Sabtu, 11 Oktober 2025

Soleman Ponto Kritik Terkait Ribuan Polri di Jabatan Sipil, Begini Kata Haidar Alwi

Pengamat kebijakan publik Haidar Alwi mengatakan keterangan Ponto tersebut berpotensi membenturkan Polri dengan TNI

Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menanggapi pernyataan Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengkritisi terkait ribuan polisi yang merangkap jabatan sipil. aidar Alwi mengatakan keterangan Ponto tersebut berpotensi membenturkan Polri dengan TNI. Hal itu karena prajurit TNI juga ada yang menduduki jabatan sipi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengkritisi terkait ribuan polisi yang merangkap jabatan sipil. Menurut Ponto, terdapat 4.351 (polisi yang duduk di jabatan sipil).

Keterangan tersebut disampaikan Ponto saat menjadi ahli dalam uji materi tentang Polri terkait rangkap jabatan dengan nomor perkara 114/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi pada 15 September 2025.

Soleman Ponto, mengatakan, ribuan polisi yang merangkap jabatan sipil menghilangkan kesempatan warga sipil untuk mendapatkan pekerjaan dan berkontribusi dalam jabatan sipil di pemerintahan.

Pengamat kebijakan publik Haidar Alwi mengatakan keterangan Ponto tersebut berpotensi membenturkan Polri dengan TNI. Hal itu karena prajurit TNI juga ada yang menduduki jabatan sipil

"Kenyataan bahwa di tubuh TNI sendiri terdapat 4.472 prajurit yang juga ditugaskan di berbagai instansi sipil," kata Haidar Alwi dalam keterangannya, Kamis (9/10/2025).

Haidar mengatakan penugasan lintas struktur bukan pelanggaran, melainkan mekanisme resmi negara untuk menempatkan personel dengan kompetensi khusus di sektor strategis.

Baca juga: Soleman B Ponto Tegaskan TNI Awasi Ketat Lokasi Ledakan Amunisi, Singgung Kedekatan TNI dan Warga

"Bila fenomena ini diterima sebagai hal yang wajar di lingkungan TNI, mengapa tiba-tiba menjadi masalah besar ketika terjadi di Polri? Sikap seperti ini bukan hanya tidak objektif, tapi juga membangun persepsi timpang seolah-olah TNI steril dan Polri bermasalah," ujar Haidar Alwi.

Menurut Haidar, pernyataan publik dari seorang mantan pejabat intelijen senior membawa pengaruh besar terhadap opini masyarakat.

Ketika narasi itu tidak didasarkan pada keseimbangan data, ia menjadi bahan bakar bagi polarisasi dan gesekan antar-institusi. Di tengah upaya negara menjaga soliditas TNI-Polri sebagai dua pilar pertahanan dan keamanan nasional, framing seperti ini justru menabur benih ketegangan yang berpotensi mengganggu keharmonisan kelembagaan.

"Dengan kata lain, apa yang disampaikan Ponto bukan sekadar kritik,  tetapi retorika yang berisiko merusak," kata Haidar Alwi.

Menurutnya, kritik memang perlu, namun harus lahir dari integritas dan intelektual, bukan motif emosional atau politik. Ketika seorang mantan Kepala BAIS mengabaikan keseimbangan fakta, maka kredibilitas argumennya runtuh di hadapan logika publik.

"Apalagi jika kritik tersebut hanya ditujukan pada satu institusi, sementara fakta serupa di institusi lain sengaja diabaikan. Itu bukan bentuk kepedulian, melainkan penggiringan opini," lanjut Haidar Alwi.

Soleman Ponto mungkin bermaksud tampil sebagai pengawas moral atas institusi Polri. Namun cara yang ia pilih menyerang Polri dengan tudingan sepihak tanpa dasar perbandingan yang adil, justru mengungkap maksud terselubung.

Kritiknya kehilangan karakter, tujuan, dan berubah menjadi serangan retoris yang lebih cenderung memecah-belah daripada memperbaiki. Dalam konteks negara yang masih memperjuangkan kepercayaan publik terhadap lembaga hukum dan keamanan, pernyataan seperti itu bukan hanya tidak produktif, tapi juga berbahaya.

"Kritik yang adil membangun kepercayaan. Kritik yang bias membangun perpecahan. Dan sayangnya, apa yang disampaikan Soleman Ponto lebih mendekati yang kedua," pungkas Haidar Alwi.

Pernyataan Ponto:

Dalam persidangan, Ponto mengatakan kehadiran ribuan personel Polri di lembaga/kementerian pasti tidak netral. Menurut dia, itu adalah hal ironis karena mereka masih aktif sebagai petugas kepolisian.

"Padahal sangat ironis, mereka masih aktif harus melaksanakan tugas dari lembaga/kementerian. Kita bisa terbayang bagaimana kalau Brimob ada di BUMN, bagaimana satu saat berhadapan dengan masyarakat yang masalah sawit, misalkan. Nah, di sini masalahnya. Kita sudah bisa lihat bagaimana beberapa BUMN menggunakan Brimob untuk pengamanan
sawit karena ada di bawah kendali BUMN itu tadi. Jadi, kalau ditanya tidak netral? Pasti tidak netral untuk Polri yang berada di ASN," kata dia.

"Kemudian, apakah ini menghilangkan kesempatan dari sipil? Ya, menghilangkan. 4.351 ini menghilangkan 4.351 orang sipil. Karena 4.351 ini tidak mungkin masuk polisi, tapi polisi bisa masuk ke ASN," kata dia.

Terkait Hibah

Haidar Alwi juga menyoroti mengenai keterangan Soleman Ponto terkait penerimaan hibah Polri. Keterangan tersebut disampaikan Ponto di sebuah podcast.

Dalam kritiknya, Ponto menyebut Polri menerima hibah dua hektar tanah di kawasan PIK 2 dari Agung Sedayu Group untuk pembangunan asrama Brimob. Ia menarasikan hal itu dengan nada insinuatif, seolah-olah hibah tersebut mengandung kepentingan terselubung.

Padahal, dalam praktik kenegaraan, hibah dari pihak ketiga bukan hal tabu selama dilakukan secara transparan dan sesuai aturan.

"Ironisnya, TNI sebagai institusi yang pernah menaungi Ponto juga menerima hibah dalam skala yang tidak kalah besar namun tak pernah menjadi bahan kritiknya," ungkap Haidar Alwi.

Data menunjukkan, TNI menerima 11.250 unit rumah dinas Kodim dari PT Hutama Andalan Karya Abadi (HAKA), dana CSR Rp57,5 miliar dari 14 perusahaan, puluhan ribu meter persegi keramik dari PT Arwana Citra Mulia Tbk, serta kendaraan dan genset dari PT Respati Solusi Rekatama dan PT ANTAM.

Semua itu diterima atas nama sinergi pembangunan pertahanan negara, dan tidak pernah dianggap bermasalah.

"Maka ketika hibah kepada Polri disampaikan dengan kacamata negatif, sementara hibah kepada TNI diabaikan begitu saja, sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa kritik Ponto bersifat berpura-pura bahkan cenderung mengandung agenda terselubung," jelas Haidar Alwi.

Pernyataan mantan Kepala BAIS TNI tersebut berpotensi membenturkan TNI dan Polri.

"Alih-alih menyampaikan kritik yang konstruktif, Ponto justru terjebak dalam narasi yang berpotensi membenturkan institusi TNI dengan Polri, bahkan mendiskreditkan Polri di mata masyarakat," kata Haidar Alwi.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved