Prasetyo Edi Tekankan Pentingnya Distribusi Air Bersih Bagi Warga Menengah ke Bawah
Prasetyo Edi Marsudi mengungkapkan perjalanan panjang pengelolaan Perusahaan Air Minum (PAM) JAYA yang selama puluhan tahun dikuasai swasta.
Agung menekankan tarif air tetap diawasi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta.
“Mayoritas saham tetap dikuasai Pemerintah Provinsi Jakarta,” tambahnya sambil menekankan peluang pengelolaan yang lebih profesional dan efisien serta kedaulatan air untuk kepentingan ekonomi daerah.
Dekan Fakultas Administrasi Negara Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Reza Hariyadi, mengatakan dualitas air sebagai barang publik sekaligus barang ekonomi.
“Ketika air dipandang sebagai barang publik, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan tanpa memandang kemampuan ekonomi masyarakat… Air juga merupakan komoditas ekonomi yang memiliki nilai komersial,” ucapnya.
Reza menegaskan pentingnya akuntabilitas publik dalam transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda, agar dapat memenuhi dua fungsi sekaligus, menyediakan layanan publik yang merata dan tetap hidup sebagai entitas bisnis yang kuat.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Provinsi Jakarta, KH. Nurhadi, menyoroti dimensi teologis pengelolaan air. “Ini bukan cuma tanggung jawab institusi, tapi ini tanggung jawab teologis,” ujarnya.
Ia menjelaskan tiga pendekatan, Bayani (tekstual, berbasis agama), Burhani (sains dan teknologi untuk kemakmuran rakyat), dan Irfani (tasawuf, maksimalisasi potensi dan manajemen tepat).
Nurhadi menutup dengan menegaskan prinsip utama kebijakan publik. “Ketika bicara tentang kekuasaan pemerintahan, kebijakan pemimpin harus berbasis kemaslahatan rakyat, bukan kemaslahatan pemegang kuasa,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia Lokakarya yang juga Ketua Bidang Seni Budaya MUI Provinsi Jakarta, KH. Lutfi Hakim, menekankan air sebagai sumber kehidupan yang melampaui aspek material, memiliki makna spiritual, budaya, dan sosial.
“Air adalah sumber kehidupan itu sendiri. Dan itu diakui sejak peradaban manusia dimulai,” ungkapnya.
Lutfi mencontohkan tradisi siraman Jawa, upacara melukat Bali, dan simbol air dalam budaya Betawi, serta menyoroti tantangan privatisasi air di Jakarta. Lutfi menegaskan pentingnya tata kelola yang transparan dan bertanggung jawab sosial.
“Transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda harus dibaca sebagai momentum untuk memperkuat profesionalitas bisnis dan tanggung jawab sosial,” tambahnya.
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jakarta, KH. Auzai Mahfuz, menekankan air sebagai simbol universal dan peradaban.
“Air ini tidak mengenal agama. Nabi kita bersabda bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yang harus dipenuhi bersama, bergandengan tangan tanpa memandang keyakinan. Yang pertama adalah air, yang kedua udara, dan yang ketiga adalah api. Tiga hal ini menjadi hak bersama umat manusia,” jelasnya.
Dan dari air, lanjut Auzai, manusia dapat belajar tentang kebersamaan, keadilan, dan kearifan dalam mengelola alam.
"Air bukan hanya sumber kehidupan, tapi juga sumber strategi, sumber kekuatan, dan sumber peradaban. Dari air, kita belajar tentang kebersamaan, keadilan, dan kearifan dalam mengelola alam,” tuturnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Jakarta Institute: DPRD DKI Jangan Ragu Setujui IPO PAM Jaya |
![]() |
---|
Publik Tidak Perlu Khawatir Terkait Rencana IPO PAM Jaya |
![]() |
---|
PSI Tolak Rencana Privatisasi PAM Jaya Lewat IPO |
![]() |
---|
Fraksi PSI DKI Sebut PAM Jaya Masih Punya Pekerjaan Rumah, Jangan Buru-buru Berubah Jadi Perseroda |
![]() |
---|
Anggota DPRD Jakarta Fraksi PSI: PAM Jaya Lebih Cocok Tetap Sebagai Perumda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.