Gelar Pahlawan Nasional
Kronologi Diskusi Tolak Soeharto Pahlawan Batal Digelar di Kampus UTA 45 Jakarta
Namun, pada hari yang sama dengan rencana diskusi, Damar justru dipanggil oleh dekan fakultasnya.
Ringkasan Berita:
- Diskusi bertajuk menolak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional di Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) Jakarta batal digelar
- Persiapan diskusi telah matang sebelum dilarang
- Mahasiswa FEBIS malah diskorsing
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebuah diskusi bertajuk menolak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional yang rencananya digelar di Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) Jakarta, batal digelar karena dilarang oleh pihak kampus. Mahasiswa pelaksana, Damar Setyaji Pamungkas, dipanggil menghadap dekan dan disanksi skorsing karena berencana menggelar diskusi tersebut di lingkungan Kampus.
Damar Setyaji Pamungkas, mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi, Bisnis, dan Ilmu Sosial (FEBIS) UTA 45 Jakarta yang juga merupakan Ketua Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) wilayah Jakarta Raya, mengungkapkan kronologi pelarangan tersebut.
Baca juga: Ribka Tjiptaning: Saya Siap Diperiksa untuk Buktikan Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan
Awalnya, diskusi yang direncanakan pada Senin, 10 November 2025, pukul 16.00 WIB di kantin kampus itu bertujuan akademis. Hal itu diungkapkan Damar saat sesi wawancara khusus dengan Tribunnews, Selasa (18/11/2025).
"Yang pertama, untuk tujuan secara akademis, kita juga kembali membuka temuan-temuan sejarah, fakta-fakta 32 tahun kepemimpinan Bapak Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia Kedua, dan masih menarik untuk menjadi diskursus publik yang dihadirkan ke kampus-kampus," ujar Damar.
Baca juga: Ribka Tjiptaning: Jutaan Korban Siap Bersaksi Jika Ucapannya Soal Soeharto Dibawa ke Pengadilan
Dia menjelaskan bahwa acara ini merupakan bagian dari rangkaian organisasinya.
"Secara organisasional, itu adalah bagian rangkaian dari Roadshow Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi wilayah Jakarta Raya, kira-kira begitu," jelasnya.
Menurut Damar, persiapan diskusi telah matang sebelum dilarang. Dimana, pihaknya telah menyebar undangan, menyiapkan poster-poster untuk background, dan menyiapkan narasumber, juga materi-materi serta mengeluarkan siaran pers.
Narasumber yang akan hadir adalah Ronald Riger sebagai eksekutif nasional LMID dan Roshiana Aditya sebagai moderator. Damar menyebut diskusi ini sebagai gebrakan baru di Jakarta Utara dan kampus UTA 45.
"Karena ini gebrakan baru di Jakarta Utara, khususnya dekat Kampus UTA 45 (Universitas 17 Agustus 1945), dan kami lihat juga belum ada yang berani untuk menuding langsung "hidung" siapa yang kita akan bantah, begitu kira-kira," tuturnya.
Fokus argumen dalam diskusi, kata dia, adalah menanggapi pernyataan dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
"Kami berusaha untuk mengonkretkan siapa yang mau kita bantah, dan diskusi di balik layar sebelum agenda tersebut, kita sepakat bahwa pusat argumentasi soal Soeharto yang perlu kita bantah itu adalah statement dari Bung Fadli Zon. Kira-kira begitu," beber Damar.
Dia menegaskan bahwa kegiatan serupa sudah lama berlangsung dan terbuka untuk umum.
"Jadi, kegiatan semacam ini sebenarnya sudah berlangsung lama, diskusi-diskusi sudah teragendakan hingga tanggal 10 November, dan terbuka untuk umum. Jadi, di agenda-agenda sebelumnya ada teman-teman buruh, ada teman-teman anak buruh, semacam kelas gratis," jelas Damar.
Namun, pada hari yang sama dengan rencana diskusi, Damar justru dipanggil oleh dekan fakultasnya.
"Hari Senin, 10 November 2025, jam 09.00 WIB, aku masih melakukan ujian tengah semester, kurang lebih selesai jam 11 siang. Waktu di kantin, istirahatlah biasa, dipanggil secara lisan oleh Ketua Program Studi. Dinyatakan bahwa dipanggil untuk menghadap Pak Dekan, Dekan FEBIS, Pak Bobby Reza, di ruangan," kisahnya.
Dalam pertemuan itu, hadir sejumlah pimpinan fakultas.
"Di situ ada Kepala Bidang Kemahasiswaan, di situ ada Ketua Program Studi Manajemen, di situ ada Dekan Fakultas Ekonomi, Bisnis, dan Ilmu Sosial."
Damar mengaku tidak menduga pertemuan tersebut membahas diskusinya.
"Di pertemuan pertama, memang aku tidak menduga bahwa akan membicarakan hal tersebut, karena diskusi ini saya sudah anggap biasa."
Namun, ia justru mendapat pernyataan mengagetkan dari Dekan Bobby Reza.
"Ternyata memang mengagetkan, begitu yang disampaikan oleh Pak Bobby Reza sebagai Dekan, bahwa Pak Bobby Reza menyatakan saya dapat perintah bahwa akan ada skorsing, dan ini perintah dari atas," pungkas Damar.
Baca juga: Gelar Pahlawan Soeharto, Akademisi Ingatkan Peristiwa Penting Republik dan Nilai Warisan
Hingga berita ini diturunkan, pihak kampus UTA 45 Jakarta masih berusaha untuk dimintai pernyataan resminya terkait skorsing terhadap Damar Setyaji Pamungkas.
Berikut petikan wawancara dengan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Bisnis, dan Ilmu Sosial (FEBIS) Program Studi Manajemen Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45) Jakarta, Damar Setyaji Pamungkas dengan Tribunnews.
Tanya: Bisa dikatakan keapatisan ini muncul karena ada kekhawatiran, ada intervensi begitu dari pihak rektorat dan sebagainya, pimpinan-pimpinan kampus. Bagaimana kronologinya itu, Mas Damar?
Jawab: Hari Senin, 10 November 2025, jam 9, aku masih melakukan ujian tengah semester, kurang lebih selesai jam 11 siang. Waktu di kantin, istirahatlah biasa, dipanggil secara lisan oleh Ketua Program Studi. Dinyatakan bahwa dipanggil untuk menghadap Pak Dekan, Dekan FEBIS, Pak Bobby Reza, di ruangan. Di situ ada Kepala Bidang Kemahasiswaan, di situ ada Ketua Program Studi Manajemen, di situ ada Dekan Fakultas Ekonomi, Bisnis, dan Ilmu Sosial.
Di pertemuan pertama, memang aku tidak menduga bahwa akan membicarakan hal tersebut, karena diskusi ini saya sudah anggap biasa. Ternyata memang mengagetkan, begitu yang disampaikan oleh Pak Bobby Reza sebagai Dekan, bahwa Pak Bobby Reza menyatakan saya dapat perintah bahwa akan ada skorsing, dan ini perintah dari atas.
Saya tanyakan kenapa? Pertama, karena dianggap kegiatan politik praktis, dan diskusi umum ini dianggap bukan kegiatan akademik. Dan pertemuan pertama itu belum menyinggung perizinan, masih duduk perkaranya di politik praktis. Dan di situ sempat disampaikan juga bahwa kampus didatangi oleh pihak eksternal. Dan informasi yang disampaikan ke saya soal pihak eksternal ini, hanya memberi tahu informasi soal jumlahnya, kuantitas, dan asal pihak eksternal ini dari mana.
Tanya: Berarti pemanggilan dilakukan pada hari H. Hari H, harus dibatalkan diskusi publik itu. Kemudian setelah itu apakah ada pemanggilan lagi sampai akhirnya surat skorsing terbit?
Jawab: Waktu itu, waktu pertemuan pertama masih ada debat lumayan panjang. Karena saya tetap menganggap ini bukan kegiatan politik praktis, tidak ada tujuan politik praktis, dan memang berbasis akademik.
Panjang argumentasi, lalu di ujungnya, finalnya adalah "nanti saya coba rapatkan lagi, saya nanti juga dipanggil rektor lagi," Dekan mengatakan begitu, dan saya dipersilakan untuk keluar ruangan.
Tanya: Oke, lalu saat itu apa penjelasannya? Selain ada pemanggilan dari eksternal, selain politik praktis, apakah ada alasan lain? Yang disampaikan oleh pihak entah Dekan, atau mungkin Rektorat langsung?
Jawab: Salah satu argumen kenapa hal ini dianggap politik praktis, yang saya tangkap, hemat saya, Dekan menyampaikan bahwa karena ini masih hangat di diskursus publik, di diskursus politik, dan mahasiswa mengambil topik, mengambil momen untuk membicarakan juga, maka itu dianggap menjadi kegiatan politis, khususnya politik praktis. Itu yang pertama.
Yang kedua juga, beliau menyatakan bahwa ada politisi dari partai PDIP yang sangat getol untuk menolak Bapak Soeharto diberi gelar pahlawan nasional, dan dianggap berafiliasi dengan mereka juga. Makanya ada indikasi politik praktis, penjelasan Dekan begitu.
Lalu lanjutannya pertanyaanku, "Buktikan afiliasinya." Dan enggak ada jawaban soal itu. Memang tuduhan politik praktis itu tidak selesai begitu, secara observasinya memang belum dilakukan. Dan hemat saya rasa-rasanya ngawur saja begitu.
Tanya: Jadi ada tuduhan bahwa pihak yang menyelenggarakan ini terafiliasi dengan partai berlambang banteng tersebut. Tapi tidak disampaikan alasannya apa. Tidak ada dasar yang jelas. Tapi dari sanksi itu apa tanggapan Anda? Yang akhirnya skorsing dilakukan?
Jawab: Sebelum surat skorsing keluar, ada pertemuan kedua. Di situ juga dinyatakan lagi jelas bahwa dan ada rekamannya, bahwa Bapak Dekan menyatakan saya dipanggil tadi oleh pihak (pihak eksternal), disampaikan lagi.
Setelah itu Kaprodi, Dekan memanggil saya. Artinya di situ ada keterkaitan walaupun sudah dibantah bahwa tidak ada cawe-cawe (pihak eksternal) bahasanya. Cuma secara kronologis saya sangat mencurigai karena ini dibicarakan ketika Dekan, Kaprodi dan saya membahas soal isu skorsing ini dan dia menyampaikan ke saya. Artinya masih ada satu topik yang relevan.
Responku pas mendapat surat skorsing, yang pertama aku tanya-tanya soal administrasi keuangan karena dinyatakan bahwa tiga bulan sebelumnya, karena ini sudah masuk tengah semester, tiga bulan sebelumnya yang saya ikuti kegiatan berkuliahan, absensi, SKS, nilai dan biaya memang tidak dianggap oleh kampus. Dianggap seperti gugur ya? Walaupun sudah ditunaikan.
Tanya: Oke, oke. Jadi saat itu sebenarnya yang dipanggil untuk menghadap dari pertemuan satu, pertemuan dua, itu berapa orang? Jadi Mas Damar saja? Dan skorsing juga hanya dilakukan kepada Mas Damar saja? Tapi mungkin dari teman-teman lain, misalkan tidak berhadapan dengan Mas Damar, apakah ada yang dipanggil juga atau diminta keterangan oleh Dekanat atau mungkin Rektorat?
Jawab: Sejauh ini belum ya. Belum ada yang diminta keterangan.
Tanya: Jadi straight forward ke Mas Damar?
Jawab: Betul.
Tanya: Apakah saat ini ada komunikasi dengan rektorat? Ada kemungkinan skorsing tersebut akan dicabut?
Jawab: Kalau pihak Rektorat, saat itu saya mendapatkan surat skorsing, aku mengajukan surat permohonan audiensi ke pihak Rektorat, dan diterima oleh Sekretariat Gedung Rektorat, tapi dinyatakan bahwa Bu Rektor, Prof. Diana sedang berada di luar negeri. Dan tidak ada jawaban soal permohonan audiensi. Tapi, ada satu angin segar bahwa baru kemarin, hari Senin, pihak Kaprodi menelpon dan menyatakan bahwa ada surat titipan dari Pak Dekan, dari Pak Bobby Reza, dan setelah dikirimkan, ternyata undangan audiensi.
Yang tertulis di situ adalah pertemuan audiensi, klarifikasi akademik, dengan Dewan Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. (Tribun Network/ Yuda).
Gelar Pahlawan Nasional
| Gelar Pahlawan Soeharto, Akademisi Ingatkan Peristiwa Penting Republik dan Nilai Warisan |
|---|
| Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Jaringan Gusdurian: Penguasa Membuka Luka Lama |
|---|
| Pemerintah Diminta Akui Tokoh asal Maluku Abdul Muthalib Sangadji Sebagai Pahlawan Nasional |
|---|
| Bimo Suryono: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Penghormatan atas Tiga Dekade Pengabdian |
|---|
| Getir Hidup Anak Korban Tanjung Priok 1984: Beasiswa Hangus, PNS Ditolak karena Nama ‘Biki' |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.