RUU KUHAP
DPR Harus Minta Maaf, BEM Undip Layangkan Somasi 3x24 Jam Imbas Pencatutan Dukung RUU KUHAP
Imbas dugaan pencatutan nama yang dilakukan DPR RI ihwal penyempurnaan RUU KUHAP, BEM Undip layangkan somasi
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) melayangkan somasi atau teguran tertulis agar DPR RI meminta maaf.
Somasi tersebut buntut dugaan pencatutan nama lembaga yang dicantumkan DPR RI dalam unggahan Instagram @dpr_ri, sebagai pihak-pihak yang ikut terlibat dalam penyempurnaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang.
BEM Undip termasuk organisasi yang namanya dicantumkan dalam unggahan tersebut.
Bahkan sang Ketua BEM Undip, Aufa Ariq memprotesnya melalui komentar.
Pada Rabu (19/11/2025) dini hari, BEM Undip melalui akun Instagram @bemundip lantas melayangkan somasi.
Somasi lengkap disertai kewajiban yang harus dilakukan DPR RI dalam kurun waktu 3x24 jam atau 3 hari ke depan.
Somasi Lengkap BEM Undip ke DPR RI
[ PERNYATAAN SIKAP BEM UNDIP ]
•
Halo, Masyarakat Undip!
•
PERNYATAAN SIKAP
•
Menanggapi postingan terbaru dari instagram @dpr_ri yang mengatasnamakan BEM Universitas Diponegoro menjadi bagian dalam proses penyempurnaan Rancangan Kitab Undang-Undang Acara Pidana (RKUHAP) melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), kami BEM Universitas Diponegoro secara kelembagaan menyatakan bahwa “tidak pernah” sekalipun ikut dalam proses tersebut dengan DPR RI yang membahas soal RKUHAP.
Baca juga: 5 Nama Profesor dan 2 Doktor Dicantumkan DPR RI, Terlibat Pembahasan RUU KUHAP sebelum Disahkan Puan
Melihat bahwa pencatutan nama lembaga dalam postingan tersebut terjadi bukan hanya satu atau dua lembaga saja, maka dari itu kami pun mempertanyakan apakah benar dalam merancang RUU KUHAP lembaga DPR RI benar-benar melibatkan seluruh elemen masyarakat atau hanya “kosmetik” semata untuk memenuhi meaningfull participation.
•
Berangkat dari adanya hal tersebut, kami BEM Universitas Diponegoro memberikan peringatan kepada pimpinan Komisi 3 DPR RI dalam jangka waktu 3 x 24 Jam untuk memberikan pernyataan maaf ke publik atas pencatutan nama-nama lembaga, jikalau tidak direspon maka kami akan mengeskalasikan kasus ini secara lebih besar.
•
•
#DPRRITukangClaim
#TolakRKUHAP
#KabinetGardaRestorasi
#BEMUndip2025
Bidang Sosial dan Politik
BEM Undip 2025
Kabinet Garda Restorasi
“Gelorakan Perjuangan, Wujudkan Perbaikan”
Lembaga Lain Dicatut
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyatakan keberatan setelah mengetahui nama mereka dicantumkan tanpa persetujuan dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang KUHAP di Komisi III DPR.
Sikap tersebut disampaikan melalui siaran pers berjudul “Manipulasi Partisipasi Bermakna, Pencatutan Nama Koalisi dan Kebohongan DPR: Presiden Mesti Tarik Draf RUU KUHAP!” pada Senin (17/11/2025).
Koalisi menilai jalannya pembahasan di Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP pada 12–13 November 2025 berlangsung sangat singkat, namun justru memuat sejumlah masukan yang diklaim berasal dari masyarakat sipil.
Mereka menegaskan bahwa beberapa usulan yang dibacakan pemerintah dan Komisi III tidak sesuai dengan pandangan resmi koalisi maupun dokumen yang pernah mereka serahkan.
Anggota koalisi yang terdiri dari YLBHI, LBHM, IJRS, LBH APIK, Lokataru Foundation, ILRC, Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, hingga AJI menyebut bahwa pendapat mereka tidak diwakili secara benar dalam forum DPR.
Dalam pernyataan tertulis, koalisi menyebut bahwa sejumlah masukan yang disampaikan dalam rapat Panja “tidak akurat” dan bahkan berbeda jauh dari rekomendasi yang diberikan melalui berbagai saluran resmi, seperti rapat dengar pendapat umum (RDPU), draf RUU tandingan, maupun dokumen masukan lain yang pernah dikirim ke DPR dan pemerintah.
Baca juga: Formappi: DPR Jadikan MK Wadah ‘Cuci Tangan’ Kalau Publik Tidak Sepakat Terhadap UU KUHAP
Koalisi menilai adanya upaya dari DPR untuk menggambarkan seolah-olah aspirasi mereka telah diakomodasi melalui penyebutan nama organisasi masyarakat sipil dalam naskah RUU.
Mereka menyebut hal tersebut sebagai “orkestrasi kebohongan” dan bentuk meaningful manipulation yang dilakukan dengan memasukkan pasal-pasal bermasalah atas nama koalisi.
Dalam siaran pers yang sama, koalisi memaparkan beberapa contoh pasal yang diklaim DPR sebagai usulan mereka.
Di antaranya Pasal 222 RKUHAP terkait perluasan alat bukti melalui pengamatan hakim, serta penjelasan Pasal 33 ayat (2) mengenai definisi intimidasi yang dibatasi pada penggunaan atau penunjukan senjata atau benda tajam.
Koalisi menegaskan bahwa usulan tersebut tidak pernah mereka ajukan, baik melalui draf tandingan maupun dokumen lain.
Koalisi juga membantah pernyataan bahwa YLBHI mengusulkan pasal baru mengenai Perlindungan Sementara.
Menurut mereka, tidak ada masukan redaksional maupun permintaan tambahan pasal sebagaimana tercantum dalam draf terbaru yang dibahas DPR.
Selain itu, klaim bahwa LBH APIK Jakarta dan Organisasi Penyandang Disabilitas Nasional mengusulkan aturan dalam Pasal 208—yang menyatakan keterangan saksi penyandang disabilitas tidak dapat disumpah—juga disangkal.
Koalisi menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengajukan usulan tersebut.
Protes Ketua BEM Undip
Setelah mengunggah sejumlah gambar menampilkan pihak yang terlibat termasuk BEM Undip, bantahan dilontarkan Ketua BEM Undip, yakni Aufa Atha Ariq.
Laki-laki yang akrab disapa Ariq itu langsung membalas melalui komentar unggahan DPR RI yang mencatut organisasinya ikut terlibat.
Ia pun turut menyertakan akun Instagram para dewan pimpinan DPR RI, yakni Habiburokhman dan Sufmi Dasco.
"Saya Ariq ketua @bemundip , kami secara kelembagaan tidak pernah bersurat dan tidak pernah melakukan Audiensi dengan DPR RI. Kami menyayangkan tindakan DPR RI yang menyatut lembaga BEM Undip sebagai salah satu bagian yang telah memberikan pandangan dan pendapat kepada DPR RI perihal RKUHAP. Kami sangat kecewa tindakan ini terjadi dengan lembaga kami. #DPRRITukangClaim. @habiburokhmanjkttimur @sufmi_dasco."
Sosok Ariq dikenal sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro (BEM Undip).
Ia adalah mahasiswa jurusan Ilmu Hukum Undip.
Profil resmi kegiatan kemahasiswaan Universitas Diponegoro menyebutkan Aufa pernah memimpin forum dialog rektorat-mahasiswa dan aktif dalam sejumlah agenda kampus yang bersifat advokasi dan aksi solidaritas.
Selain itu, akun LinkedIn yang menyertakan nama Aufa Atha Ariq memuat informasi bahwa ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum dan menjabat sebagai Ketua BEM Undip 2025.
Sejumlah laporan media lokal juga mencatat aktivitas Aufa dalam memimpin aksi kampus dan dialog publik, termasuk pernyataannya menuntut pembebasan rekannya yang berstatus tersangka pasca-aksi pada Mei 2025 dan keterlibatannya dalam event kampus seperti Orientasi Diponegoro Muda dan DipoXpo.
Baca juga: 5 Nama Profesor dan 2 Doktor Dicantumkan DPR RI, Terlibat Pembahasan RUU KUHAP sebelum Disahkan Puan
Aktivitas ini memperlihatkan peran Aufa sebagai figur pengorganisir di lingkungan mahasiswa Undip.
Sementara pada akun Instagram pribadinya, Ariq juga gemar berkegiatan alam.
Ia mengunggah foto tengah berada di puncak Gunung Lawu, Gunung Rinjani dan di sebuah air terjun.
Terlihat juga kegiatannya bermusik, ia memainkan alat musik bass.
Nama 5 Profesor dan 2 Doktor
Terdapat lima guru besar alias profesor dan dua doktor yang dicantumkan DPR RI ikut terlibat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
RUU KUHAP baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Undang-undang ini akan berlaku sejak awal Januari 2026 untuk mendampingi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin jalannya rapat dan dan mengesahkan RUU KUHAP menjadi Undang-Undang.
Sebelum disahkan, DPR RI melalui akun Instagram resmi @dpr_ri menampilkan nama-nama hingga lembaga publik yang dianggap ikut berpartisipasi dalam membahas RUU KUHAP itu.
Mereka memberi judul unggahannya dengan narasi DPR RI Sempurnakan RUU KUHAP Bersama MAsyarakat: Aspirasi Publik Jadi Fondasi Utama.
Pada gambar keempat, DPR RI menunjukkan nama-nama akademisi dan perguruan tinggi yang terlibat.
Di antaranya meliputi 5 profesor dan 2 doktor, serta sisanya adalah nama institusi.
Daftar Akademisi dan Perguruan Tinggi Dicantumkan DPR RI
- Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M.
- Prof. Dr. Andi Muhammad Asrun, S.H., M.H.
- Dr. Chairul Huda, S.H., M.H.
- Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.S. (Universitas Brawijaya)
- Prof. Dr. Adnan Hamid, S.H., M.H., M.M. (Rektor Universitas Pancasila)
- Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. (Pascasarjana Hukum Indonesia)
- Dr. Dadang Herli Saputra (Universitas Sultan Agung Tirtayasa)
- Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum. (Akademisi Universitas Lambung Mangkurat)
- Akademisi Program Pascasarjana Universitas Borobudur
- Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember
Dalam keterangannya, DPR RI menyebut pembahasan RUU KUHAP berjalan terbuka, partisipatif, dan berbasis aspirasi publik.
Mereka juga menuliskan, masukan dari berbagai elemen masyarakat didengar melalui serangkaian RDP dan RDPU.
Berikut isinya:
"Melalui serangkaian RDP dan RDPU, Komisi III mendengarkan langsung masukan dari berbagai elemen masyarakat—mulai dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, advokat, lembaga negara, hingga mahasiswa dari berbagai universitas.
Beragam perspektif ini menjadi fondasi penting dalam menyempurnakan RUU KUHAP agar lebih adil, transparan, responsif, dan relevan dengan kebutuhan penegakan hukum di Indonesia.
Komisi III berkomitmen bahwa pembahasan regulasi harus melibatkan publik sebanyak mungkin. Bahkan di masa reses, Komisi III tetap membuka ruang dialog dan menerima permohonan RDPU demi menjamin keterbukaan proses legislasi."
Selain tokoh-tokoh di atas, DPR RI juga mencantumkan lembaga negara dan aparatur penegak hukum.
Yakni mulai dari Ketua Komisi Yudisial, Ketua Kamar Pidana Mahakamah Agung, LPSK, Komnas HAM, Menteri HAM, hingga Komisi Nasional Disabilitas.
Pada slide selanjutnya terdapat nama-nama mewakili organisasi advokat dan profesi hukum.
Misalnya ada nama Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M hingga PERADI dan Kongres Advokat Indonesia.
Alasan Habiburokhman
DPR RI mengklaim substansi KUHAP baru yang telah disahkan, 99 persen berasal dari masukan publik.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Politisi Partai Gerindra itu menegaskan rancangan KUHAP bukan kehendak sepihak pemerintah atau DPR.
Ia mengatakan substansi KUHAP berasal dari rekomendasi akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengawal reformasi peradilan pidana.
“Kalau ada yang mengatakan KUHAP ini tiba-tiba muncul dan tidak mendengar masyarakat, itu salah besar. Hampir seluruh isinya adalah rumusan yang datang dari publik."
"Kita mengadopsi masukan dari berbagai kelompok, dari kampus, LSM, sampai praktisi hukum,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Habiburokhman menegaskan Komisi III menjalankan proses pembahasan secara panjang dan terbuka.
Termasuk menerima masukan dari sejumlah organisasi seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), The Indonesian Judicial Monitoring Society (MaPPI FHUI), LBH, akademisi fakultas hukum, dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Rangkaian pembentukan RKUHAP dimulai pada 6 November 2024.
Kala itu DPR menugaskan Badan Keahlian Dewan untuk menyusun naskah akademik dan draf RKUHAP.
Lalu, dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025, RKUHAP disahkan menjadi RUU usulan dari DPR.
Baca juga: DPR Klaim 99 Persen Substansi KUHAP Baru Berasal dari Masukan Publik
Setiap pasal, kata Habiburokhman, telah melewati uji publik, dialog, dan diskusi teknis sebelum diputuskan.
Peraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) itu juga meluruskan informasi menyesatkan yang beredar di media sosial.
Satu di antaranya mengenai narasi yang menyebut KUHAP baru memperlonggar kewenangan aparat penegak hukum dalam penangkapan, penggeledahan, hingga penyitaan.
“Yang benar justru sebaliknya. KUHAP baru memperketat semua tindakan. Penggeledahan dan penyitaan kini wajib izin hakim, tidak bisa lagi dilakukan sembarangan. Dan itu semua berasal dari aspirasi masyarakat saat uji publik,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hak tersangka juga diperkuat, termasuk keharusan pemberitahuan kepada keluarga, kejelasan bukti permulaan, serta persyaratan penahanan yang jauh lebih terukur.
Menurutnya, semua itu merupakan tuntutan masyarakat sipil yang selama ini kritis terhadap praktik penyalahgunaan kewenangan.
Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III bekerja berdasarkan aspirasi masyarakat, bukan atas kepentingan institusi tertentu.
Karena itu, ia meminta publik menilai dan mengkritisi KUHAP berdasarkan naskah resmi, bukan potongan poster atau unggahan yang bersifat provokatif.
“Kami terbuka terhadap kritik. Tapi kritik harus berdasar teks undang-undangnya. KUHAP ini lahir dari suara publik, dari berbagai masukan. 99 persen adalah aspirasi rakyat,” ujarnya.
“KUHAP ini bukan milik pemerintah atau DPR. Ini milik masyarakat. Ini karya bersama untuk mewujudkan keadilan,” pungkasnya.
Poin penting KUHAP yang disahkan mencakup 14 substansi utama.
Termasuk penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, penguatan hak tersangka/terdakwa, serta aturan baru soal penyadapan, penahanan, dan peran hakim, antara lain:
- Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, serta nilai-nilai KUHP baru.
- Penguatan hak tersangka dan terdakwa, termasuk hak atas bantuan hukum, hak untuk tidak dipaksa mengaku, dan hak atas peradilan yang adil.
- Pengaturan penyadapan: prosedur penyadapan diatur lebih ketat dengan izin
- pengadilan, untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
- Penahanan dan perpanjangan masa tahanan: ada batasan waktu yang lebih jelas, serta mekanisme pengawasan agar tidak terjadi penahanan sewenang-wenang.
- Peran hakim pengawas dan pengamat diperkuat, termasuk dalam mengawasi pelaksanaan penahanan dan penyidikan.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Gilang P, Chaerul Umam)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.