Wawancara Eksklusif
VIDEO Kisah Keberanian Rahmah El Yunusiyyah Melawan Penjajah & Mendidik Perempuan Indonesia
Rahmah menjawab tegas: “Sampai lapuk tulangku di liang kubur, aku tidak akan pernah bekerja sama dengan kalian.”
Rahmah hanya menatap lurus dan berkata,
“Kalau begitu, saya yang akan melawan tuan-tuan!”
Ucapan yang menggetarkan sejarah itu membuatnya harus mendekam hampir dua tahun di penjara.
Namun bagi Rahmah, penjara hanyalah dinding. Pikiran dan perjuangannya tetap merdeka.
Baca juga: Sosok Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyyah, Kibarkan Merah Putih Pertama di Sumatra Barat
Guru, Bidan, dan Seniman
Lahir di Padang Panjang pada 1900, Rahmah tumbuh dalam keluarga ulama. Ia belajar langsung dari para syekh besar Minangkabau, termasuk Syekh Muhammad Djamil Djambek, ayah dari Buya Hamka.
Namun Rahmah tak berhenti di ilmu agama. Ia juga mempelajari kebidanan dan memperoleh sertifikat dari lima dokter Belanda — menjadikannya salah satu bidan perempuan terdidik pertama di Indonesia.
Sambil mengajar di Diniyyah Putri, Rahmah juga merawat pasien dan membimbing para santri.
"Jadi luar biasa, di satu sisi seorang perempuan muda mendirikan sekolah, sambil mengajar, dan juga menerima pasien,” kisahnya.
Tak hanya guru dan bidan, Rahmah juga seniman sejati. Ia menulis naskah drama, melatih musik santri, dan menyulam dengan tangan sendiri.
“Dulu belum ada bioskop. Setiap tiga bulan, warga pasar akan antre beli tiket pementasan Diniyyah Putri. Itu hiburan sekaligus dakwah,” kenang Fauziah, sambil menunjukkan selendang buatan tangan Rahmah yang berusia lebih dari 60 tahun, masih utuh bertuliskan inisial R.Y.
"Ini sudah 60 tahun, lebih, saya pikir. Dan ini ada namanya ditulis di sini, R.Y. (Rahmah El Yunusiyyah). Dan saya melihat sampai sekarang orang yang bisa menyulam seperti ini kayaknya masih jarang. Jarang kita temukan. Dia juga seorang yang jago mengurus rumah tangga dan juga menguasai seni musik. Dan juga seorang penulis skenario drama."
Sekolah Jadi Rumah Sakit Darurat
Kemanusiaan Rahmah teruji saat terjadi kecelakaan kereta hebat di Lembah Anai, dekat Padang Panjang, pada awal 1940-an.
Banyak korban terluka, dan perjalanan ke rumah sakit Bukittinggi terlalu jauh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.