Sabtu, 6 September 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Panggil Komisaris Sucofindo, Wasekjen GP Ansor, dan Ketua Sapuhi

KPK terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelewengan kuota haji periode 2023–2024. 

Dok Tribunnews
KORUPSI KUOTA HAJI - Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). KPK menyatakan sedang mengusut perkara dugaan korupsi terkait penyelenggaraan atau kuota haji. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelewengan kuota haji periode 2023–2024. 

Hari ini, Kamis (4/9/2025), penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap delapan orang saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Pemeriksaan kali ini menyasar berbagai kalangan, mulai dari pejabat BUMN, pengurus organisasi kemasyarakatan, hingga pimpinan asosiasi travel haji. 

Diantara para saksi yang dipanggil adalah Zainal Abidin selaku Komisaris Independen PT Sucofindo dan Syarif Hamzah Asyathry yang merupakan salah satu Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat GP Ansor periode 2024–2029.

Selain itu, KPK juga memanggil pihak asosiasi travel, yakni Syam Resfiadi yang menjabat sebagai Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi). 

Turut diperiksa pula nama-nama lain seperti Muhammad Al Fatih dan Juahir dari Kesthuri, serta dua pejabat dari Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Rizky Fisa Abadi dan M. Agus Syafi’. 

Serta Firda Alhamdi selaku pegawai PT Raudah Eksati Utama.

"Hari ini, penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggaraan ibadah haji," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya pada Kamis (4/9/2025).

Pemanggilan para saksi ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada Senin (1/9/2025). 

Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami kebijakan diskresi Yaqut yang mengubah alokasi kuota tambahan haji sebanyak 20.000 jemaah.

Menurut KPK, kebijakan yang membagi rata kuota tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus secara terang-terangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. 

Seharusnya, alokasi kuota mengikuti rasio 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8% untuk haji khusus (1.600 jemaah).

"Saksi [Yaqut] didalami bagaimana proses dan argumentasi terkait pembagian kuota tambahan 20.000 yang dibagi 50:50, sedangkan secara aturan 92:8 persen," jelas Budi.

Penyimpangan alokasi ini diduga membuka celah korupsi, di mana kuota haji khusus yang membengkak dari jatah haji reguler diperjualbelikan. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan