Selasa, 11 November 2025

Hakim Guntur Hamzah: MK di Indonesia Belum Bisa Terima Aduan Warga Negara

Hakim MK Guntur Hamzah mengatakan hanya Indonesia negara yang di mana MK belum punya kewenangan menangani constitutional complaint.

mkri.id
HAKIM MK — Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah di ruang sidang MK, Rabu (19/3/2025). Ia mengatakan hanya Indonesia negara yang di mana MK belum punya kewenangan menangani constitutional complaint. 

Ringkasan Berita:
  • MK di Indonesia berbeda dengan negara lain
  • MK tidak memiliki kewenangan constitutional complaint dan constitutional question
  • Beri contoh keberadaan MK di Jerman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah mengatakan hanya Indonesia negara yang di mana MK belum punya kewenangan menangani constitutional complaint.

Constitutional complaint adalah mekanisme penegakan hak konstitusional warga negara melalui upaya pengaduan yang diajukan perorangan warga negara ke hadapan pengadilan, terkhusus MK.

Hingga saat ini MK Indonesia hanya menangani pengujian undang-undang dan sengketa pemilu.

Hal itu disampaikan Guntur dalam sidang perkara 210/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

“Kalau kita membandingkan di negara-negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi, ya mungkin Indonesia ini yang tidak memiliki satu-satunya atau mungkin ada beberapa, yang tidak memiliki kewenangan constitutional complaint itu dan constitutional question,” tuturnya.

Baca juga: Hakim MK Asrul Sani Ingin Tahu Alasan Pemohon Gugat UU TNI, Syamsul Tetap Ngotot

“Di beberapa negara, bahkan di negara-negara yang sudah settle, Mahkamah Konstitusi pasti sudah memiliki kewenangan,” sambung Guntur.

Adapun perkara 210 ini dimohonkan mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua KPK Muhammad Busyro Muqoddas, anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 Fatia Nadia, dan Pimpinan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo.

Mereka menguji Pasal yang diuji adalah Pasal 10 ayat (1) huruf b dan Pasal 61 ayat (1) UU M yang tujuannya adalah agar MK punya kewenangan menangani constitutional complaint.

Guntur mendorong para pemohon melengkapi permohonannya berupa alasan yang lebih tegas kenapa MK Indonesia perlu punya kewenangan menangani constitutional complaint.

Baca juga: Eks Jaksa Agung dan Eks Ketua KPK Gugat UU MK, Sorot Program MBG hingga Pernyataan Menbud Fadli Zon

Ia mencontohkan bagaimana dulu ide tokoh perumus UUD 1945 dan anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Muhammad Yamin agar ada lembaga untuk menimbang undang-undang masih dianggap tidak perlu.

“Ibaratnya kalau dulu ya lembaga Mahkamah Konstitusi, ketika Profesor Muhammad Yamin dalam BPUPKI itu menyatakan bahwa perlu ada lembaga untuk menimbang undang-undang tapi dulu ditanggapi bahwa itu tidak perlu belum perlu,” tutur Guntur.

“Nanti setelah ya perubahan Undang-Undang Dasar, nah baru itu kemudian diwujudkan yang namanya lembaga Mahkamah Konstitusi yang embrionya ada pada saat Profesor Muhammad Yamin itu menyatakan perlu dibentuk lembaga yang untuk menimbang undang-undang itu,” imbuhnya.

Mencontoh MK Jerman 

Guntur juga mengambil contoh ihwal MK Jerman saat ini punya 16 hakim konstitusi yang tugasnya dibagi untuk menyelesaikan constitutional complaint dan juga pengujian undang-undang.

Jumlah hakim di MK Jerman ini juga menurut Guntur bisa jadi bahan pertimbangan para pemohon mengingat hakim di MK Indonesia saat ini berjumlah 9 orang.

Baginya, 9 hakim saja tidak akan cukup jika MK Indonesia punya kewenangan menyelesaikan constitutional complaint.

“Ini juga harus dipikirkan oleh pemohon, bagaimana nih kalau ini kewenangan ini diberikan. Apakah dengan 9 (hakim), ini tepar ini hakimnya semua, ini saja ini sudah 9 dengan 200 sekian (perkara) ini. Jadi kami ini hampir dikatakan tidak ada pagi, malam, siang, malam ini, kecuali membaca dan menyelesaikan tugas-tugas sebagai hakim,” pungkas Guntur.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved