Jumat, 10 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Bipih dan Kuota Haji Bukan Bagian dari Keuangan Negara

Bipih bukan dana negara, melainkan titipan jamaah. Kuota haji adalah hak administratif, bukan penerimaan fiskal negara.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H. 

Publikasi Penting Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara (2011) 

Determinasinya Anggaran Negara di Indonesia: Studi Yuridis (2005) 

Kontributor dalam buku Hukum Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara Sektoral 

Berdomisili di wilayah Jabodetabek, Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM - Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan kuota haji tidak termasuk keuangan negara. Hal itu disampaikan untuk menjawab polemik mengenai status hukum bipih dan kuota dalam perkembangan sekarang ini.  

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Bipih dan Bipih Khusus merupakan biaya yang dibayarkan langsung oleh calon jamaah haji. Karena tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dana tersebut tidak termasuk penerimaan negara, baik dalam bentuk pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).  

Bipih sepenuhnya berasal dari jamaah, bukan dari APBN, sehingga tidak dapat menjadi keuangan negara karena penggunaan dan pemanfataan sepenuhnya bagi jamaah haji

Bipih berstatus sebagai dana titipan jamaah haji, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Dalam penjelasan pasal itu disebutkan, dana titipan jamaah haji tidak dicatat dalam APBN.  

Artinya, dana tersebut tidak pernah masuk dalam kas negara dan tidak tercatat sebagai penerimaan maupun pengeluaran negara 

TIDAK tepat jika dana Bipih yang belum digunakan dianggap berpotensi menimbulkan kerugian negara. Ia menegaskan, apabila jamaah batal berangkat, dana Bipih wajib dikembalikan sepenuhnya tanpa potongan.  

Tidak ada kerugian negara di sana karena seluruh dana adalah milik jamaah, bukan milik pemerintah dan tidak menjadi milik negara ketika jamaah batal berangkat. 

Selain soal dana, status kuota haji yang kerap disalahpahami sebagai hak negara. Ia menegaskan, kuota haji tidak dapat dinilai dengan uang dan bukan bentuk penerimaan negara.  

Kuota haji adalah hak administratif bagi jamaah, bukan hak fiskal negara. Kuota tidak menghasilkan pendapatan atau keuntungan negara karena sifatnya bukan untuk mencari keuntungan. 

Penerangan kuota haji merupakan kewenangan administratif Menteri Agama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Penetapan itu didasarkan pada kondisi faktual dan prinsip kemanfaatan bagi jamaah.  

Jika ada keberatan atau dugaan pelampauan wewenang, penyelesaiannya harus melalui mekanisme hukum seperti Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi, bukan asumtif 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved