Revisi UU TNI
RUU TNI Disahkan, Penambahan Tugas TNI Tanggulangi Ancaman Siber Bisa Ancam Kebebasan Berekspresi
DPR RI mengesahkan revisi UU TNI yang menambah tugas TNI dalam menanggulangi ancaman siber. SAFEnet kritik potensi ancaman terhadap kebebasan ekspresi
Editor:
Glery Lazuardi
Ia menambahkan bahwa revisi ini berpotensi memperluas definisi ancaman siber hingga mencakup ruang digital secara lebih luas, yang bisa membatasi kebebasan berekspresi, terutama di media sosial.
Ancaman terhadap Data Pribadi dan Tumpang Tindih Regulasi
SAFEnet juga mengkritik fokus revisi UU TNI yang lebih mengutamakan ancaman siber terhadap negara dan militer, sementara ancaman terhadap data pribadi masyarakat sipil justru tidak mendapat perhatian yang memadai.
Selain itu, SAFEnet menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara revisi UU TNI dan berbagai regulasi lain, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Tumpang tindih ini bisa menciptakan ketidakpastian hukum dalam pengelolaan ruang digital dan keamanan siber di Indonesia.
Militerisasi Ruang Siber: Ancaman terhadap Supremasi Sipil
Lebih jauh lagi, SAFEnet menilai bahwa peran TNI yang semakin besar di ruang siber bisa mengancam supremasi sipil di Indonesia.
Salah satu kekhawatiran utama adalah kemungkinan prajurit aktif TNI menduduki jabatan strategis di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Ini dapat mempengaruhi independensi BSSN dalam merumuskan kebijakan yang harusnya bersifat netral dan bebas dari kepentingan militer.
“Jika prajurit TNI duduk di jabatan strategis BSSN, independensi badan tersebut dalam merumuskan kebijakan bisa terdistorsi oleh kepentingan militer, yang pada akhirnya dapat merugikan kebebasan sipil di Indonesia,” kata Nenden.
Tuntutan SAFEnet: Hapus Legitimasi Militerisasi Ruang Siber
SAFEnet dan DDRN mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menghapus ketentuan-ketentuan dalam revisi UU TNI yang dapat melegitimasi militerisasi ruang siber.
Mereka khawatir bahwa tanpa batasan yang jelas, perluasan peran TNI dalam menangani ancaman siber dapat mengancam kebebasan berpendapat dan hak privasi masyarakat di ruang digital.
“Pengesahan revisi UU TNI harus dibatalkan demi melindungi hak-hak digital masyarakat Indonesia,” tegas Nenden.
Rapat pengesahan revisi UU TNI di DPR RI dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi oleh Wakil Ketua DPR lainnya, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.
Dari pihak pemerintah, hadir Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, serta pejabat tinggi lainnya.
Dengan disahkannya revisi ini, perdebatan mengenai keseimbangan antara keamanan negara dan kebebasan sipil di ruang digital diperkirakan akan terus berlanjut di masyarakat.
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.