Kamis, 11 September 2025

Demo di Jakarta

9 Organisasi Desak Pembentukan Tim Pencari Fakta Usut Dugaan Keterlibatan Aparat dalam Kericuhan

Pemerintah diminta membentuk Tim Pencari Fakta independen guna mengusut dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam rangkaian unjuk rasa.

Penulis: Gita Irawan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KERUSUHAN - Warga melakukan aksi menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online oleh mobil rantis Brimob di Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Pemerintah diminta membentuk Tim Pencari Fakta independen guna mengusut dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam rangkaian unjuk rasa. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak sembilan organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah membentuk Tim Pencari Fakta independen guna mengusut dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam rangkaian unjuk rasa dan kericuhan yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia belakangan ini.

Sembilan organisasi tersebut:

  1. Imparsial,
  2. Human Right Working Group (HRWG),
  3. Koalisi Perempuan Indonesia,
  4. Walhi,
  5. Centra Initiative,
  6. De Jure,
  7. Raksha Initiatives,
  8. PBHI,
  9. Setara Institute.

Daniel Awigra dari HRWG mencatat dinamika sosial beberapa waktu belakangan ini menyisakan duka dan sejumlah permasalahan.

Sedikitnya, kata dia, 10 orang korban meninggal dunia, akibat peristiwa kekerasan yang terjadi. 

Menurutnya situasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari kondisi ketidakadilan sosial dan ekonomi yang mengakibatkan tingginya kesenjangan, sebagai dampak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat; perilaku negatif sebagian elit; saluran dialog yang tersendat; dan dugaan kuatnya konflik politik di tingkat elit. 

Ia memandang keseluruhan akar persoalan itu memuncak pada meletupnya kemarahan massa dan gejolak sosial di beberapa wilayah, terutama akibat kekerasan eksesif kepolisian yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal, serta kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR.

Padahal menurutnya dalam konteks demonstrasi damai, sebagai manifestasi dari kebebasan berekspresi, menjadi hal fundamental yang harus dilindungi, sebagaimana dijamin konstitusi. 

Koalisi, kata Daniel, memandang tidak seharusnya kekerasan mewarnai penyampaian aspirasi masyarakat, sebagai bentuk kontrol terhadap penyelenggaraan negara. 

Selain itu menurutnya sudah seharusnya negara melindungi ekspresi kebebasan itu, dan bukan malah melakukan tindakan represif yang bahkan berakibat jatuhnya korban jiwa. 

Ia mengatakan tindakan eksesif negara itu perlu diproses hukum sesuai aturan hukum yang berlaku, guna memberikan keadilan bagi korban.

Selain itu, kata dia, Koalisi juga memandang dinamika kekinian masih menyisakan sejumlah pertanyaan publik, khususnya terkait dengan adanya dugaan keterlibatan militer dalam gejolak sosial yang terjadi. 

Koalisi, kata Daniel, mencatat dalam beberapa dokumentasi foto dan video yang beredar, serta beberapa tayangan media digital menyebutkan militer diduga terlibat dalam gejolak sosial yang diwarnai kekerasan dan pengrusakan. 

Meski pada sisi yang lain, lanjut dia, Mabes TNI telah membantah keterlibatan anggota TNI, khususnya anggota Bais, dalam kerusuhan dan kekerasan yang terjadi.

Selain itu, Koalisi juga mencatat pernyataan Wakil Panglima TNI yang mengakui ada anggota TNI di lapangan, namun mereka ditugaskan untuk pengamanan, dan bukan untuk melakukan provokasi kerusuhan dan pengrusakan.

Namun demikian, Koalisi menilai keterlibatan Bais di lapangan bersama massa aksi, adalah tindakan yang salah dan keliru. 

Sebagai institusi intelijen militer, menurut Koalisi, seharusnya Bais bekerja untuk mendukung TNI sebagai alat pertahanan dalam rangka menjaga kedaulatan negara. 

Dengan kapasitas mereka sebagai intelijen tempur, lanjut dia, bukan tugas Bais untuk terlibat menangani aksi unjuk rasa, atau sekedar ada di lapangan bersama massa demonstran. 

"Oleh sebab itu, demi tegaknya supremasi sipil, kami mendesak agar otoritas sipil, dalam hal ini Presiden, segera menarik militer dari wilayah dan urusan sipil, dengan mengembalikan TNI dalam fungsi konstitusionalnya, alat pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara. Bukan tugas TNI mengurusi masalah keamanan dalam negeri, apalagi menangani aksi massa," kata Daniel saat dikonfirmasi pada Minggu (7/9/2025).

"Lebih jauh, merespons dugaan-dugaan tersebut di atas, kami mendesak pemerintah segera membentuk Tim Pencari Fakta independen, untuk mengurai masalah ini secara terang benderang, guna memastikan akuntabilitas atas peristiwa yang terjadi," lanjut dia. 

Tim tersebut, sambung Daniel, perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat sipil yang independen, untuk memastikan kredibilitas laporan akhirnya. 

Salah satu tugas tim, menurut Koalisi, adalah mengurai informasi tentang dugaan keterlibatan militer dalam rangkaian peristiwa, yang berujung pada terjadinya gejolak sosial dan kekerasan, juga fakta-fakta lainnya yang terkait. 

"Hal ini penting untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi sesungguhnya, sebagai bagian dari pemenuhan hak keadilan bagi korbannya," kata dia.

Ia juga menekankan pentingnya untuk dicermati peristiwa kekerasan yang terjadi baru-baru ini nampak memiliki benang merah dengan peristiwa kekerasan di masa lalu, khususnya dari segi polanya. 

"Oleh karenanya pembentukan TGPF menjadi  penting dilakukan, untuk memastikan upaya negara dalam memberikan jaminan ketidakberulangan atas peristiwa kekerasan yang terjadi," pungkasnya.

Penjelasan Mabes TNI 

Sebelumnya, Markas Besar TNI membeberkan lima hoaks atau berita bohong yang muncul pada saat dan setelah demonstrasi berujung kericuhan di sejumlah wilayah di Indonesia yang melukai hati pihaknya.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah mengungkapkan hoaks pertama adalah terkait adanya foto dan narasi yang menyebut adanya anggota Bais TNI yang ditangkap oleh anggota Brimob saat kericuhan di kawasan Pejompongan Jakarta Pusat pada Kamis (28/8/2025) lalu.

Freddy mengakui bahwa orang dalam foto yang beredar adalah anggota Bais TNI berinisial Mayor SS yang sedang menjalankan tugas bersama empat anggotanya untuk memantau aksi unjuk rasa di kawasan fly over Slipi, Jakarta.

"Yang saya sangkal adalah narasinya, karena narasi yang disampaikan itu ditangkap Polri, yang kedua adalah provokator," ujar Freddy saat konferensi pers di Mabes TNI Jakarta pada Jumat (5/9/2025).

Hoax kedua, kata Freddy, adalah munculnya video viral yang menunjukkan seorang anggota TNI berinisial Pratu Handika Novaldo diamankan oleh personel Brimob Polda Sumsel saat kerusuhan di DPRD Sumsel pada Minggu (31/8/2025) dini hari.

Ketiga, kejadian di Sumatera Utara di mana muncul video yang dinarasikan anggota TNI menjadi provokator demonstrasi.

Peristiwa tersebut, lanjut dia, terjadi pada Senin 1 September 2025 sekira pukul 16.58 WIB ketika massa dari aliansi Akbar Melaksanakan orasi di depan kantor DPRD Sumut. 

Keempat, informasi yang menyebut seorang anggota TNI tertangkap ikut menjadi provokator kerusuhan di Ternate.

Ia menjelaskan peristiwa tersebut telah diklarifikasi Kapolres Ternate melalui keterangan resmi di Polres Ternate.

Kelima, beredar video pengakuan tersangka berinisial M yang menyebut dirinya diperintah anak anggota TNI untuk  menyerang Markas Brimob Cikeas.

Untuk itu, ia menegaskan narasi-narasi dan konten tersebut tidak benar.

Ia juga memastikan TNI akan mengambil langkah hukum terkait hal tersebut.

"Terus terang saya sampaikan di sini bahwa dampak dari pemberitaan yang meluas yang terkait dengan TNI dalang kerusuhan, TNI tertangkap, ditangkap Polri, kemudian TNI provokator, itu betul-betul bagi kami statement maupun pemberitaan itu betul-betul melukai hati para prajurit dan instansi TNI," pungkas Freddy.

Pernyataan Mabes TNI Tidak Dibantah Polri

Apa yang disampaikan Freddy seluruhnya tidak dibantah oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko yang duduk di sebelahnya saat konferensi pers tersebut.

Trunoyudo mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan  Kapolri dan Panglima TNI untuk berkonsentrasi melakukan pemulihan keamanan dengan segera.

"Bisa dirasakan dengan langkah-langkah nyata TNI dan Polri. Ada doa bersama, ada patroli skala besar gabungan bersama. Ini sebagai wujud kehadiran negara antara TNI dan Polri hadir bersama dan ada di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan rasa aman dan nyaman," pungkas Trunoyudo.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan