Jumat, 7 November 2025

OTT KPK di Riau

Gubernur Riau Pakai Uang Hasil Peras Anak Buah untuk Lawatan ke Inggris, Brasil, dan Malaysia

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Gubernur Riau Abdul Wahid menggunakan uang hasil pemerasan untuk pergi ke luar negeri.

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
OTT KPK RIAU - Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Asep mengatakan, Gubernur Riau Abdul Wahid menggunakan uang hasil pemerasan untuk keperluan ke luar negeri. 

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

"KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni AW selaku Gubernur Riau, MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, dan DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur," kata Tanak.

Kronologi Permintaan 'Jatah Preman'

Tanak memaparkan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK. 

Pada Mei 2025, terjadi pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI.

Pertemuan itu membahas kesanggupan pemberian fee sebesar 2,5 persen untuk Gubernur Abdul Wahid

Fee ini diminta atas penambahan anggaran 2025 untuk UPT Jalan dan Jembatan yang naik signifikan dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar, atau bertambah Rp 106 miliar.

Ferry Yunanda kemudian melaporkan hasil pertemuan ini kepada Kepala Dinas PUPR PKPP, M Arief Setiawan (MAS).

"Namun, MAS yang merepresentasikan AW, justru meminta fee sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar," jelas Tanak.

Permintaan ini disertai ancaman. 

"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," ungkap Tanak.

Para Kepala UPT dan Sekretaris Dinas akhirnya menyepakati permintaan 5 persen tersebut dan melaporkannya kembali kepada M Arief Setiawan dengan menggunakan bahasa kode "7 batang".

Menurut KPK, dari kesepakatan Rp 7 miliar itu, telah terjadi tiga kali setoran dengan total Rp 4,05 miliar yang dikumpulkan antara Juni hingga November 2025.

1. Juni 2025 (Rp 1,6 Miliar): Ferry Yunanda bertindak sebagai "pengepul" dari para Kepala UPT. Atas perintah M Arief Setiawan, uang itu dialirkan Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid (melalui Tenaga Ahli Dani M Nursalam) dan Rp 600 juta kepada kerabat Arief.

2. Agustus 2025 (Rp 1,2 Miliar): Ferry kembali mengepul uang. Kali ini, uang didistribusikan untuk driver Arief (Rp 300 juta), proposal kegiatan (Rp 375 juta), dan disimpan Ferry (Rp 300 juta).

3. November 2025 (Rp 1,25 Miliar): Pengepul berganti ke Kepala UPT 3. Uang dialirkan Rp 450 juta untuk Abdul Wahid (melalui Arief) dan diduga Rp 800 juta diberikan langsung kepada Abdul Wahid.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved