Senin, 10 November 2025

Para Perempuan Wukirsari Satukan Gerak Jaga Batik Warisan Leluhur, di Tengah Kekhawatiran Regenerasi

Inilah cerita para perempuan-perempuan penjaga batik di Wukirsari. Semangat melesarikan di tengah kekhawatiran regenerasi.

|
Editor: Suci BangunDS
Tribunnews.com/Garudea Prabawati
PEREMPUAN PEMBATIK WUKIRSARI - Seorang pembatik di Kampung Batik Giriloyo, Jalan Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat menorehkan malam panas menggunakan canting di atas pola batik, Senin (20/10/2025). Kampung Batik Giriloyo bagian dari Desa Wisata Wukirsari penerima kebaikan program dari PT Astra International Tbk. yakni Desa Sejahtera Astra tahun 2023. 

Aroma malam dari tungku, desis lembut ujung canting di atas kain putih hingga liuk cantik pola batik sudah menjadi latar alami bagi keseharian perempuan berusia 22 tahun tersebut.

Motif favorit Nazula adalah Sido Asih, motif yang melambangkan harapan dan kasih sayang, dalam ikatan kekeluargaan.

“Coraknya anggun, dan maknanya dalam. Saya merasa setiap goresannya mengajarkan kelembutan dan ketulusan,” ujar Nazula.

Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ia sudah akrab dengan dunia batik.

Sang ibu adalah perajin batik yang kini juga menjadi pengurus di Kampung Batik Giriloyo, sosok pertama yang mengajarkan Nazula betapa batik dapat harmonis membersamai hidup.

Dari ibunya, Nazula belajar bahwa membatik bukan sekadar keterampilan tangan, melainkan warisan jiwa.

Menurutnya, keterampilannya membatik tulis terasa seperti ritual magis, sebuah perjumpaan antara kreativitas muda dan jejak leluhur yang masih hidup di setiap garis dan titik batik yang ia cipta.

“Saya membatik tulis sejak kecil, sejak SD. Saya sering membantu ibu saya untuk membatik, di situ saya mendapatkan pelajaran langsung, hingga akhirnya dapat bekerja bersama-sama dengan orang-orang hebat khususnya perempuan-perempuan gigih di Kampung Batik Giriloyo, Wukirsari,” ungkap gadis lulusan Universitas Alma Ata, Yogyakarta ini.

Nazula mengaku, memiliki dorongan kuat untuk terus menjaga profesi pembatik tersebut demi kelestarian batik tulis Wukirsari.

Namun, ia tak menampik tantangan besar yang menghadang di depan mata, terlebih jika itu dihubungkan dengan ‘kuda-kuda’ bertahan hidup.

“Jika dilihat dari segi income-nya, penjualan produk batik tulis tentu terdapat tantangan tersendiri. Jadi tetap ada keinginan untuk punya income yang lain, pekerjaan lain, namun untuk melestarikan batik juga tetap terdorong untuk tetap terus bekerja di sini,” lanjutnya.

Nazula juga mengamini bahwa peran perempuan perajin batik tulis di Wukirsari sangat besar, khususnya untuk menunjang finansial keluarga.

Mencontoh sang ibu yang menjadi pembatik sejak muda dan kini menjadi pengurus di Kampung Batik Giriloyo.

Menurutnya jerih payah sang ibu menjadi pembatik, hasilnya secara finansial banyak membantu keluarganya untuk menyambung hidup, termasuk bagi dirinya, yang dapat menamatkan kuliah jenjang Strata 1 (S1).

Para perempuan perajin batik di Desa Wisata Wukirsari, bak menjadi penjaga warna dan corak, yang tidak hanya melekat di kain, namun juga dalam identitas budaya mereka.

Tantangan Krusial: Regenerasi Perajin Batik

KAMPUNG BATIK WUKIRSARI - Suasana di Kampung Batik Giriloyo, Jalan Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
KAMPUNG BATIK WUKIRSARI - Suasana di Kampung Batik Giriloyo, Jalan Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (20/10/2025).(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved