Minggu, 24 Agustus 2025

Respons Aminuddin Ma'ruf soal Koalisi Sipil Laporkan 33 Wamen ke KPK Gegara Rangkap Jabatan di BUMN

Wamen BUMN, Aminuddin Ma'ruf menanggapi pelaporan Koalisi Sipil terhadap dirinya dan 32 wamen di Kabinet Merah Putih ke KPK.

Penulis: Reza Deni
/Warta Kota/Yulianto
DILAPORKAN KOALISI SIPIL - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aminuddin Ma'ruf saat menjawab pertanyaan dari para awak media usai meninjau program Cek Kesehatan Gratis saat ulang tahun di Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (10/2/2025). Aminuddin beri respons soal laporan Koalisi Sipil terhadap 33 wamen yang rangkap jabatan di BUMN ke KPK. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Aminuddin Ma'ruf, buka suara soal pelaporan dari Koalisi Masyarakat Sipil terhadap dirinya dan juga 32 wakil menteri Kabinet Merah Putih ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Adapun pelaporan tersebut terkait rangkap jabatan para wakil menteri di perusahaan BUMN.

Ditemui di acara Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ), Aminuddin hanya menjawab singkat soal adanya pelaporan tersebut.

"Masa saya yang dilapori, saya yang komentar, enggak etislah," kata Aminuddin, Jumat (22/8/2025).

Lebih lanjut, Aminuddin pun tidak mengatakan apa-apa lagi.

Dia kembali duduk di kursinya dan tidak berkomentar apa pun soal hal tersebut.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil melaporkan 2 menteri dan 33 wakil menteri (wamen) di kabinet Presiden Prabowo Subianto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (20/8/2025).

Laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dan konflik kepentingan yang timbul dari praktik rangkap jabatan para pejabat negara tersebut sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Koalisi yang terdiri dari Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TI Indonesia), dan Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (PANDEKHA) FH UGM menilai praktik ini tidak hanya melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi juga membuka celah korupsi melalui rangkap penghasilan dan melemahkan fungsi pengawasan di BUMN.

"Rangkap jabatan ini menimbulkan potensi korupsi disebabkan rangkap penghasilan/pendapatan yang diperoleh dari dua jabatan yang berbeda. Selain itu, rangkap jabatan semakin menguatkan praktik konflik kepentingan dalam pengelolaan BUMN," ujar perwakilan koalisi, Bagus Pradana dari TI Indonesia, melalui keterangan tertulis, Rabu (20/8/2025).

Koalisi menyoroti ironi dari situasi ini, mengingat Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraannya pada 15 Agustus 2025 secara spesifik menyebut korupsi di BUMN sebagai masalah besar.

Baca juga: Diduga Langgar Aturan, 2 Menteri dan 33 Wamen Prabowo Dilaporkan ke KPK Soal Rangkap Jabatan

Namun, presiden justru dinilai merestui para pembantunya untuk menduduki posisi komisaris.

Praktik ini, menurut mereka, mengabaikan pelajaran dari skandal korupsi besar di BUMN seperti PT Asabri dan PT Jiwasraya, di mana Ombudsman RI pada 2019 menemukan adanya kelemahan sistem pengawasan yang salah satunya disebabkan oleh rangkap jabatan dewan komisaris.

Tabrak Sejumlah Undang-Undang

Koalisi masyarakat sipil membeberkan setidaknya ada lima aturan yang secara gamblang dilanggar oleh praktik rangkap jabatan ini, yaitu:

1. UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara: Pasal 23 secara eksplisit melarang menteri merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara. Larangan ini juga berlaku bagi wakil menteri sesuai Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019.

2. UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN: Pasal 27B melarang komisaris merangkap jabatan lain yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

3. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Pasal 17 melarang pelaksana pelayanan publik dari instansi pemerintah untuk merangkap sebagai komisaris.

4. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Praktik ini dianggap melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas kepastian hukum.

5. Peraturan Menteri BUMN No. PER-3/MBU/03/2023: Aturan internal BUMN sendiri mensyaratkan anggota Dewan Komisaris tidak sedang menduduki jabatan yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

Atas dasar itu, koalisi mendesak dua hal utama:

1. Meminta KPK untuk segera memproses hukum laporan ini dan merekomendasikan kepada Presiden untuk melarang total praktik rangkap jabatan.

2. Meminta Presiden untuk memberhentikan seluruh menteri dan wakil menteri yang saat ini merangkap jabatan.

Tanggapan KPK

Menanggapi laporan tersebut, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan apresiasinya terhadap perhatian masyarakat sipil dalam upaya pemberantasan korupsi.

Pihaknya memandang laporan ini sebagai langkah mitigasi untuk mencegah potensi konflik kepentingan (conflict of interest).

"Tentu kami memandang laporan aduan tersebut sebagai bentuk kecintaan teman-teman untuk memitigasi dan mencegah supaya potensi-potensi adanya benturan kepentingan dalam pelaksanaan pemerintahan ini bisa kita cegah," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Saat ditanya apakah KPK akan menegur Presiden Prabowo secara langsung mengingat penunjukan ini merupakan perintahnya, Budi menyatakan pihaknya akan terlebih dahulu mengkaji laporan dari akademisi dan masyarakat sipil.

"Nanti kami akan melihat pandangan dan kajian dari teman-teman akademisi dan masyarakat sipil ya seperti apa. Tentu itu akan menjadi pengayaan dan diskursus bagi KPK dalam melihat potensi korupsi, khususnya potensi konflik kepentingan pada rangkap jabatan ini," ujar Budi. (*)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan