MUI Tetapkan Fatwa Baru: Barang Primer dan Konsumtif Haram Kena Pajak
Asrorun Niam mengungkap barang kebutuhan primer masyarakat tidak boleh kena pajak berulang, dan barang bersifat konsumtif haram kena pajak
Ringkasan Berita:
- MUI menetapkan sejumlah fatwa baru sebagai hasil sidang Komisi Fatwa dalam rangkaian Munas ke-XI
- Barang kebutuhan primer masyarakat tidak boleh kena pajak berulang, dan barang bersifat konsumtif haram kena pajak
- Bumi dan bangunan yang dihuni serta memiliki sifat non-komersial juga tidak boleh dikenakan pajak berulang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan sejumlah fatwa baru sebagai hasil sidang Komisi Fatwa dalam rangkaian Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/11/2025). Salah satunya fatwa terkait perpajakan.
Fatwa MUI adalah keputusan atau pendapat keagamaan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan panduan hukum Islam bagi umat Muslim di Indonesia.
Baca juga: Munas MUI Tidak Tetapkan Fatwa Soal Pelaksanaan Pemotongan Hewan Dam di Indonesia
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam mengungkap barang kebutuhan primer masyarakat tidak boleh kena pajak berulang, dan barang bersifat konsumtif haram kena pajak.
"Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat itu tidak boleh dibebani pajak secara berulang. Kemudian barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako, itu juga tidak boleh dibebani pajak," kata Asrorun di lokasi.
Barang primer adalah barang kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Barang ini mencakup kebutuhan dasar yang tidak bisa ditunda atau digantikan, karena menyangkut kelangsungan hidup sehari-hari.
Selain itu bumi dan bangunan yang dihuni serta memiliki sifat non-komersial juga tidak boleh dikenakan pajak berulang. Pertimbangannya, karena aset tersebut tidak berkembang.
Keputusan soal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini dilatarbelakangi kejadian di beberapa wilayah di mana pemerintah daerah menetapkan kenaikan PBB secara signifikan, kemudian menimbulkan reaksi masyarakat berujung aksi demonstrasi dan protes besar-besaran.
"Kemudian bumi dan bangunan yang dihuni, dalam pengertian dia non-komersial, tidak boleh dikenakan pajak berulang. Karena pada hakikatnya dia tidak berkembang," katanya.
Baca juga: MUI Dorong Pemerintah Bikin Koperasi Merah Putih Berbasis Syariah untuk Berdayakan Komunitas Muslim
Dalam fatwa perpajakan ini, MUI juga menetapkan pajak hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial, di mana secara syar'i besaran kekayaan individu tersebut setara nisab zakat mal yakni 85 gram emas.
Objek pajak yang kena pajak juga dikhususkan hanya kepada harta potensial untuk diproduktifkan, dan/atau kebutuhan sekunder dan tersier.
"Objek pajak itu dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan, dan/atau merupakan kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier," kata dia.
Pertimbangan-pertimbangan pajak dengan ketentuan ini menurut MUI agar terciptanya penetapan pajak berdasarkan prinsip keadilan.
"Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas. Kemudian, penetapan pajak harus berdasarkan prinsip keadilan, serta pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum," katanya.
Sumber: Tribunnews.com
| Pendaftaran Calon Ketua Umum dan Ketua Wantim MUI Resmi Dibuka di Munas XI |
|
|---|
| Jaga Pertumbuhan Ekonomi Jakarta, Gubernur Pramono Tetapkan Diskon Pajak Hotel dan Restoran |
|
|---|
| 19 Anggota Formatur Akan Tentukan Ketua Umum MUI, Begini Tata Cara Pemilihannya |
|
|---|
| Pemilihan Ketua Umum MUI akan Gunakan Sistem Ahlul Halli wal Aqdi, Ini Tata Caranya |
|
|---|
| Usut Dugaan Korupsi Pajak, Kejagung Cegah Eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dan 4 Orang Lain |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.