Senin, 8 September 2025

UU TNI

Mahasiswa UI Heran Sikap Dosennya di Sidang UU TNI: Tak Sesuai Ajaran di Kelas

Mahasiswa UI kritik dosennya sendiri di sidang MK soal UU TNI. Nilai yang diajarkan di kelas tak sejalan dengan sikapnya di ruang sidang.

Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow
GUGATAN UU TNI - Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (21/7/2025). Dalam persidangan, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) selaku pemohon mengkritik pernyataan dosennya sendiri, Prof. Satya Arianto, Guru Besar Fakultas Hukum UI, yang hadir sebagai ahli pihak DPR terkait UU TNI.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) selaku pemohon menyampaikan keheranan terhadap pernyataan Prof. Satya Arianto, Guru Besar Fakultas Hukum UI, yang hadir sebagai ahli DPR dalam sidang uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (21/7/2025).

Dalam persidangan, perwakilan mahasiswa yang menjadi salah satu pemohon perkara Nomor 59/PUU-XXII/2024 itu, Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, menyampaikan secara langsung bahwa apa yang disampaikan Prof. Satya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan sang dosen di ruang kelas.

Muhammad Fawwaz bersama dua mahasiswa lainnya, Muhammad Bagir Shadr dan hariq Qudsi Al Fahd, hadir di MK sebagai pihak pemohon gugatan UU TNI ini.

"Kami di sini pemohon adalah mahasiswa Prof juga semester kemarin yang mengilhami kuliah hukum dan HAM yang prof ajar tentang hak sipil dan politik salah satu materinya," kata Fawwaz di ruang sidang MK.

Fawwaz menilai pernyataan Prof. Satya di sidang tidak selaras dengan prinsip-prinsip yang mereka pelajari di bangku kuliah, khususnya soal hak sipil dan kontrol sipil terhadap militer. 

"Kami hanya bertanya-tanya karena partisipasi para pemohon disebut tidak memiliki legal standing dianggap tidak bertautan langsung, berbeda dengan mungkin yang saat itu yang prof ajarkan saat kuliah," sambungnya.

Baca juga: Revisi UU Pemilu Belum Dibahas DPR Usai Putusan MK, Komisi II Tunggu Momentum

Pernyataan itu ia sampaikan setelah Prof. Satya menjelaskan bahwa keterlibatan militer dalam ranah sipil bisa saja dilakukan dalam situasi tertentu, sebagaimana ditentukan oleh presiden dan undang-undang.

Menanggapi langsung pernyataan mahasiswanya, Prof. Satya menyatakan tidak sepenuhnya mengingat apakah Fawwaz pernah mengikuti kuliahnya secara langsung.

"Saya juga engga hafal kalau pernah ikut kuliah apa enggak karena banyak sekali mungkin yang saya pernah mengajar, tapi yang pernah ikut kuliah saya bukan Anda satu-satunya, di tempat lain juga ada," ucapnya.

"Yang seingat saya, kalau di HAM dan good governance saya tidak pernah mengajar teori perundang-undangan. Jadi yang materi tadi jangan seolah-olah anda bilang saya pernah ngajar terus anda balik di sini bahwa saya pernah mengajarkan partisipasi publik," sambungnya,

Gugatan terhadap UU TNI tersebut diajukan oleh sejumlah mahasiswa dan aktivis HAM, termasuk Fawwaz, dengan alasan proses revisi undang-undang tersebut tidak melibatkan partisipasi publik secara memadai dan membuka celah dominasi militer di ranah sipil.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan bahwa proses pembentukan UU TNI bertentangan dengan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Sidang ini merupakan bagian dari pengujian formil terhadap revisi UU TNI yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025. Gugatan yang diajukan oleh tiga mahasiswa UI itu terdaftar dalam perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025.

Baca juga: Sering Absen, DPR Disebut Tidak Serius Ikut Sidang Uji Formil UU TNI di MK

Selain perkara nomor 56, terdapat empat perkara lain yang diajukan dengan substansi serupa, yaitu nomor 45, 69, 75, dan 81. Agenda persidangan kali ini adalah mendengarkan keterangan ahli dari pihak DPR.

Selain Satya Arianto, dua ahli lain yang dihadirkan DPR adalah Ibnu Sina Chandranegara, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Faisal Santiago, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Borobudur.

Sidang ini menjadi sorotan publik karena mempertemukan guru dan murid dalam posisi berseberangan secara akademik dan hukum.

Kritik mahasiswa mencerminkan adanya kekhawatiran generasi muda terhadap kembalinya peran militer ke wilayah sipil, dan mempertanyakan konsistensi nilai yang mereka pelajari di kelas dengan praktik kebijakan negara saat ini.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan