Sabtu, 1 November 2025

Silfester Matutina 6 Tahun Tak Kunjung Dieksekusi, Jaksa Agung Masih Memantau

Vonis 1,5 tahun sudah inkrah sejak 2019. Tapi Silfester belum dieksekusi. Jaksa Agung masih pantau. Apa yang sebenarnya terjadi?

Penulis: Fahmi Ramadhan
Tribunnews.com/Reynas Abdila
EKSEKUSI PUTUSAN – Relawan Jokowi sekaligus Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025). Terkini, Kejaksaan Agung menyatakan proses eksekusi atas vonis 1,5 tahun terhadap Silfester atas kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla masih dipantau dan belum dijalankan. 

Dalam orasinya, Silfester menyebut Jusuf Kalla sebagai: “Akar masalah bangsa.”

Ia juga menyinggung keterlibatan JK dalam isu rasial dan korupsi, yang kemudian dianggap sebagai bentuk fitnah dan pencemaran nama baik.

Pernyataan tersebut disampaikan secara terbuka dan terekam dalam dokumentasi media, lalu dilaporkan oleh kuasa hukum JK ke Bareskrim Polri.

Silfester membantah tuduhan tersebut dan menyebut ucapannya sebagai bentuk kritik terhadap situasi bangsa.

“Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com (29/5/2017).

Baca juga: Kasus Keracunan MBG Terulang, Pakar Sebut Bukan Hanya Masalah Dapur, Tapi Kegagalan Sistemik

Setelah proses penyidikan, perkara bergulir ke pengadilan. Pada 2018, Silfester divonis 1 tahun penjara di tingkat pertama. Ia mengajukan banding dan kasasi, namun Mahkamah Agung (MA) memperberat vonis menjadi 1,5 tahun penjara pada Mei 2019. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Setelah kasusnya menajdi pusat sorotan publik, Silfester sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun, pada 27 Agustus 2025, PN Jaksel secara resmi menolak permohonan PK tersebut karena tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Dengan penolakan itu, status hukum inkrah terhadap vonis 1,5 tahun penjara tetap berlaku dan wajib dieksekusi.

Kejaksaan Agung menegaskan bahwa tidak ada alasan hukum untuk menunda eksekusi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa eksekusi pidana tidak mengenal masa kadaluwarsa, dan harus dijalankan sesuai prosedur.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved