Jumat, 7 November 2025

Pakar Nilai Perlu Peninjauan Kembali Data Satgas PKH agar Petani Sawit Tak Mengalami Kerugian

Kajian terbaru mereka menunjukkan bahwa ratusan ribu hektare kebun milik petani sawit turut dimasukkan ke dalam data Satgas PKH.

Penulis: Reza Deni
TRIBUNNEWS/Jeprima
LAHAN SAWIT - Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). Pusaka Alam mendorong perlunya evaluasi dan verifikasi ulang terhadap data penguasaan lahan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). 

 

Ringkasan Berita:
  • Pustaka Alam mendorong perlunya evaluasi dan verifikasi ulang terhadap data penguasaan lahan oleh Satgas PKH
  • Ratusan ribu hektare kebun milik petani sawit turut dimasukkan ke dalam data Satgas PKH
  • Temuan ini mengindikasikan adanya dugaan potensi pelanggaran hukum yang dilakukan Satgas PKH

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Studi dan Advokasi Hukum Sumber Daya Alam (Pusaka Alam) mendorong perlunya evaluasi dan verifikasi ulang terhadap data penguasaan lahan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

Pusat Studi dan Advokasi Hukum Sumber Daya Alam adalah lembaga kajian independen yang fokus pada isu-isu hukum terkait pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam di Indonesia. Lembaga ini berperan dalam menganalisis kebijakan, memberikan advokasi hukum, serta meningkatkan kesadaran publik terhadap hak-hak atas tanah, hutan, dan lingkungan.

Direktur Pustaka Alam, Muhamad Zainal Arifin, mengatakan hal itu untuk memastikan kebijakan penertiban kawasan hutan berjalan transparan, akurat, dan berpihak pada keadilan sosial. 

Baca juga: Saat Prajurit TNI Bersenjata Lengkap Berjaga di Atas Ribuan Kubik Kayu Ilegal Sitaan Satgas PKH

Selain banyak lahan kosong, kajian terbaru mereka menunjukkan bahwa ratusan ribu hektare kebun milik petani sawit turut dimasukkan ke dalam data Satgas PKH.  

Dia menyatakan bahwa temuan ini mengindikasikan adanya dugaan potensi pelanggaran hukum yang dilakukan Satgas PKH.

Baca juga: Petani Minta Presiden Benahi Tata Kelola Sawit Sesuai Aturan Hukum

"Selama ini Satgas PKH mengklaim dan melaporkan kepada Presiden Prabowo bahwa seluruh lahan yang dilakukan penguasaan kembali merupakan lahan milik perusahaan. Namun, temuan awal kami menunjukkan sekitar 614.235 hektare yang lahan sawit dikuasai kembali oleh Satgas adalah kebun sawit milik petani rakyat," ujar Zainal dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).

Dari total 3.404.522,67 hektare kawasan hutan yang diklaim telah dikuasai kembali oleh Satgas PKH per 1 Oktober 2025, sebanyak 1.507.591,9 hektare telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara. 

Berdasarkan kajian awal, Pustaka Alam mengidentifikasi sekitar 614.235 hektare merupakan kebun sawit milik petani rakyat yang ikut tercatat sebagai objek penguasaan kembali. 

Data yang digunakan untuk analisis ini bersumber dari SK Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan (SK DATIN) No. I sampai XXIII, Rekapitulasi Penyerahan Lahan dari Satgas PKH ke Agrinas Palma, dan laporan dari perusahaan sawit. 

Kajian tersebut memaparkan bahwa modus yang digunakan Satgas PKH menggunakan Izin Lokasi perusahaan perkebunan sebagai dasar penguasaan kembali. 

Padahal, di atas lahan tersebut secara faktual telah dikuasai dan diusahakan oleh petani sawit secara mandiri selama bertahun-tahun, bahkan sebelum izin lokasi tersebut terbit. 

Zainal menyebut dalam kajian Pustaka Alam di beberapa provinsi, ditemukan sejumlah penguasaan kembali yang menimpa lahan masyarakat. 

"Di Kalimantan Tengah, misalnya, pada areal PT. UP dilakukan penguasaan kembali seluas 571,47 hektare, dan seluruh areal tersebut merupakan lahan milik masyarakat. Sementara di Provinsi Riau, kasus serupa juga ditemukan. Pada areal PT. GH, dilakukan penguasaan kembali seluas 7.520,35 hektare, di mana 7.402,35 hektare di antaranya adalah kebun milik masyarakat," kata dia

Zainal mengatakan bahwa penguasaan kembali kebun rakyat ini berpotensi meningkatkan konflik horizontal yang tajam di berbagai daerah, khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara dan Riau. Konflik dipicu karena petani sawit akan berusaha mempertahankan kebun yang telah mereka usahakan selama bertahun-tahun, sementara pihak Agrinas Palma dan Mitra Kerja Sama Operasi (KSO) yang berasal dari luar daerah mulai melakukan aktivitas panen atas dasar penyerahan lahan dari Satgas PKH. Mitra KSO hanya berorientasi pada pemanenan cepat (hit and run). 

"Ke depan situasi di lapangan sangat rawan. Kegiatan panen oleh Agrinas Palma dan mitra KSO ini kerap dikawal aparat keamanan. Keterlibatan aparat dalam sengketa agraria ini menciptakan asimetris kekuasaan. Petani sawit yang memperjuangkan lahannya diperlakukan sebagai penggarap ilegal di tanah mereka sendiri," papar Zainal. Menurutnya, apa yang dilakukan Satgas PKH ini bertentangan dengan jargon dan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang ingin melindungi petani kecil.  

Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah, Ini Tugasnya

Kajian ini juga menyoroti potensi denda administratif yang dapat dibebankan kepada petani berdasarkan PP No. 45 Tahun 2025. Jika 614.235 hektare lahan rakyat itu dikategorikan sebagai kegiatan tanpa izin selama 20 tahun dan dikenakan denda sebesar Rp 375 juta per hektare, maka potensi denda atas lahan tersebut mencapai Rp 230,34 triliun. ‘

"Kami mendesak Presiden Prabowo untuk mengevaluasi data penguasaan kembali dan melakukan verifikasi ulang terhadap Data Satgas PKH. Di samping itu, penguasaan kembali yang dilakukan terhadap lahan petani rakyat harus dibatalkan dan penerapan PP No. 45 Tahun 2025 perlu ditinjau ulang,’’ tandasnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), Abdul Aziz meminta Presiden Prabowo segera menata ulang kebijakan tata kelola sawit dan kehutanan yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Hal ini merugikan para petani sawit yang kebunnya tiba-tiba dianggap dianggap berada di dalam kawasan hutan meski mereka sudah mengantongi sertifikat maupun HGU. 

Menurut Aziz, masalah utama terletak pada ketidakjelasan data dan klaim kawasan hutan yang dibuat Kementerian Kehutanan. 

Aziz menegaskan, perjuangan petani sawit bukan untuk menolak aturan, melainkan menuntut kejelasan dan keadilan hukum. 

Adapun, Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah mengungkapkan, penertiban kawasan hutan tidak hanya berorientasi pada pidana, melainkan mengutamakan penguasaan kembali kawasan hutan oleh negara. Menurut Febrie, para pelaku diwajibkan mengembalikan seluruh keuntungan yang diperoleh secara tidak sah kepada negara.

Langkah tegas ini diharapkan mendapat respons positif dari para pelaku usaha. Keberhasilan implementasi akan memperkuat posisi negara dalam mengelola sumber daya alam demi kepentingan rakyat. Sebaliknya, kegagalan akan berimplikasi pada penindakan hukum yang lebih keras

“Apabila ada pihak yang tidak kooperatif atau mencoba menghambat implementasi kebijakan ini, penyelesaian dapat ditingkatkan ke ranah penegakan hukum pidana, baik berdasarkan hukum administrasi, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, maupun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” kata Febrie yang juga Jampidsus Kejagung dalam situs resmi kejaksaan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved