Kamis, 6 November 2025

Pakar Nilai Perlu Peninjauan Kembali Data Satgas PKH agar Petani Sawit Tak Mengalami Kerugian

Kajian terbaru mereka menunjukkan bahwa ratusan ribu hektare kebun milik petani sawit turut dimasukkan ke dalam data Satgas PKH.

Penulis: Reza Deni
TRIBUNNEWS/Jeprima
LAHAN SAWIT - Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). Pusaka Alam mendorong perlunya evaluasi dan verifikasi ulang terhadap data penguasaan lahan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). 

Zainal mengatakan bahwa penguasaan kembali kebun rakyat ini berpotensi meningkatkan konflik horizontal yang tajam di berbagai daerah, khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara dan Riau. Konflik dipicu karena petani sawit akan berusaha mempertahankan kebun yang telah mereka usahakan selama bertahun-tahun, sementara pihak Agrinas Palma dan Mitra Kerja Sama Operasi (KSO) yang berasal dari luar daerah mulai melakukan aktivitas panen atas dasar penyerahan lahan dari Satgas PKH. Mitra KSO hanya berorientasi pada pemanenan cepat (hit and run). 

"Ke depan situasi di lapangan sangat rawan. Kegiatan panen oleh Agrinas Palma dan mitra KSO ini kerap dikawal aparat keamanan. Keterlibatan aparat dalam sengketa agraria ini menciptakan asimetris kekuasaan. Petani sawit yang memperjuangkan lahannya diperlakukan sebagai penggarap ilegal di tanah mereka sendiri," papar Zainal. Menurutnya, apa yang dilakukan Satgas PKH ini bertentangan dengan jargon dan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang ingin melindungi petani kecil.  

Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah, Ini Tugasnya

Kajian ini juga menyoroti potensi denda administratif yang dapat dibebankan kepada petani berdasarkan PP No. 45 Tahun 2025. Jika 614.235 hektare lahan rakyat itu dikategorikan sebagai kegiatan tanpa izin selama 20 tahun dan dikenakan denda sebesar Rp 375 juta per hektare, maka potensi denda atas lahan tersebut mencapai Rp 230,34 triliun. ‘

"Kami mendesak Presiden Prabowo untuk mengevaluasi data penguasaan kembali dan melakukan verifikasi ulang terhadap Data Satgas PKH. Di samping itu, penguasaan kembali yang dilakukan terhadap lahan petani rakyat harus dibatalkan dan penerapan PP No. 45 Tahun 2025 perlu ditinjau ulang,’’ tandasnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), Abdul Aziz meminta Presiden Prabowo segera menata ulang kebijakan tata kelola sawit dan kehutanan yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Hal ini merugikan para petani sawit yang kebunnya tiba-tiba dianggap dianggap berada di dalam kawasan hutan meski mereka sudah mengantongi sertifikat maupun HGU. 

Menurut Aziz, masalah utama terletak pada ketidakjelasan data dan klaim kawasan hutan yang dibuat Kementerian Kehutanan. 

Aziz menegaskan, perjuangan petani sawit bukan untuk menolak aturan, melainkan menuntut kejelasan dan keadilan hukum. 

Adapun, Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah mengungkapkan, penertiban kawasan hutan tidak hanya berorientasi pada pidana, melainkan mengutamakan penguasaan kembali kawasan hutan oleh negara. Menurut Febrie, para pelaku diwajibkan mengembalikan seluruh keuntungan yang diperoleh secara tidak sah kepada negara.

Langkah tegas ini diharapkan mendapat respons positif dari para pelaku usaha. Keberhasilan implementasi akan memperkuat posisi negara dalam mengelola sumber daya alam demi kepentingan rakyat. Sebaliknya, kegagalan akan berimplikasi pada penindakan hukum yang lebih keras

“Apabila ada pihak yang tidak kooperatif atau mencoba menghambat implementasi kebijakan ini, penyelesaian dapat ditingkatkan ke ranah penegakan hukum pidana, baik berdasarkan hukum administrasi, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, maupun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” kata Febrie yang juga Jampidsus Kejagung dalam situs resmi kejaksaan.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved