Penulisan Ulang Sejarah RI
Ragukan Diksi 'Massal', Fadli Zon Bandingkan Pemerkosaan Tahun 98 dengan Pembantaian di Nanjing RRC
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mempertanyakan diksi "massal" dalam kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kebudayaan Fadli Zon mempertanyakan diksi "massal" dalam kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998.
Fadli bahkan membandingkannya dengan peristiwa pembantaian sipil di Nanjing, China, oleh tentara Jepang yang memakan 100.000 sampai 200 ribu korban jiwa.
"Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras," ujar Fadli dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (2/7/2025).
Politisi Gerindra itu mengaku siap berdiskusi soal kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998. Dia menegaskan bahwa tak ada penyangkalan terjadinya kasus tersebut.
Dia juga menyinggung pernyataan aktivis hak asasi manusia (HAM) Sidney Jones, yang disebut kesulitan menemukan korban secara langsung dalam investigasi.
"Ini Majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu tahun '98, dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan (investigasi)," ucap Fadli sambil mengangkat Majalah Tempo.
Dia juga sudah membaca laporam TGPF Kerusuhan Mei 1998.
Namun,Fadli tetap menekankan perlunya pendalaman akurasi data agar tidak bermuara kepada kesimpulan yang menyesatkan.
"Kita tidak ingin ini menjadi narasi adu domba dan kita kemudian mengenyampingkan ketelitian. Pendokumentasian yang kokoh itu masalahnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Fadli Zon memberikan klarifikasi terkait pernyataannya soal kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998.
Fadli menilai bahwa istilah “perkosaan massal” membutuhkan verifikasi fakta yang lebih kuat.
"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini," kata Fadli Zon melalui keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).
"Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya menambahkan.
Menurut Fadli, kerusuhan pada masa itu memang menyimpan banyak bentuk kejahatan, tetapi labelisasi “massal” terhadap kekerasan seksual harus digunakan dengan sangat hati-hati.
"Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik," ungkapnya.
Dia menyebut laporan investigatif dari media maupun dokumen resmi saat itu tidak menyajikan data yang cukup kuat.
"Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif," ucapnya.
Menanggapi kritik soal penghilangan narasi perempuan dalam buku Sejarah Indonesia, Fadlimenyatakan bahwa justru semangat utamanya adalah untuk memperkuat kontribusi perempuan.
"Justru sebaliknya, salah satu semangat utama penulisan buku ini adalah memperkuat dan menegaskan pengakuan terhadap peran dan kontribusi perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa," tuturnya.
Dia juga menyampaikan bahwa isu-isu perempuan telah diakomodasi dalam penyusunan buku hingga Mei 2025, termasuk sejarah gerakan perempuan, kekerasan berbasis gender, dan kesetaraan dalam pembangunan.
Terakhir, Fadli mengajak publik untuk terlibat dalam dialog terbuka dan konstruktif mengenai penyusunan narasi sejarah.
“Prinsip keterbukaan, partisipasi publik, profesionalisme dan akuntabilitas tentu tetap menjadi dasar penyusunan sejarah. Kami akan melakukan diskusi publik yang terbuka untuk menerima masukan dari berbagai kalangan, termasuk para tokoh dan komunitas perempuan, akademisi, dan masyarakat sipil,” ungkapnya.
“Sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang tanggung jawab kita di masa kini dan masa depan. Karena itu, mari kita menjadikannya ruang bersama untuk membangun pembelajaran, empati, dan kekuatan pemersatu,” tambahnya.
Penulisan Ulang Sejarah RI
Respons Fadli Zon Soal DPR Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah RI: Ya Baguslah |
---|
Observo Center: Menulis Ulang Sejarah, Menguatkan Nasionalisme |
---|
Dikte Fadli Zon Soal Penulisan Ulang Sejarah RI, Ahmad Dhani: Negara Wajib Mencerdaskan Bangsa |
---|
Kala Tangisan 2 Anggota DPR Tak Cukup Buat Fadli Zon Akui Ada Pemerkosaan Massal pada Mei 1998 |
---|
Fadli Zon Pastikan Uji Publik Naskah Sejarah RI Dilakukan Juli Ini: Bukan Karena Desakan Warga Sipil |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.