Gelar Pahlawan Nasional
Tanya Jawab dengan Wamensos soal Usulan Gelar Pahlawan Nasional Soeharto, Pro-Kontra Wajar
Usulan gelar Pahlawan untuk Soeharto bukan hal baru. Pro-kontra dibuka publik, keputusan di tangan Presiden.
Ringkasan Berita:
- Wamensos Agus Jabo menegaskan bahwa nama Soeharto dan Gus Dur telah diusulkan sejak 2010, bukan muncul mendadak di 2025.
- Pemerintah sengaja membuka daftar usulan gelar Pahlawan Nasional agar masyarakat bisa memberi masukan dan kritik konstruktif.
- Sebagai mantan aktivis PRD, Agus Jabo menyerukan rekonsiliasi dan penutupan luka masa lalu demi masa depan bangsa yang bersatu.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono menegaskan bahwa usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto bukanlah hal yang baru dan muncul tiba-tiba pada tahun 2025.
Menurutnya, usulan ini telah melalui proses panjang sejak puluhan tahun lalu.Hal itu disampaikan Agus Jabo saat sesi wawancara khusus dalam program ‘On Focus’ Tribunnews, Sabtu (8/11/2025).
"Jadi harus kita ketahui bersama bahwa Gus Dur dan Soeharto itu sudah diusulkan sejak tahun 2010, sejak zamannya Pak SBY jadi Presiden," ujar Agus Jago Priyono.
Agus menjelaskan, setelah tidak berhasil pada 2010, nama Soeharto dan Gus Dur kembali diusulkan pada 2015 di era Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), dan kembali belum mendapat gelar. Pada tahun 2025 ini, keduanya diusulkan kembali.
"Jadi yang ingin saya sampaikan, bahwa Gus Dur sama Pak Soeharto itu bukan tiba-tiba muncul di tahun 2024 ini, tapi sudah diusulkan sejak 2010," tegasnya.
Menanggapi pro-kontra yang mengemuka di masyarakat, terutama dari kalangan aktivis 1998, Agus Jabo menyikapinya dengan bijak.
Dia mengungkapkan bahwa pihaknya sengaja membuka nama-nama yang diusulkan kepada publik untuk mendapatkan masukan dan kritik yang konstruktif.
"Justru memang sejak awal kan kita membuka, ya, hasil TP2GB (Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat) ini kita buka, siapa saja tokoh-tokoh yang diusulkan, supaya kemudian masyarakat mengetahui. Dan saya pikir itu wajar, ada pro-kontra itu wajar," katanya.
Usulan Soeharto telah memenuhi prosedur yang berlaku. Nama Soeharto diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan telah melalui kajian berjenjang, mulai dari Tim Pengkaji dan Peneliti Gelar Daerah (TP2GD) di tingkat kabupaten/kota, hingga TP2GB di tingkat pusat.
"Tentunya jasa-jasanya, syarat-syarat administrasinya, prosedurnya itu clear. Jadi kita harus memahami seperti itu," ucap Agus.
Secara pribadi, Agus Jago Priyono yang merupakan mantan aktivis dan salah satu pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD), menyampaikan pandangannya yang inklusif mengenai gelar pahlawan.
"Saya berpendapat bahwa siapapun yang berjuang untuk memerdekakan bangsa ini, siapapun yang berjuang untuk kemajuan bangsa, itu saya pikir mereka punya hak untuk mendapatkan gelar Pahlawan. Saya tidak pandang bulu," tuturnya.
Dia menegaskan bahwa setiap tokoh yang telah berkorban untuk bangsa berhak mendapatkan penghormatan. Menurutnya, bangsa Indonesia perlu berdamai dengan masa lalu untuk membangun masa depan.
"Pendapat saya, sudah lah, masa lalu yang kemudian mengoyak-ngoyak bangsa ini. Sejarah kelam masa lalu sudah lah, kita tutup, kita maafkan, kemudian kita berangkat kembali untuk membangkitkan bangsa ini, menata masa depan," kata Agus.
Dia pun mengajak semua pihak untuk bersatu dan tidak terus-menerus terbelenggu oleh konflik masa lalu.
"Capek, dan bangsa ini kapan akan bangkit, akan bersatu, gotong royong untuk menyongsong depannya yang gilang-gemilang itu. Posisi saya seperti itu," imbuhnya.
Wamensos menegaskan bahwa keputusan akhir pemberian gelar Pahlawan Nasional sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden Republik Indonesia.
"Ya, itu menjadi hak prerogatifnya Bapak Presiden, bukan otoritasnya Pak Agus atau Pak Wamensos. Presiden nanti, seperti apa pertimbangannya, ya beliau yang nanti akan memutuskan," tandas Agus Jago.
Berikut petikan wawancara khusus dengan Wamensos Agus Jabo dengan Tribunnews;
Tanya: Pak. Ini nama-nama yang diusulkan ini, di antaranya ada Gus Dur, Maria Sina, ada juga Presiden kedua Soeharto yang diusulkan. Namun, nama Soeharto ini, Pak, menjadi yang disorot oleh publik, terutama aktivis 98. Pemerintah melihat hal tersebut bagaimana, Pak?
Jawab: Jadi harus kita ketahui bersama bahwa Gus Dur dan Soeharto itu sudah diusulkan sejak tahun 2010, sejak zamannya Pak SBY jadi Presiden. Kemudian, Gus Dur sama Pak Soeharto itu karena belum mendapatkan gelar, kembali diusulkan pada tahun 2015, pada masanya Pak Presiden Jokowi-JK. Nah, di tahun 2015 itu juga belum mendapatkan gelar. Kemudian diusulkan kembali di tahun 2024 ini. Jadi yang ingin saya sampaikan, bahwa Gus Dur sama Pak Soeharto itu bukan tiba-tiba muncul di tahun 2024 ini, tapi sudah diusulkan sejak 2010.
Tanya: Tapi apakah kali ini akan terwujud, Pak, usulan tersebut, mengingat sudah dua kali diusulkan, Pak?
Jawab: Ya, itu menjadi hak prerogatifnya Bapak Presiden, bukan otoritasnya Pak Agus atau Pak Wamensos. Presiden nanti, seperti apa pertimbangannya, ya beliau yang nanti akan memutuskan apakah Gus Dur atau Pak Harto berhak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Tanya: Tapi kan ini masih disorot, Pak, karena masih menuai penolakan. Apakah mungkin ada yang belum tahu, Pak, nama Soeharto ini siapa yang mengusulkan, lalu apa alasannya?
Jawab: Justru memang sejak awal kan kita membuka, ya, hasil TP2GB ini kita buka, siapa saja tokoh-tokoh yang diusulkan, supaya kemudian masyarakat mengetahui, masyarakat memberikan masukan, masyarakat memberikan kritikan. Jadi memang sebelum kemudian kita serahkan hasil kajian TP2GB ke Dewan GTK ini, kita sudah menyampaikan itu. Dan saya pikir itu wajar, saya pikir itu wajar, ya, ada pro-kontra itu wajar.
Tetapi kita harus mengetahui, tentunya, kalau kemudian dari TP2GD di tingkat kabupaten itu sudah merekomendasikan, kemudian pihak provinsi, ya gubernur juga sudah mengusulkan, TP2GB juga kemudian merekomendasikan usulan-usulan calon Pahlawan Nasional itu, tentunya jasa-jasanya, syarat-syarat administrasinya, prosedurnya itu clear. Jadi kita harus memahami seperti itu.
Tanya: Kita mengetahui bahwa Anda merupakan mantan aktivis 98, salah satu pendiri dari PRD. Soal pro kontra yang terjadi ini Anda melihatnya seperti apa?
Jawab: Saya sudah berkali-kali menyampaikan, kalau saya, ya, saya sebagai aktivis, saya itu ingin untuk pemberian gelar, pemberian penghormatan sebagai pahlawan, saya berpendapat bahwa siapapun yang berjuang untuk memerdekakan bangsa ini, siapapun yang berjuang untuk kemajuan bangsa, itu saya pikir mereka punya hak untuk mendapatkan gelar Pahlawan.
Saya tidak pandang bulu, harus si A, si B, si C, tapi siapapun yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini, saya pikir mereka berhak. Kenapa? Mereka juga berjuang, sudah mengorbankan jiwa raganya. Dan di Indonesia ini ada ratusan ribu orang-orang, tokoh-tokoh yang sudah ikhlas, merelakan, berkorban untuk kemerdekaan bangsa ini.
Apa salahnya kalau kemudian mereka juga mendapatkan penghormatan sebagai Pahlawan Nasional, tidak harus kemudian individu ini, individu itu. Kalau saya sejak awal berpendapat seperti itu.
Sudah lah, masa lalu yang kemudian mengoyak-ngoyak bangsa ini. Sejarah kelam masa lalu sudah lah, kita tutup, kita maafkan, kemudian kita berangkat kembali untuk membangkitkan bangsa ini, menata masa depan. Masa depan agar bangsa ini menjadi bangsa yang besar, bangsa yang berdikari, rakyatnya adil makmur, mereka bisa hidup bahagia, tanpa kemudian kita harus kembali ke belakang, kemudian kita bertengkar lagi. Capek, dan bangsa ini kapan akan bangkit, akan bersatu, gotong royong untuk menyongsong depannya yang gilang-gemilang itu. Posisi saya seperti itu.
Tanya: Bagaimana Anda menanggapi soal argumen bahwa pemberian gelar (kepada Presiden Soeharto) ini akan menjadi penguburan kedua, bagi para korban Orba dan perjuangan aktivis demokrasi, termasuk PRD?
Jawab: Penguburan kedua? Ya, ya, itu sah-sah saja. Semua orang berhak untuk punya argumentasi, punya landasan-landasannya. Tapi kalau posisi saya, lebih baik ke depan ini kita melakukan rekonsiliasi.
Kita kemudian saling memaafkan, saling mengikhlaskan apa-apa yang sudah terjadi di masa lalu, demi tujuan kita di masa depan, demi generasi kita yang akan datang.
Supaya kemudian kita tidak dihantui oleh masalah-masalah masa lalu yang penuh kegelapan, penuh kekerasan karena konflik ideologi, konflik politik.
Sudahlah, itu menjadi catatan hitam, catatan kelam perjalanan sejarah bangsa kita. Dan saya berharap ke depan itu sudah clear, sudah clean. Bahwa kita semua kembali kepada kepentingan kolektif bangsa Indonesia, tidak lagi berbicara tentang kepentingan kelompok, kepentingan partai, tapi sudah berbicara tentang Indonesia.
Bagaimana Indonesia ke depan ini menjadi bangsa yang besar, bangsa yang rukun, bangsa yang harmonis, berpolitik tidak boleh dengan menggunakan kekerasan.
Kita berharap seperti itu. Supaya apa? Kita itu penuh kedamaian, harmoni. Masyarakatnya kemudian bisa bergotong royong, bekerja sama untuk membangun, supaya bangsa kita menjadi bangsa yang besar. Dan ini sedang dimulai oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto.
Sedang berusaha beliau untuk bagaimana bangsa ini lepas dari imperialisme, lepas dari oligarki, lepas dari birokrasi korup, untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja, dan masyarakatnya bisa mulyo, bisa tersenyum bahagia, karena masalah-masalah ekonomi dan sosial yang mereka hadapi bisa dipenuhi oleh negara.
Tanya: Selanjutnya, bagaimana mekanisme di Kementerian Sosial memastikan bahwa testimoni dan penderitaan korban, seperti yang dialami kawan-kawan Bapak di PRD, menjadi pertimbangan resmi yang setara dengan jasa-jasa yang diajukan?
Jawab: Nah, posisi Kemensos, ataupun posisi saya sebagai Wamen Sos, itu dalam posisi kita tidak memiliki otoritas untuk menolak ataupun mengusulkan gelar pahlawan tersebut. Kita hanya kemudian melegalisasi dalam bentuk pengesahan, yaitu tanda tangan, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh tim ad hoc, tim independen, jumlahnya 13 orang. Itu hasil mereka inilah yang kemudian ditandatangani, dan kita melanjutkan saja. Tidak ada kemudian kita melakukan intervensi, harus si A, si B, si C yang menjadi tokoh pahlawan, bukan seperti itu mekanismenya.
Mekanismenya adalah, Kemensos punya tim sendiri yang memang sudah bertugas untuk meneliti dan mengkaji usulan-usulan dari daerah itu. Kalau mereka kemudian asesmennya clear, kesimpulannya clear, ya kita di Kementerian tidak bisa kemudian menolak, "oh ini nggak boleh, ini nggak bisa".
Proses dan prosedurnya seperti itu. Kita hanya mengesahkan dalam bentuk tanda tangan oleh Menteri, yang kemudian ini dilanjutkan prosedurnya ke Dewan Gelar atau yang dinamakan Dewan GTK, yang sekarang ini diketuai oleh Bapak Mendikbudristek.
Jadi tugas kita hanya menyalurkan apa yang diusulkan oleh daerah, yang kemudian sudah dikaji oleh tim independen yang ada di Kemensos. Prosesnya seperti itu, otoritasnya seperti itu.
Tanya: Terakhir, Pak Agus, apa pesan Bapak terkait pro-kontra Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto ini, mengingat dua hari lagi ini akan ditetapkan oleh Presiden?
Jawab: Saya pikir pro-kontra itu hal yang wajar dalam negara demokrasi. Saya pikir juga, dan saya berharap, kemudian Dewan GTK atau Bapak Presiden itu mempertimbangkan apa yang menjadi masukan-masukan dari masyarakat. Karena di sanalah keputusan final seorang tokoh itu dinyatakan diterima menjadi Pahlawan Nasional atau tidak, itu otoritasnya sudah ada di meja Bapak Presiden.
Jadi harapan kita seperti itu, supaya ke depan ini situasinya adem, kita juga kemudian saling memahami, kita bisa kembali rukun, dan kita bisa kembali berangkat bersama-sama untuk membesarkan bangsa kita ini, memakmurkan rakyat Indonesia ini. Saya pikir harapan-harapan saya seperti itu. (Tribun Network/ Yuda)
Gelar Pahlawan Nasional
| Wacana Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Dikritik, Wamensos: Ikhlaskan yang Terjadi di Masa Lalu |
|---|
| Alasan Muhadjir Dukung Soeharto Diberi Gelar Pahlawan, Suara Pihak-pihak yang Mendukung |
|---|
| Golkar Sebut Soeharto Layak Sandang Pahlawan Nasional, Jasa-jasanya Besar Ikut Bangun Papua |
|---|
| Bahlil Ingatkan Jasa-jasa Soeharto untuk Negeri, Golkar Perjuangkan Jadi Pahlawan Nasional |
|---|
| AJI Bongkar Deretan Pembungkaman Pers Era Soeharto, Tolak Gelar Pahlawan |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.