Jumat, 31 Oktober 2025

Presiden Prabowo Tekankan Pentingnya Keterbukaan terhadap Kritik dalam Pengabdian Negara

Prabowo Subianto menegaskan pentingnya sikap terbuka terhadap kritik dan koreksi dalam menjalankan tugas kenegaraan.

Editor: Content Writer
Istimewa
KETERBUKAAN TERHADAP KRITIK - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menghadiri acara Pemusnahan Barang Bukti Narkoba di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/10/2025). Dalam pidatonya, ia menegaskan pentingnya sikap terbuka terhadap kritik dan koreksi dalam menjalankan tugas kenegaraan. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri acara Pemusnahan Barang Bukti Narkoba yang digelar di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu (29/10/2025).

Acara tersebut menjadi momentum penting yang sekaligus menandai satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo, dengan capaian signifikan Polri yang berhasil menyita 214,84 ton narkotika senilai Rp29,37 triliun serta menangkap 65.572 tersangka dari 49.306 kasus sepanjang Oktober 2024 hingga Oktober 2025.

Dalam kesempatan itu, Presiden Prabowo menyampaikan pidato reflektif yang menyoroti pentingnya keterbukaan terhadap kritik dan masukan dalam menjalankan tugas kenegaraan. Ia menekankan bahwa seorang pemimpin sejati harus siap dikritik, dikoreksi, dan tetap mengabdi dengan penuh keikhlasan demi kepentingan bangsa.

Melalui pesannya tersebut, Prabowo menegaskan bahwa kritik merupakan bagian tak terpisahkan dari demokrasi, dan menjadi pengingat agar pemimpin senantiasa berpijak pada amanah rakyat serta tanggung jawab moral dalam setiap kebijakan yang diambil.

"Bersaing bagus, kritik bagus, koreksi harus," kata Prabowo.

Lebih lanjut, Prabowo bercerita, "Saya malam-malam suka buka podcast-podcast (kritik) itu, kadang dongkol juga, tapi saya catat."

Baca juga: Prabowo Hadiri Pemusnahan Narkoba yang Digelar Polri, Lemkapi: Bentuk Dukungan Negara

Ia menegaskan bahwa siapa pun yang ingin menjadi pemimpin tidak boleh gentar menghadapi fitnah. Menurut Prabowo, fitnah justru menjadi tanda bahwa seseorang dianggap berpengaruh dan disegani. Ia pun mengaku telah merasakan hal tersebut secara pribadi.

"Saya dulu punya guru. Waktu saya masih muda, saya kena fitnah. Dua, tiga kali saya bangun. Saya mengeluh ke guru saya, (dia bilang), ‘jangan berkecil hati, engkau difitnah berarti engkau diperhitungkan. Engkau difitnah berarti engkau ditakuti.’ Loh kok takut sama saya? ‘Berarti kau disuruh hati-hati’,” tuturnya.

Prabowo mengungkapkan bahwa ia sering mendengar anggapan yang menyebut dirinya bersikap otoriter. Meski tidak merasa demikian, ia tetap menerima kritik tersebut dengan lapang dada, sambil menegaskan bahwa pengabdian kepada negara tidak seharusnya disertai dengan perasaan sakit hati.

"Apa iya ya, apa saya otoriter? Perasaan enggak deh. Jadi, bagus koreksi itu, baik tapi di ujungnya. Dan saya punya filosofi dalam pengabdian kepada negara tidak boleh diikuti rasa sakit hati,” katanya. (*)

Baca juga: Presiden Prabowo Hadiri Pemusnahan Narkoba di Polri, Ini Kata Pengamat

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved