Senin, 11 Agustus 2025

Tanggapan Golkar, PDIP, PKB, PAN, dan Gerindra Sikapi Isu Pemakzulan Wapres Gibran

Anggota DPR sebagai bagian dari MPR RI menurut UUD, memegang peranan penting melakukan pemakzulan presiden dan wapres RI.

Editor: Hasanudin Aco
KOMPAS.com/ANDHI DWI
GANTI GIBRAN - Wapres RI, Gibran Rakabuming Raka saat sidang di Pasar Atom, Surabaya, Jawa Timur , Selasa (28/1/2025). Akhir-akhir ini muncul usul mengganti Gibran dari kursi Wapres RI. 

Komarudin pun menyarankan, tim kajian yang mungkin dibentuk MPR ini berisikan para akademisi dan para pakar yang berkompeten. 

Sebab, jika diisi oleh para politisi, akan dianggap adanya kepentingan politik di dalamnya.

Hal itu disampaikan Komarudin saat dimintai tanggapannya usulan Purnawirawan TNI untuk mencopot Gibran sebagai Wapres.

“MPR harus ada tim kajian. Kalau mereka ragu, kalau politisi bicara ya nanti dianggap ada kepentingan politik pro kontra disitu. Bisa diambil kelangan netral dari akademisi atau para pakar untuk melakukan kajian secara komprehensif terhadap usulan itu,” kata Komarudin di Jakarta, Selasa (29/4/2025) malam.

Ketua Bidang Kehormatan PDIP ini menilai, pembentukan tim kajian ini akan melihat dan menganalisa apakah usulan para Purnawirawan TNI ini masuk ke dalam ranah konstitusi atau tidak.

Tanggapan PKB

Anggota DPR dari Fraksi PKB Abdullah mengatakan langkah politik mengganti Wapres Gibran  tidak mudah dilaksanakan, karena banyak syarat yang harus dipenuhi sesuai yang diatur dalam konstitusi.

Abdullah mengatakan, proses pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden RI dapat dilakukan, jika Presiden melakukan pelanggaran berat, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan

"Tidak mudah untuk melengserkan presiden atau wakil presiden. Sejumlah langkah harus dilalui," kata dia kepada wartawan, Rabu (30/4/2025).

Ia menjelaskan dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Kemudian Pasal 7B menjelaskan, proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu mengatakan, DPR harus terlebih dulu mengajukan proposal pemberhentian kepada MPR. 

Kemudian, MPR melakukan investigasi dan pemeriksaan. Lalu MPR mengadakan sidang untuk membahas proposal pemberhentian dan mendengarkan keterangan presiden. 

"MPR dapat memutuskan untuk memberhentikan presiden atau wakil presiden jika terbukti melakukan pelanggaran berat baik pada saat menjabat maupun sebelum menjabat," ujarnya.

Misalnya, terbukti pernah melakukan korupsi atau bersekongkol dalam skandal korupsi seperti Presiden Korea Selatan  Park Geun-hye.

Dia pun mengajak semua pihak, baik elite politik, tokoh masyarakat, agamawan, dan masyarakat secara umum untuk lebih fokus mendukung pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Tanggapan PAN

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan