Tunjangan DPR RI
Dosen dan Mahasiswa UII Gugat Aturan Tunjangan Pensiun DPR: Sebaiknya Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Dosen dan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengajukan uji materi ke MK terkait ketentuan tunjangan pensiun seumur hidup.
Ringkasan Berita:
- Dua dosen dan 5 mahasiswa gugat tunjangan pensiun seumur hidup DPR RI
- Dinilai melanggar konstitusi
- Pemberian tunjangan pensiun seumur hidup tidak sejalan dengan prinsip kemanfaatan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua dosen dan lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan tunjangan pensiun seumur hidup bagi anggota DPR RI.
Permohonan itu tercatat dalam Perkara Nomor 191/PUU-XXIII/2025.
Perkara ini menguji Pasal 12, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) huruf a, Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Para pemohon terdiri atas dosen Ahmad Sadzali dan Anang Zubaidy, serta lima mahasiswa yakni M Farhan Kamase, Alvin Daun, Zidan Patra Yudistira, Rayhan Madani, dan M Fajar Rizki.
Dalam sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (27/10/2025), para pemohon menilai dana pensiun anggota DPR yang bersumber dari APBN seharusnya digunakan untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan.
Baca juga: Aturan Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Digugat ke MK, Dasco: Apa pun Putusannya Kita Ikuti
“Pemberian dana pensiun dilakukan secara tidak proporsional, mencederai hak konstitusional para pemohon yang melanggar konstitusi,” kata pemohon, M Farhan Kamase.
Ia menilai pasal yang diuji materi menyebabkan pengalokasian APBN menjadi tidak efektif dan tidak proporsional.
Pemohon lainnya, Rayhan menyebut pemberian tunjangan pensiun seumur hidup tidak sejalan dengan prinsip kemanfaatan.
Sebab hanya menguntungkan segelintir pihak yang umumnya telah berkecukupan.
Baca juga: Saat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Digugat ke MK
“Dengan begitu banyaknya penghasilan yang didapatkan oleh DPR RI selama menjabat, ditambah lagi dengan dana pensiun yang diberikan, sepanjang dimaknai ‘seumur hidup’, menjadikan tidak seimbangnya antara hak individu dan kepentingan yang lebih besar, yaitu kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, mereka menilai adanya kontradiksi antara Pasal 16 ayat (1) huruf a dan Pasal 17 ayat (1) UU tersebut, yang masing-masing mengatur penghentian pembayaran pensiun saat penerima meninggal dunia.
Namun, di sisi lain memperbolehkan pensiun diteruskan kepada janda atau duda.
Para pemohon juga membandingkan sistem dana pensiun pejabat publik di Korea Selatan, Jepang, dan Singapura, yang dipotong dari gaji pokok selama masa jabatan, bukan dibebankan langsung kepada negara.
Dalam petitumnya, mereka meminta MK menyatakan beberapa pasal dalam UU 12 Tahun 1980 inkonstitusional bersyarat, terutama sepanjang dimaknai berlaku bagi pejabat hasil pemilu dan mengatur pemberian pensiun seumur hidup.
Dalam sidang, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah memberi nasihat agar para pemohon memperjelas permohonan dan menghindari kontradiksi antara dalil dan petitum.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.