hayati pulau ini.

"Pulau ini adalah laboratorium hidup konservasi, bukan taman bermain untuk hewan domestik," katanya.

Baca juga: Jadi Sorotan Pecinta Hewan, Spanduk Larangan Kasih Makan Kucing di Cipinang Jaktim Dicabut

Kucing adalah Predator Invasif, Bukan Hewan Netral

Sebagai aktivis kesejahteraan hewan, Francine tidak menolak kucing sebagai makhluk hidup yang layak dirawat.

Tapi ia mengingatkan, kucing adalah predator puncak dalam ekosistem kecil.

Di alam liar, kucing bisa memangsa burung, reptil, amfibi, bahkan penyu muda—yang semuanya bisa ditemukan di Pulau Tidung Kecil.

“Lingkungan pulau tidak bisa disamakan dengan lingkungan urban. Kalau kucing dilepas di tempat seperti Tidung Kecil, mereka akan berburu untuk bertahan hidup, bukan sekadar tidur di bawah pohon kelapa seperti di iklan,” ujar Francine.

Kekhawatiran ini juga datang dari komunitas pengamat burung (birdwatching) yang kerap mengamati spesies langka di kawasan tersebut.

“Kucing bisa mengancam keberadaan burung-burung lokal dan migran yang singgah di sana,” tambahnya.

Relokasi Bukan Solusi, Sterilisasi adalah Jalan Keluarnya

Francine juga menyinggung soal efektivitas dan keberlanjutan pengelolaan kucing jika benar-benar dipindahkan ke pulau.

Dengan estimasi populasi kucing liar Jakarta mencapai 860 ribu hingga 1,5 juta ekor, ia menyebut relokasi justru bisa menimbulkan ledakan populasi ganda.

“Kalau 1,5 juta kucing dipindahkan ke pulau, maka kota akan kosong dari kucing—sementara populasi baru akan segera menggantikannya. Dalam jangka panjang, kita justru akan menghadapi tiga juta kucing liar,” kata Francine.

Baca juga: 10 Kucing Paling Populer di Instagram: dari Kucing Pemegang Rekor hingga Kucing Presiden

Selain itu, pemindahan kucing dalam jumlah besar ke pulau juga menyimpan masalah logistik dan biaya.

“Kesehatan mereka harus dijaga, padahal DKI Jakarta baru punya satu pusat kesehatan hewan di Ragunan, itu pun di Jakarta Selatan—jauh dari Kepulauan Seribu,” tegasnya.

Francine menawarkan solusi jangka panjang yang jauh lebih rasional dan berkelanjutan: sterilisasi massal dan vaksinasi rutin.

"Kucing yang sehat dan steril tidak akan memperbanyak populasi secara liar, dan Jakarta bisa tetap bebas rabies seperti selama dua dekade terakhir."

Menurutnya, anggaran wisata kucing lebih tepat jika dialihkan untuk penguatan layanan kesehatan hewan, seperti membangun satu Puskeswan di tiap wilayah kota, layanan gawat darurat 24 jam, hingga menjadikan Puskeswan Ragunan sebagai rumah sakit hewan milik daerah pertama di Jakarta.

“Kalau ingin Jakarta jadi kota global yang ramah hewan, mari kita mulai dengan solusi berbasis ilmu pengetahuan, bukan sensasi wisata,” pungkas Francine.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved