Minggu, 9 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Ray Rangkuti Menilai Soeharto Tidak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Ray Rangkuti menilai Soeharto tidak layak diberikan gelar sebagai pahlawan nasional karena saat menjabat terjadi KKN.

HO/
TOLAK GELAR PAHLAWAN - Sejumlah aktivis dari berbagai pergerakan mahasiswa tahun 1998 menggelar diskusi mengenang peristiwa Reformasi dengan tema "Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (24/5/2025). Dalam diskusi tersebut para aktivis dan tamu undangan yang hadir sepakat menolak wacana pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto yang dianggap bertentangan dengan amanat reformasi yang jauh dari nilai-nilai dari yang diperjuangkan saat lahirnya reformasi di tahun 1998. Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah tokoh Reformasi 98 diantaranya Ray Rangkuti, Mustar Bona Ventura, Ubedillah Badrun, Bela Ulung Hapsara, Anis Hidayah, Jimmy Fajar, dan Hengki Kurniawan. Ray Rangkuti menilai Soeharto tidak layak diberikan gelar sebagai pahlawan nasional karena saat menjabat terjadi KKN. TRIBUNNEWS/HO 

Ribka mempertanyakan alasan agar Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun itu untuk diberi gelar Pahlawan Nasional

Ia menilai, mantan Panglima Komando Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) itu tak pantas diberi gelar Pahlawan Nasional.

Sementara itu Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bestari Barus, menilai rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Bangsa Indonesia perlu menilai Presiden ke-2 Soeharto secara utuh, bukan hanya dari sisi kontroversinya.  

Bestari pun sepakat Soeharto layak mendapat gelar Pahlawan Nasional.  

“Soeharto adalah bagian dari sejarah bangsa yang tidak bisa dihapus,” ujar Bestari dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).  

"Ia membawa Indonesia menuju stabilitas ekonomi, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Itu fakta sejarah yang tidak bisa disangkal," lanjutnya. 

GELAR PAHLAWAN SOEHARTO - Diskusi publik bertajuk 'Soeharto, Pahlawan atau Penjahat HAM' di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (24/5/2025)
GELAR PAHLAWAN SOEHARTO - Diskusi publik bertajuk 'Soeharto, Pahlawan atau Penjahat HAM' di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (24/5/2025) (Danang Triatmojo/Tribunnews)

Bestari kemudian mengkritik sejumlah politisi PDI-P yang menolak usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.  

Menurutnya, penilaian subjektif tidak sepatutnya mempengaruhi keputusan pemerintah dalam menentukan siapa yang layak menerima gelar pahlawan nasional.  

“Pernyataan sikap satu atau dua orang dari PDIP tentu tidak akan mempengaruhi keputusan pemerintah." 

"Saya yakin pemerintah memiliki mekanisme dan pendalaman yang komprehensif." 

"Tim penilai gelar pahlawan sudah meneliti dengan matang, dan siapapun yang akan ditetapkan nantinya pasti telah memenuhi kriteria,” jelasnya.  

Lalu, Bestari menilai, komentar negatif yang disertai kalimat merendahkan terhadap Soeharto menunjukkan pandangan yang tidak objektif terhadap sejarah.  
Dia bahkan menyinggung PDIP yang belum siap berdamai dengan sejarah.  

“Kalimat seperti "apa hebatnya Soeharto?' itu sangat tidak bijak. Justru kami melihat Soeharto sebagai sosok yang hebat karena berhasil menumpas gerakan 30 September yang menelan banyak korban jiwa dan mengancam keutuhan bangsa. Tanpa langkah tegas itu, mungkin arah sejarah Indonesia akan berbeda,” kata Bestari. 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved