RUU KUHAP
Pasal 93 dan 99 KUHAP Baru Dinilai Fatal, YLBHI: Wewenang Polri Melebar Berisiko Hambat Penyidikan
Pasal yang fatal dapat berakibat serius pada penindakan hukum, sehingga menurut Muhammad Isnur, KUHAP baru harus ditunda pemberlakuannya.
Sebab, kepolisian dikukuhkan sebagai penyidik utama membawahi seluruh PPNS dan Penyidik Tertentu, kecuali penyidik di Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tipikor dan TNI AL sesuai UU (Pasal 6, Pasal 7 ayat (3) (4) (5), Pasal 8 ayat (3). Pasal 24 ayat (3)).
Selain itu, Pasal 93 dan Pasal 99 KUHAP Baru mengatur bahwa PPNS dan Penyidik Tertentu harus mendapat persetujuan dari penyidik Polri terlebih dahulu dalam melakukan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan.
KUHAP yang baru menyebabkan PPNS tidak bisa melakukan penangkapan (Pasal 93 Ayat 3) dan penahanan (Pasal 99 Ayat 3) kecuali atas perintah penyidik kepolisian.
Ini berarti penyidik selain yang berasal dari tiga instansi yang dikecualikan (Kejaksaan, KPK, dan TNI-AL) berada di bawah koordinasi Polri.
Pada 2026 nanti, jika KUHAP Baru ini diterapkan, penyidikan pada sejumlah kasus akan terancam tidak independen dan efektif, karena harus tunduk di bawah penyidik kepolisian.
Padahal, penyidik kepolisian tersebut kemampuan dan keahliannya tidak spesifik atau sesuai dengan bidang terkait.
Misalnya, kasus narkotika di bawah Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus produk makanan tidak tersertifikasi di bawah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kasus illegal logging di bawah PPNS Kementerian Kehutanan, kasus-kasus dalam ranah bea dan cukai cukai di bawah Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dan kasus-kasus lainnya.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Keluarga-Besar-Mahasiswa-Unisba-Tolak-KUHAP_20251119_204449.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.