Jumat, 12 September 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Singgung Kasus CPO, Mahfud MD Nilai Kini Kasus Korupsi Justru Timbulkan Korupsi Baru di Pengadilan

Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD ikut mengomentari soal kasus dugaan suap dalam pemberian vonis onslag atau lepas perkara korupsi CPO.

Tribunnews.com/ Ibriza
KASUS EKSPOR CPO - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024). Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD ikut menanggapi soal kasus dugaan suap dalam pemberian vonis onslag atau lepas perkara korupsi crude palm oil (CPO) yang menyeret hakim pengadilan. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD ikut menanggapi soal kasus dugaan suap dalam pemberian vonis onslag atau lepas perkara korupsi crude palm oil (CPO) yang menyeret hakim pengadilan.

Mahfud MD menilai kini makin banyak bermunculan kasus korupsi yang melibatkan hakim-hakim pengadilan.

Dan yang terbaru, kasus suap dalam perkara korupsi CPO ini melibatkan tiga hakim, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Atas dasar itulah Mahfud kemudian merasa bahwa dunia peradilan di Indonesia kini sudah sangat busuk.

"Kalau melihat seluruh rangkaian kejadian dalam beberapa waktu terakhir ini memang nampaknya dunia peradilan kita itu kan, saya minta maaf harus mengatakan, sudah sangat busuk gitu ya," kata Mahfud dilansir Kompas TV, Selasa (15/4/2025).

Mahfud menambahkan, kini kasus korupsi makin marak terjadi.

Bahkan banyak kasus korupsi yang justru menimbulkan kasus korupsi baru di pengadilan.

"Dimana-mana selalu terjadi korupsi, terutama kalau menyangkut kasus korupsi."

"Jadi korupsi menimbulkan korupsi baru di pengadilan," ungkap Mahfud.

Untuk diketahui, kasus suap hakim Rp 60 miliar ini bermula dari vonis lepas atau onslag terhadap korporasi dalam perkara korupsi ekspor CPO atau bahan baku minyak goreng.

Baca juga: Kejagung Pertimbangkan Penangkapan 3 Hakim Jadi Alasan Ajukan Kasasi Vonis Lepas Kasus CPO ke MA

Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka dan diduga menerima suap Rp 60 miliar.

Selain Arif, tiga hakim lain--Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto--juga diduga menerima Rp 22,5 miliar. 

Mereka diduga bersekongkol bersama dua pengacara dan seorang panitera muda PN Jakarta Utara.

Sinyal Kuat Praktik Mafia Peradilan Masih Merajalela

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman, menilai pengungkapan dugaan suap hakim senilai Rp 60 miliar dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO) merupakan sinyal kuat praktik mafia peradilan masih merajalela di Indonesia.

Menurutnya, kasus ini bisa jadi hanyalah bagian kecil dari persoalan yang lebih besar.

"Terungkapnya suap Rp 60 miliar untuk membeli putusan dalam perkara korupsi ekspor CPO tentu ini sangat memprihatinkan dan juga jangan-jangan ini merupakan fenomena puncak gunung es," ujar Zaenur saat dihubungi, Selasa (15/4/2025).

"Ini hanya terlihat di atasnya saja, jangan-jangan di bawahnya juga masih banyak. Artinya kejadian-kejadian seperti ini juga masih terjadi di banyak kasus gitu ya," sambungnya.

Baca juga: Kejagung Masih Telusuri Sisa Aliran Uang Suap Vonis Lepas Korporasi CPO

Zaenur juga mengingatkan ihwal fenomena hakim menjadi tersangka kasus korupsi bukan hal baru. 

Beberapa kasus sebelumnya menunjukkan pola serupa terjadi berulang, mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung.

"Sebelumnya di kasus Ronald Tanur, di PN Surabaya, juga sebelumnya ada di Mahkamah Agung, menjerat Hakim Agung. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa mafia hukum itu masih mencengkram dunia penegakan hukum kita," tuturnya.

Baca juga: Suap Kasus CPO Rp 60 Miliar: Pukat UGM Soroti Lemahnya Pengawasan Hakim, Hukum Masih Bisa Dibeli

Kejagung Telusuri Aliran Uang Suap

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menelusuri sisa uang suap untuk pemberian vonis onslag atau lepas perkara korupsi CPO yang menyeret hakim pengadilan.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan pihaknya berpeluang untuk mengonfrontasi ketujuh tersangka untuk mengetahui sisa uang suap.

"Kemungkinan penyidik melakukan konfrontir bisa saja," kata Harli kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).

Diketahui, ada uang Rp60 miliar yang diberikan pengacara terdakwa terhadap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta saat menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Baca juga: 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Bentuk Satgassus hingga Revisi Aturan Mutasi-Promosi

Uang tersebut sudah dibagi ke 3 orang majelis hakim yang ditunjuk menyidangi perkara tersebut hanya senilai Rp22,5 miliar.

Konfrontasi ini juga disebut Harli, untuk memastikan apakah jumlah uang suap yang diterima benar senilai Rp60 miliar atau tidak.

"Nah, itu juga yang terus didalami oleh penyidik. Makanya penyidik hari-hari ini melakukan pemanggilan terhadap para tersangka yang tentu juga sebagai saksi. Nah, jadi ini yang perlu didudukkan, karena sesuai dengan persangkaannya kan diduga menerima Rp60 miliar," ungkapnya.

Untuk informasi, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

Baca juga: Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab

Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.

Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari.

Baca juga: Makelar Kasus Zarof Ricar Bantah Terlibat Kasus Suap Korporasi CPO, Tantang Kejaksaan Agung Buktikan

Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut.

Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.

"Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar," tuturnya.

Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.

Baca juga: Reaksi Komisi Yudisial dalam Skandal Suap Hakim di Kasus CPO: Kami Siap Berkoordinasi

"Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut," ungkapnya.

Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Abdi Ryanda Shakti)

Baca berita lainnya terkait Kasus Suap Ekspor CPO.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan