Jumat, 19 September 2025

RUU Perampasan Aset

Guru Besar UNM Prof Harris Menilai Ada 5 Pasal Mengandung Multitafsir di RUU Perampasan Aset

Guru Besar UNM, Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH, MH, menilai terdapat 5 pasal di Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
ist
RUU PERAMPASAN ASET - Guru Besar Universitas Negeri Makassar, Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH, MH. Harris, menilai terdapat 5 pasal di Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang menyisakan kontroversial dan mengandung multitafsir. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- DPR RI menekankan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset ditargetkan akan selesai pada tahun 2025. 

Dalam rapat evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, RUU Perampasan Aset bersama dua RUU lainnya: yaitu RUU Kamar Dagang Industri (Kadin) dan RUU Kawasan Industri, disepakati oleh seluruh fraksi dan pemerintah untuk masuk dalam Prolegnas 2025.

Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH, MH, menilai terdapat 5 pasal di Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang menyisakan kontroversial dan mengandung multitafsir.

“RUU ini punya tujuan mulia. Tetapi ada 5 Pasal yang harus dicermati. Karena hukum bisa menjadi menakutkan daripada fungsi melindungi. Ini bisa menurunkan  kepercayaan rakyat terhadap hukum dan negara. Sebelum disahkan, sebaiknya pasal-pasal tersebut diperbaiki,” ungkap  Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, Selasa,(16/9/2025).

Dikatakan Harris, Pasal 2 mendalilkan negara bisa merampas aset tanpa menunggu putusan pidana. Masalah yang timbul adalah menggeser asas praduga tak bersalah. Resikonya, pedagang atau pengusaha yang lemah dalam administrasi pembukuan, kekayaannya bisa dianggap 'tidak sah'. 

“Demikian juga Pasal 3, yang menyatakan aset dapat dirampas meskipun proses pidana terhadap orangnya tetap berjalan. Ini akan menimbulkan dualisme hukum perdata dan pidana. Resikonya masyarakat bisa merasa dihukum dua kali: aset dirampas, sementara dirinya tetap diadili,” urai Wakil Ketua Umum DPN PERADI itu. 

Berikutnya ⁠Pasal 5 ayat (2) huruf a, mengatakan perampasan dilakukan bila jumlah harta dianggap 'tidak seimbang' dengan penghasilan sah. Persoalannya frasa kalimat 'tidak seimbang' sangat subjektif. Resikonya seorang petani yang mewarisi tanah tanpa dokumen lengkap bisa dicurigai, karena asetnya dianggap lebih besar dari penghasilan hariannya.

“Pasal 6 ayat (1) juga perlu dicermati. Aset bernilai minimal Rp100 juta bisa dirampas. Persoalannya ambang batas nominal bisa salah sasaran. Karena seorang buruh yang berhasil membeli rumah sederhana Rp150 juta bisa terjerat, sementara penjahat bisa menyiasati dengan memecah aset di bawah Rp100 juta,” tandas Harris yang juga Wakil Rektor Universitas Jayabaya itu. 

Masih menurut Harris, Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan aset tetap bisa dirampas meskipun tersangka meninggal, kabur, atau dibebaskan. Persoalannya hal ini bisa merugikan ahli waris dan pihak ketiga yang beritikad baik. Resikonya, anak-anak bisa kehilangan rumah warisan satu-satunya karena orang tuanya pernah dituduh tindak pidana.
 
“Yang juga penting untuk dicermati adalah prosedur perampasan (blokir, sita, pembuktian), dimana didalilkan setelah aset disita, pihak yang keberatan harus membuktikan bahwa harta itu sah (reverse burden of proof). Ini kan membalik beban pembuktian ke rakyat. Resikonya rakyat yang tidak paham hukum bisa kehilangan aset karena tidak mampu menunjukkan dokumen formal,” bebernya. 

Karena itu Harris menyarankan pembahas RUU memperjelas definisi pasal-pasal yang kontroversial tersebut. Mulai dari Istilah 'tidak seimbang', dimana harus punya ukuran objektif. Laporan pajak, standar profesi, atau data ekonomi. Juga perlindungan kepada pihak ketiga dan ahli waris, untuk ditegaskan bahwa harta orang beritikad baik tidak boleh dirampas.

“Pun demikian soal pembuktian. Harus tetap menjadi beban aparat penegak hukum. Karena siapa yang menuduh wajib membuktikan, bukan rakyat. Termasuk harus ada putusan pengadilan independen sebagai syarat mutlak perampasan, karena tidak boleh ada perampasan tanpa persetujuan hakim,” tandas pria yang juga advokat itu.

Begitu pula proses perampasan, menurutnya harus transparan dan mengutamakan akuntabilitas publik. Sehingga proses perampasan harus terbuka, diawasi media dan masyarakat. Negara juga harus menyediakan bantuan hukum gratis, terutama bagi rakyat kecil yang terdampak. 

“Terakhir sosialisasi dan literasi hukum harus dikerjakan masif. Rakyat harus diedukasi agar tahu hak-haknya, sehingga tidak mudah ditakut-takuti. Karena ibarat pedang bermata dua, rakyat kecil bisa dikriminalisasi hanya karena lemah administrasi. Sedangkan orang kaya bisa melindungi aset dengan pengacara dan dokumen,” pungkasnya. 

Segera Dibahas DPR RI

Menteri Hukum RI (Menhum) Supratman Andi Agtas mengatakan, DPR pasti akan segera membahas RUU Perampasan Aset.

Hal ini mengingat Presiden RI Prabowo Subianto dan DPR sudah satu suara untuk segera merampungkan RUU tersebut.

“Jadi ya bersabar saja sedikit, yang jelas komitmen politik di antara Bapak Presiden dan DPR sudah satu terkait dengan (RUU) perampasan aset,” kata Supratman di Graha Pengayoman Kemenkum, Jakarta, Senin (15/9/2025). 

Supratman mengatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset akan lebih cepat setelah menjadi RUU inisiasi DPR.

Sebab, kata dia, pemerintah juga sudah memiliki draft untuk segera membahas RUU tersebut.

“Tinggal kita tunggu kan sudah bagus, kalau DPR yang usulkan inisiasi pasti lebih cepat karena pemerintah kan sudah siap dan sudah draft-nya dan lain-lain sebagainya,” ujarnya.

Dia juga mengatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset tak harus menunggu Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) rampung karena RUU itu menunggu pengambilan keputusan pertama di DPR.

Baca juga: Gelar Rakernas Kedua, GEMA Mathla’ul Anwar Desak DPR Sahkan RUU Perampasan Aset

“Kan RUU KUHAP sudah tinggal menunggu pengambilan keputusan, jadi pasti cepat lah,” ucap dia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan