Kamis, 20 November 2025

Adian Napitupulu Siap Berdiskusi dengan Menkeu Purbaya Soal Polemik Thrifting

Adian Napitupulu, siap untuk berdiskusi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait polemik thrifting. 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Chaerul Umam
POLEMIK THRIFTING - Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, siap untuk berdiskusi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait polemik thrifting. Hal itu disampaikannya saat menerima audiensi para pedagang thrifting, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu, menyatakan siap berdiskusi dengan Menkeu Purbaya mengenai thrifting.
  • Adian memaparkan data bahwa 67 persen generasi milenial dan Gen Z menyukai thrifting.
  • Adian menilai impor thrifting ilegal hanyalah 0,5?ri impor tekstil ilegal, sehingga tidak seharusnya dibesar-besarkan.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, siap untuk berdiskusi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait polemik thrifting

Thrifting adalah kegiatan membeli barang bekas yang masih layak pakai, biasanya pakaian, dengan tujuan menghemat biaya sekaligus menemukan barang unik.

Legislator Fraksi PDIP itu menegaskan, persoalan thrifting tidak bisa disederhanakan hanya sebagai isu barang ilegal, melainkan berkaitan erat dengan perubahan perilaku generasi muda dan dampak lingkungan industri tekstil.

Hal itu disampaikannya saat menerima audiensi para pedagang thrifting, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

“Pada 12 November lalu, saya WhatsApp Pak Purbaya, saya ajak berdiskusi tentang thrifting. Riset global mengatakan 67 persen generasi milenial dan Gen Z menyukai thrifting,” kata Adian dalam rapat.

Berdasarkan data yang ditampilkan, Adian menjelaskan kebutuhan air industri tekstil yakni satu celana jeans membutuhkan 3.781 liter air, sementara satu kaos atau kemeja katun membutuhkan sekitar 2.700 liter, atau setara dengan konsumsi air minum satu orang selama 2,5 tahun. 

Menurut Adian, kesadaran ini menjadi faktor penting yang mendorong minat generasi muda terhadap thrifting.

"Jadi kalau kemudian generasi milenial itu risetnya 67 persen, menggemari thrifting salah satu alasannya ini. Artinya thrifting tidak bisa dilihat sederhana seperti yang dikatakan pak Purbaya," ucapnya.

Adian menilai pemerintah perlu melihat persoalan ini secara lebih menyeluruh. 

Menurut dia, jika masalahnya adalah ilegalitas, maka logika yang sama juga akan menggugurkan keberadaan ojek online yang secara hukum tidak tercantum sebagai angkutan umum. 

"Kita selama 14 tahun bersepakat melanggar Undang-Undang bersama. Jadi jangan lihat thrifting sesederhana itu," ucapnya.

Adian juga menyoroti ketidakseimbangan narasi terkait thrifting

"Impor thrifting ilegal, menurut kementerian UMKM itu 3.600 ton. Lalu kita lihat, impor tekstil ilegal dari cina (asumsi 28.000 kontainer) sama dengan 784.000 ton," katanya.

"Berapa sumbangsih ilegal thrifting? Perbandingannya impor thrifting hanya 0,5 persen dari impor ilegal tekstil dari cina. Nah data ini dimiliki gak oleh Kemenkeu, jangan jangan pak menteri maksud baik tapi dia dengar data yang salah," imbuhnya.

Adian juga menyampaikan bahwa Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengimpor barang thrifting

Dia menjabarkan Amerika Serikat pada 2021 mengimpor thrifting senilai Rp2,19 triliun, Belanda Rp2,76 triliun, dan Rusia Rp2,18 triliun. 

"Jadi bukan cuma kita. Perdagangan dunia juga. Ini datanya jelas,” pungkasnya.

Baca juga: Harga Baju Thrifting Lebih Murah, Tapi Itu Barang Ilegal

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa praktik impor pakaian bekas (thrifting) ilegal akan ditindak tegas karena dinilai merugikan negara, mengancam industri tekstil dalam negeri, serta berisiko terhadap kesehatan masyarakat.

Latar Belakang Pernyataan

Thrifting adalah praktik jual beli pakaian bekas impor, biasanya dalam bentuk balpres (karung besar berisi pakaian).

Popularitas thrifting meningkat karena harga murah dan tren fesyen berkelanjutan.

Namun, pemerintah menilai praktik ini melanggar aturan impor dan berpotensi merugikan UMKM serta industri tekstil lokal.

Pernyataan Menteri Keuangan

Purbaya menyebut impor pakaian bekas ilegal akan diberangus. Pemerintah ingin menindak tegas importir yang memasukkan balpres tanpa izin resmi.

Alasan Larangan

  • Merugikan negara karena masuknya barang tanpa pajak dan bea masuk.
  • Mengancam industri tekstil dalam negeri yang kesulitan bersaing dengan harga murah pakaian bekas.
  • Menimbulkan risiko kesehatan karena pakaian bekas tidak melalui standar higienis.

Fokus Kebijakan 

Pemerintah menekankan perlindungan terhadap UMKM dan industri tekstil nasional agar tetap bertahan menghadapi gempuran impor murah.

Reaksi dan Dampak

Pedagang thrifting mengadu ke DPR karena khawatir usaha mereka diberangus. Mereka meminta agar thrifting dilegalkan atau diatur dengan kuota tertentu, bukan dihentikan total.

Argumen Pedagang

  • Thrifting dianggap tidak merusak UMKM, justru impor baru dari China yang menjadi ancaman utama.
  • Di negara maju, thrifting dilegalkan sebagai bagian dari ekonomi sirkular.
  • Ada jutaan orang yang bergantung pada bisnis thrifting, sehingga kebijakan larangan dinilai bisa mematikan mata pencaharian.

Pandangan HIPMI

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai larangan thrifting harus diikuti dengan penguatan kemandirian industri nasional. Kebijakan tidak boleh hanya melindungi industri besar, tetapi juga harus mendukung keberlanjutan UMKM.

Kesimpulan

  • Menteri Keuangan menegaskan larangan thrifting impor ilegal demi melindungi industri tekstil dan kesehatan masyarakat.
  • Pedagang thrifting menolak larangan total, meminta legalisasi atau regulasi agar usaha tetap berjalan.
  • HIPMI menekankan perlunya keseimbangan: larangan thrifting harus diiringi strategi memperkuat industri lokal dan UMKM.
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved