Kamis, 4 September 2025

Demo di Jakarta

Pandji Pragiwaksono: Yang Terjadi Sekarang Kemarahan Kolektif Rakyat

Menurut Pandji Pragiwaksono, kemarahan rakyat Indonesia di demonstrasi sekarang jauh berbeda dengan yang terjadi di 1998.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/Herudin
RAKYAT GUSAR - Komika Pandji Pragiwaksono di sesi wawancara khusus dengan Tribun Network di Jakarta, Senin (10/8/2020). Pandji menilai, masyarakat sudah terlalu sering merasa dirugikan oleh keputusan politik Pemerintah dan DPR yang tidak berpihak pada mereka. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komika Pandji Pragiwaksono kembali angkat suara menanggapi gelombang kemarahan rakyat yang merebak di berbagai daerah lewat berbagai aksi demonstrasi. 

Ia menilai, inti persoalan bukan semata demonstrasi atau aksi massa, melainkan karena masyarakat sudah terlalu sering merasa dirugikan oleh keputusan politik yang tidak berpihak pada mereka.

“Semua ucapan, tindakan, kebijakan, jangan merugikan rakyat. Lo mau efisiensi? Boleh. Patokannya jangan merugikan rakyat,” tegas Pandji dikutip dari kanal YouTube Pandji Pragiwaksono, Rabu (3/9/2025). 

Menurutnya, kemarahan rakyat Indonesia di demonstrasi sekarang jauh berbeda dengan yang terjadi di 1998. Meski generasi berganti, perilaku elite yang masih berjarak tetap sama. 

Hal inilah yang memicu munculnya kemarahan kolektif. Pandji mengingatkan agar para pejabat tidak salah menafsirkan kesabaran masyarakat. 

Senyum rakyat bukan berarti tunduk, melainkan strategi untuk menahan diri sampai saatnya mereka bergerak bersama.

“Jangan salah artikan senyum kami dengan ketundukan. Kalau sudah waktunya, rakyat akan rapat bergerak aksi massa,” ujarnya.

17+ 8 Tuntutan Rakyat

Di media sosial, muncul seruan 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang. 

Beberapa sudah terwujud, seperti pencopotan anggota DPR yang bermasalah hingga pembatalan tunjangan tertentu. Namun, banyak tuntutan lain masih dalam proses.

Bagi Pandji, inti semua aspirasi itu sebenarnya sederhana: rakyat hanya ingin keputusan pemerintah tidak lagi menyakiti mereka. 

“Yang bisa berkorban, ya lo. Orang yang bisa menyisihkan, adalah orang yang punya kelebihan. Bukan yang miskin lo suruh efisiensi,” tambahnya.

Pandji juga menyoroti praktik efisiensi yang kerap membebani rakyat kecil, seperti pemutusan tenaga honorer atau kenaikan pajak daerah. 

Menurutnya, penghematan seharusnya dilakukan dengan memangkas fasilitas bagi pejabat yang sudah mapan.

Ia mencontohkan, di banyak negara lain, menteri tidak diberi mobil atau rumah dinas karena mereka sudah mampu memenuhi kebutuhan itu sendiri. 

Baca juga: Pandji Pragiwaksono Sindir Strategi Efisiensi Anggaran: Penghematan yang Kaya, Bukan yang Miskin

Di Indonesia, justru rakyat kecil yang sering dikorbankan dengan alasan penghematan.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan