Sabtu, 13 September 2025

Revisi UU TNI

RUU TNI Disahkan, Penambahan Tugas TNI Tanggulangi Ancaman Siber Bisa Ancam Kebebasan Berekspresi

DPR RI mengesahkan revisi UU TNI yang menambah tugas TNI dalam menanggulangi ancaman siber. SAFEnet kritik potensi ancaman terhadap kebebasan ekspresi

Editor: Glery Lazuardi
freepik
MEDIA SOSIAL - DPR RI mengesahkan revisi UU TNI yang menambah tugas TNI dalam menanggulangi ancaman siber. SAFEnet kritik potensi ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan ruang digital. DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) Nomor 34 Tahun 2004 dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).   

Ia menambahkan bahwa revisi ini berpotensi memperluas definisi ancaman siber hingga mencakup ruang digital secara lebih luas, yang bisa membatasi kebebasan berekspresi, terutama di media sosial.

Ancaman terhadap Data Pribadi dan Tumpang Tindih Regulasi

SAFEnet juga mengkritik fokus revisi UU TNI yang lebih mengutamakan ancaman siber terhadap negara dan militer, sementara ancaman terhadap data pribadi masyarakat sipil justru tidak mendapat perhatian yang memadai.

Selain itu, SAFEnet menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara revisi UU TNI dan berbagai regulasi lain, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Tumpang tindih ini bisa menciptakan ketidakpastian hukum dalam pengelolaan ruang digital dan keamanan siber di Indonesia.

Militerisasi Ruang Siber: Ancaman terhadap Supremasi Sipil

Lebih jauh lagi, SAFEnet menilai bahwa peran TNI yang semakin besar di ruang siber bisa mengancam supremasi sipil di Indonesia.

Salah satu kekhawatiran utama adalah kemungkinan prajurit aktif TNI menduduki jabatan strategis di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Ini dapat mempengaruhi independensi BSSN dalam merumuskan kebijakan yang harusnya bersifat netral dan bebas dari kepentingan militer.

“Jika prajurit TNI duduk di jabatan strategis BSSN, independensi badan tersebut dalam merumuskan kebijakan bisa terdistorsi oleh kepentingan militer, yang pada akhirnya dapat merugikan kebebasan sipil di Indonesia,” kata Nenden.

Tuntutan SAFEnet: Hapus Legitimasi Militerisasi Ruang Siber

SAFEnet dan DDRN mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menghapus ketentuan-ketentuan dalam revisi UU TNI yang dapat melegitimasi militerisasi ruang siber.

Mereka khawatir bahwa tanpa batasan yang jelas, perluasan peran TNI dalam menangani ancaman siber dapat mengancam kebebasan berpendapat dan hak privasi masyarakat di ruang digital.

“Pengesahan revisi UU TNI harus dibatalkan demi melindungi hak-hak digital masyarakat Indonesia,” tegas Nenden.

Rapat pengesahan revisi UU TNI di DPR RI dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi oleh Wakil Ketua DPR lainnya, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

Dari pihak pemerintah, hadir Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, serta pejabat tinggi lainnya.

Dengan disahkannya revisi ini, perdebatan mengenai keseimbangan antara keamanan negara dan kebebasan sipil di ruang digital diperkirakan akan terus berlanjut di masyarakat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan