Kamis, 2 Oktober 2025

Wamen Hukum Sebut Pemohon yang Gugat Masa Jabatan Kapolri Tidak Dalam Posisi Dirugikan

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyatakan pemohon yang gugat masa jabatan Kapolri tidak dalam posisi dirugikan.

Dok. Ardito Ramadhan/Kompas.com
UU POLRI - Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menilai para pemohon dalam perkara Nomor 19/PUU-XXIII/2025 tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 11 ayat (2) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terkait aturan masa jabatan Kapolri.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menilai para pemohon dalam perkara Nomor 19/PUU-XXIII/2025 tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 11 ayat (2) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terkait aturan masa jabatan Kapolri. 

Para pemohon juga disebut tidak dalam posisi yang dirugikan atas aturan masa jabatan itu. 

Baca juga: Gugatan UU Polri di MK, Pemerintah Tegaskan Pemberhentian Kapolri Adalah Hak Prerogatif Presiden

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, saat mewakili pemerintah memberikan keterangan dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Pasal 11 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur secara rinci tentang pengangkatan dan pemberhentian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). 

Ini adalah pasal penting karena menyangkut mekanisme kontrol dan akuntabilitas terhadap pimpinan tertinggi institusi Polri.

"Terkait dengan kedudukan hukum atau legal standing para pemohon, pemerintah berpendapat bahwa para pemohon tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi atau setidak-tidaknya dihalangi hak konstitusionalnya," kata Eddy di ruang sidang.

Ia menambahkan, dalil para pemohon terkait kepentingan untuk mengontrol kekuasaan Kapolri melalui pembatasan masa jabatan tidak bersifat spesifik dan aktual.

Selain itu, menurut pemerintah, para pemohon yang berstatus sebagai mahasiswa dan pelajar tidak menjelaskan secara rinci bentuk kerugian konstitusional yang akan hilang bila permohonan dikabulkan.

"Para pemohon tidak dapat menguraikan bahwa dengan dikabulkannya permohonan mereka, kerugian atau potensi kerugian atas hak konstitusional mereka sebagai pelajar atau mahasiswa tidak lagi atau tidak akan terjadi," ujar Eddy.

Lebih lanjut, ia menyebut tidak ada hubungan sebab-akibat antara status para pemohon dengan norma yang diuji.

"Tidak terdapat hubungan sebab akibat atau kausal verban antara kerugian Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI dengan status para pemohon sebagai pelajar atau mahasiswa dan berlakunya ketentuan terkait usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dalam Pasal 11 ayat (2) berikut penjelasannya," jelasnya.

Atas dasar itu, pemerintah berpendapat para pemohon tidak memenuhi syarat legal standing sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK maupun berdasarkan putusan MK sebelumnya, seperti Putusan Nomor 006/PUU‑III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU/V/2007.

Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh tiga orang.

Berdasarkan informasi dalam surat permohonan, status mereka bukan mahasiswa melainkan konsultan hukum.

Mereka adalah Syukur Destieli Gulu, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved