Sabtu, 15 November 2025

Wawancara Eksklusif

VIDEO Kisah Keberanian Rahmah El Yunusiyyah Melawan Penjajah & Mendidik Perempuan Indonesia

Rahmah menjawab tegas: “Sampai lapuk tulangku di liang kubur, aku tidak akan pernah bekerja sama dengan kalian.”

|

Ringkasan Berita:
  • Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (1900–1969) dari Padang Panjang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional atas perjuangannya memajukan pendidikan perempuan. 
  • Pendiri Diniyyah Putri ini menolak tunduk pada penjajah dan berani menentang Ordonantie Sekolah Liar Belanda. 
  • Ia dikenal sebagai guru, bidan, dan seniman yang memadukan ilmu, iman, dan keberanian.
 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Gelar Pahlawan Nasional baru saja ddianugerahkan kepada Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (1900-1969), seorang perempuan dari Padang Panjang.

Di balik nama itu, tersimpan kisah luar biasa tentang nyali seorang perempuan yang menolak tunduk pada penjajah. Seorang guru yang menjadikan pena sebagai senjata, ilmu sebagai perlawanan, dan mengangkat derajat kaum perempuan lewat pendidikan.

“Alhamdulillah, kami dari keluarga besar bersyukur. Allah memberikan karunia melalui Presiden Prabowo Subianto, menetapkan Bunda Rahmah sebagai pahlawan nasional,” ujar Fauziah Fauzan El Muhammady, cicit Rahmah, dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews, di Studio Tribun Network, Jakarta, Senin (10/11/2025).

“Artinya, ada pengakuan dari negara atas besarnya perjuangan Bunda Rahmah — baik di masa kemerdekaan maupun saat beliau menyiapkan pendidikan bagi kaumnya.”

“Saya yang akan melawan tuan-tuan!”

Kalimat itu meluncur lantang dari bibir Rahmah El Yunusiyyah di hadapan seorang jenderal Belanda yang berusaha membungkamnya.

Pemerintah kolonial saat itu memberlakukan Ordonantie Sekolah Liar dan Ordonantie Catatan Sipil, aturan keras yang memaksa semua sekolah mengikuti kurikulum Belanda dan meniadakan hal di luar itu.

Konsekuensinya, sekolah seperti Diniyyah Putri Padang Panjang, yang ia dirikan dengan tekad dan air mata, terancam ditutup.

"Ordonantie Sekolah Liar itu artinya sekolah liar tidak boleh ada satupun sekolah yang menjalankan kurikulum kecuali kurikulum Belanda. Maka, sekolah seperti Diniyyah Putri, oleh Belanda disapu bersih. Tidak boleh mengajarkan Quran, tidak boleh mengajarkan hadis," jelas Fauziah.

"Sementara Ordonantie Catatan Sipil melarang pernikahan secara Islam dan mewajibkan pencatatan sipil Belanda. Jadi kalau ada yang menikah di masjid, itu dibubarkan oleh Belanda."

GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Cicit dari Pahlawan Nasional Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Fauziah Fauzan El Muhammady usai podcast bersama Tribun Network di Studio Tribunnews, Jakarta, Senin (10/11/2025). Keluarga besar merasa bersyukur atas penobatan Hajjah Rahmah el Yunusiyyah sebagai pahlawan nasional dan akhirnya Negara mengakui tentang perjuangan Rahmah di masa lalu. TRIBUNNEWS/REZA ARIEF DHARMAWAN
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Cicit dari Pahlawan Nasional Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Fauziah Fauzan El Muhammady usai podcast bersama Tribun Network di Studio Tribunnews, Jakarta, Senin (10/11/2025). Keluarga besar merasa bersyukur atas penobatan Hajjah Rahmah el Yunusiyyah sebagai pahlawan nasional dan akhirnya Negara mengakui tentang perjuangan Rahmah di masa lalu. TRIBUNNEWS/REZA ARIEF DHARMAWAN (TRIBUNNEWS/Reza Arief Dharmawan)

Untuk diketahui Rahmah mendirikan Diniyyah Putri Padang Panjang pada 1 November 1923. Langkah tersebut didasari oleh keyakinannya yang kuat akan pentingnya pendidikan bagi perempuan.

Ketika Belanda menawarinya fasilitas mewah asal bersedia tunduk, Rahmah menjawab tegas:

“Sampai lapuk tulangku di liang kubur, aku tidak akan pernah bekerja sama dengan kalian.”

Jenderal itu murka:

“Nyonya, di Hindia Belanda ini kami berkuasa. Tak ada yang berani menentang kami!”

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved