Demo di Jakarta
Mengenal Pam Swakarsa: Ini Asal Usul, Sejarah, dan Kontroversi dalam Operasi Pengamanan
Pam Swakarsa kembali muncul lewat surat GM FKPPI, TNI pastikan partisipasi masyarakat bersifat imbauan dan kolaborasi aman.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM - Setelah sempat menjadi bagian kontroversial dalam sejarah pengamanan sipil Indonesia, wacana kebangkitan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) kembali mencuat.
Beredar salinan surat dari GM FKPPI yang memuat instruksi pembentukan Pam Swakarsa di seluruh Indonesia, disebut sebagai tindak lanjut dari imbauan Asisten Teritorial Panglima TNI.
FKPPI adalah singkatan dari Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri.
Organisasi ini didirikan pada 12 September 1978 sebagai wadah silaturahmi dan komunikasi antar anak-anak purnawirawan serta anggota aktif TNI dan Polri.
FKPPI memiliki kepengurusan di tingkat pusat (DPP), daerah (DPD), cabang, hingga rayon. Salah satu sayap kepemudaannya adalah GM FKPPI (Generasi Muda FKPPI), yang aktif dalam kegiatan sosial dan pengabdian masyarakat.
Organisasi ini lahir dari inisiatif tokoh-tokoh seperti Surya Paloh, Yoseano Waas, dan Agus Santoso, yang ingin membentuk wadah anak-anak purnawirawan untuk tetap berperan aktif dalam menjaga persatuan bangsa.
Tujuan utama FKPPI memperkuat persaudaraan dan solidaritas antar anggota keluarga besar TNI/Polri, menanamkan nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air, dan semangat bela negara, dan berkontribusi dalam pembangunan nasional melalui kegiatan sosial, budaya, dan pendidikan.
Di tengah situasi unjuk rasa yang memanas, publik kembali menyoroti asal usul, tujuan awal, dan siapa penggagas utama Pam Swakarsa dalam lanskap keamanan nasional.
Pam Swakarsa adalah singkatan dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa, yaitu kelompok sipil yang dibentuk atas inisiatif militer untuk membantu pengamanan wilayah dalam situasi tertentu.
Istilah ini pertama kali mencuat pada Sidang Istimewa MPR tahun 1998, ketika TNI mengorganisir warga sipil untuk menghadang aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi.
Karakteristik Pam Swakarsa (versi awal 1998)
Dibentuk oleh TNI sebagai respons terhadap gelombang demonstrasi mahasiswa.
Beranggotakan warga sipil yang dilengkapi dengan senjata tajam seperti bambu runcing dan golok.
Bertugas mengamankan lokasi strategis seperti Gedung DPR/MPR dan titik-titik demonstrasi.
Kerap terlibat bentrokan fisik dengan massa aksi dan menuai kritik dari publik serta aktivis HAM.
Pam swarkasa bertujuan menjaga stabilitas dan kelancaran Sidang Istimewa MPR, menunjukkan dukungan terhadap agenda politik tertentu di masa transisi Orde Baru.
Kontroversi Pam Swakarsa
Pam Swakarsa dibentuk sebagai upaya untuk menghadapi gerakan demonstrasi yang mulai berkembang di kalangan mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil yang menentang penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR 1998.
Seperti diberitakan oleh Harian Kompas pada 12 November 1998, pasukan ini muncul sebagai bentuk pengamanan masyarakat yang diorganisir untuk menjaga kelancaran sidang tersebut, yang dianggap berisiko besar terganggu oleh aksi protes.
Panglima ABRI saat itu, Jenderal TNI Wiranto, menjelaskan bahwa pembentukan Pam Swakarsa sangat penting untuk menjaga agar Sidang Istimewa MPR 1998 tidak diganggu oleh pihak-pihak yang ingin menggagalkannya.
"Kehadiran Pam Swakarsa sangat diperlukan untuk mengamankan jalannya sidang dan memastikan stabilitas politik," kata Wiranto, yang pada waktu itu memimpin pasukan pengamanan. Namun, kenyataan di lapangan justru berbeda.
Alih-alih berfungsi sebagai pengamanan sipil yang damai, Pam Swakarsa terlibat dalam sejumlah bentrokan fisik dengan mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya yang menentang sidang tersebut.
Bentrokan ini terjadi terutama di sekitar kawasan Istora Senayan, lokasi Sidang Istimewa MPR berlangsung. Jumlah anggota Pam Swakarsa yang tercatat mencapai sekitar 30.000 orang, dan mereka tersebar di beberapa titik strategis di sekitar Istora Senayan, termasuk beberapa masjid yang dijadikan tempat berkumpul.
Sejumlah anggota Pam Swakarsa mengaku telah diajak seseorang yang tak mereka kenal. Heru, misalnya, keterlibatannya dimulai suatu siang hari ketika hendak beristirahat.
"Ternyata ada ramai-ramai dikasih nasi bungkus untuk makan siang. Kemudian disuruh mendaftar," kata dia.
Dari pendaftaran tersebut, Heru dimasukkan dalam satu kelompok terdiri 40 orang yang dikoordinir oleh Edi.
Edi-lah yang menentukan kelompok tersebut harus ke mana tiap harinya. Dari serangkaian petunjuk yang diterimanya, Heru dan kawan-kawannya bertugas menahan aksi mahasiswa.
"Kalau ada demonstrasi mahasiswa, kita diminta menahan mereka. Pesannya, kita tidak boleh marah dan jangan emosi. Pokoknya cuma menjaga mahasiswa," jelas Heru.
Dengan ikut menjadi anggota Pam Swakarsa, ia mengaku memperoleh uang saku Rp 10.000 per hari.
Sementara, Jeleng Simanjuntak, warga Bogor yang berjualan minuman di pelataran Masjid Istiqlal mengaku diminta untuk mencari massa yang bersedia ikut Pam Swakarsa.
Ia pun tak mengenali orang yang menyuruhnya itu. Anggota Pam Swakarsa yang jumlahnya ribuan itu terlihat bermarkas di kawasan Istora Senayan. Mereka umumnya menginap di sebuah masjid sekitar Senayan.
Salah satu kelompok yang menyumbangkan massa untuk Pam Swakarsa adalah Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon), yang menyatukan ribuan orang untuk mendukung jalannya sidang.
"Kami dengan rela akan membubarkan diri dan tidur nyenyak kalau pihak-pihak yang anti-SI juga mundur, kami akan mundur dari jalan-jalan. Tetapi kalau mereka tetap ada di jalan-jalan, kami akan tetap bertahan," kata Ketua Furkon Komaruddin Rachmat.
Konflik dan Bentrokan dengan Mahasiswa
Selama delapan hari aksi, sejak 6 hingga 13 November 1998, Pam Swakarsa berusaha mencegah para demonstran yang berusaha menggagalkan Sidang Istimewa MPR.
Salah satu contoh adalah ketika Kivlan Zen, yang kala itu terlibat dalam koordinasi Pam Swakarsa, menggerakkan pasukan untuk menghadapi aksi protes mahasiswa yang semakin besar.
Kivlan mengungkapkan dalam bukunya, "Kami diinstruksikan untuk menahan aksi mahasiswa tanpa emosi dan untuk menjaga mereka agar tidak mengganggu jalannya sidang."
Namun, tindakan keras yang dilakukan Pam Swakarsa terhadap para demonstran semakin memunculkan ketegangan. Para mahasiswa yang menuntut penghapusan Dwi Fungsi ABRI dan menolak kehadiran Habibie sebagai presiden melalui jalur Sidang Istimewa, berhadapan langsung dengan pasukan sipil ini.
Bahkan, salah satu tragedi berdarah yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa Semanggi I terjadi pada 12 November 1998, ketika Pam Swakarsa terlibat dalam bentrokan dengan mahasiswa di Jalan Sudirman, Semanggi, yang menewaskan beberapa mahasiswa.
Setelah berakhirnya Sidang Istimewa MPR 1998, Pam Swakarsa secara resmi dibubarkan. Keberadaannya yang penuh kontroversi ini menghilang seiring dengan berakhirnya transisi politik dari era Orde Baru menuju era Reformasi.
Namun, pamor Pam Swakarsa kembali terungkap dalam kasus hukum yang melibatkan Kivlan Zen, yang mengajukan gugatan terhadap Wiranto terkait dana pembentukan pasukan tersebut.
Pada 3 September 2019, Kivlan Zen menuntut Wiranto terkait dana yang disalurkan untuk pembentukan Pam Swakarsa. Kivlan mengklaim bahwa meskipun biaya yang diperlukan mencapai Rp 8 miliar, hanya Rp 400 juta yang disalurkan oleh Wiranto.
Akibatnya, Kivlan mengeluarkan dana pribadinya untuk menutupi kekurangan tersebut. Dalam gugatannya, Kivlan juga meminta ganti rugi material yang mencapai Rp 1 triliun, terkait dengan biaya operasional dan kerugian yang ditanggungnya.
Menurut kesaksian Kivlan, pada 4 November 1998, Wiranto memanggilnya ke Mabes ABRI dan memerintahkan untuk mengerahkan massa dalam mendukung Sidang Istimewa MPR.
Kivlan yang saat itu tidak memiliki kewenangan untuk memimpin operasi semacam itu, akhirnya melaksanakan perintah tersebut setelah dijanjikan jabatan baru setelah tugas selesai.
Kivlan kemudian mengumpulkan dana sebesar Rp 400 juta dan membagi-bagikannya untuk 30 ribu anggota Pam Swakarsa yang terlibat dalam operasi ini. Bentrokan antara Pam Swakarsa dengan mahasiswa dan masyarakat sipil memuncak pada Tragedi Semanggi I pada 12 November 1998.
Mahasiswa yang berunjuk rasa menuntut perubahan politik dihadang oleh aparat keamanan, termasuk Pam Swakarsa, yang menyebabkan sejumlah korban jiwa.
Aksi protes mahasiswa yang dimulai pada 11 November tersebut akhirnya berujung pada kekerasan dan jatuhnya korban di jalanan.
Pam Swakarsa, meskipun dibubarkan setelah Sidang Istimewa MPR 1998, meninggalkan jejak kontroversial dalam sejarah transisi Indonesia menuju Reformasi.
Bentrokan yang melibatkan pasukan ini, serta peranannya dalam peristiwa-peristiwa penting seperti Peristiwa Semanggi I, masih dikenang sebagai bagian dari perubahan besar yang mengguncang negara pasca-Orde Baru.
Tragedi tersebut menjadi salah satu catatan hitam dalam sejarah politik Indonesia yang tak akan terlupakan.
Pam Swakarsa Muncul Kembali
Kini Pam Swarkasa muncul kembali. Beredar di kalangan wartawan pada Selasa (2/9) foto yang memuat salinan surat di layar komputer terkait instruksi pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) di seluruh Indonesia.
Salinan surat tersebut beredar menyusul unjuk rasa berujung kericuhan di sejumlah wilayah di Indonesia yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Salinan surat tersebut memuat kop bertuliskan Pengurus Pusat Generasi Muda Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (GM FKPPI). Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Pengurus Daerah, Ketua Pengurus Cabang, Ketua Pengurus Rayon, GM FKPPI Se-Indonesia.
Pada bagian awal tubuh surat tertulis instruksi GM FKPPI tersebut merupakan tindaklanjut dari perintah Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI. Terdapat lima poin instruksi dalam surat tersebut.
Pertama, agar segera berkoordinasi resmi dengan jajaran TNI di wilayah masing-masing. Kedua, melaksanakan pam swakarsa bersama TNI sebagai wujud pengabdian nyata organisasi binaan TNI-Polri.
Ketiga, menggerakkan kader di seluruh tingkatan dengan semangat Solid, Kuat, Militan sebagai bentuk tanggung jawab anak biologis TNI-Polri yang mewarisi disiplin, loyalitas dan militansi. Keempat, menyusun laporan pelaksanaan yang memuat jumlah personel, bentuk koordinasi, dokumentasi, foto kegiatan, serta catatan khusus/kendala.
Kelima, menyampaikan laporan kepada Pengurus Pusat GM FKPPI c.q. Sekretaris Jenderal melalui email yang tertera dalam salinan surat. Salinan surat juga ditandatangani dan dicap oleh Ketua Umum GM FKPPI Dwi Rianta Soerbakti dan Sekretaris Jenderal GM FKPPI Ari Garyanida.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah mengonfirmasi kebenaran imbauan atau ajakan TNI untuk ikut serta dalam pengamanan lingkungan sekitar.
"TNI melalui Aster Panglima TNI mengajak organisasi kemasyarakatan, termasuk GM FKPPI, untuk ambil bagian dalam Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) dan berperan aktif membantu pengamanan wilayah," ujarnya saat dikonfirmasi Tribun.
"TNI mendorong partisipasi aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan untuk turut serta menjaga kondusifitas lingkungan masing-masing melalui kegiatan positif seperti memberikan imbauan, mendukung ketertiban, melaksanakan patroli/ronda serta memperkuat persaudaraan di tengah masyarakat," tambahnya.
Ia menekankan bentuk keterlibatan tersebut bukan pengganti peran aparat keamanan, melainkan sinergi dan kolaborasi demi menciptakan suasana aman dan harmonis.
Setiap kegiatan yang melibatkan elemen masyarakat, lanjut dia, juga selalu berada dalam koordinasi dengan TNI, Polri, dan aparat terkait, sehingga tetap sesuai koridor hukum dan menjaga semangat persatuan bangsa.
Namun, Freddy meluruskan surat tersebut bukan bersifat perintah, melainkan imbauan.
"Bukan perintah ya, sifatnya imbauan atau ajakan, karena terbukti efektif di beberapa daerah," pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Generasi Muda Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (GM FKPPI), Ari Garyanida mengkonfirmasi foto yang memuat salinan surat di layar komputer terkait instruksi Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) di seluruh Indonesia.
"Iya, betul," kata Ari saat dihubungi Tribun. (Tribun Network/gta/wly)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Terbentuknya Pam Swakarsa, dari Kontroversi hingga Jejak di Era Reformasi", Klik untuk baca:
Demo di Jakarta
Traktir Bakpao Rp2 Juta untuk Pendemo hingga Brimob, Lisa Mariana: Kasihan Lapar |
---|
KPAI Soroti Kekerasan Aparat terhadap Anak Saat Demo, Ada yang Ditahan Bersama Orang Dewasa |
---|
Ketua RW Beberkan Fakta Baru Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni: Banyak Pelaku dari Luar Jakarta |
---|
Mensos Ungkap Bantuan Pemerintah untuk Korban Unjuk Rasa, Ini Rinciannya |
---|
Polisi Ungkap Kalimat Hasutan yang Dilontarkan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen di Media Sosial |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.