Tribunners / Citizen Journalism
Menindak Kampanye Hitam dan Buzzer
Bawaslu DKI bahas penegakan hukum pemilu digital. Buzzer dan hoaks jadi ancaman serius demokrasi.
Proses identifikasi dan pembuktian keterkaitan antara buzzer dengan aktor politik yang mempekerjakan mereka menjadi rumit.
Sebuah narasi hoaks dapat menjadi trending topic dalam hitungan jam, jauh lebih cepat daripada proses verifikasi dan penindakan oleh Gakkumdu.
Server platform digital seringkali berada di luar negeri, mempersulit proses penelusuran dan pencarian alat bukti digital.
Hukum pidana pemilu saat ini memiliki beberapa titik buta saat berhadapan dengan fenomena buzzer dan kampanye hitam pada dunia digital.
Meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat digunakan, penerapan Undang-Undang Pemilu secara spesifik sering terkendala.
Ketentuan hukum tentang larangan kampanye, misalnya Pasal 280 Undang-Undang Pemilu tidak secara eksplisit mengatur bentuk pelanggaran yang melibatkan penggunaan algoritma atau bot untuk amplifikasi narasi.
Pembuktian unsur kesengajaan dan keterkaitan dana, siapa yang membayar buzzer menjadi batu sandungan terbesar.
Penanganan kasus tindak pidana pemilu secara digital melibatkan tiga lembaga utama di Gakkumdu (Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan).
Proses koordinasi yang berjenjang dan alur waktu yang singkat dengan batas waktu 14 hari kerja membuat penindakan kasus kampanye hitam di ruang digital yang membutuhkan analisis forensik mendalam kerap mengalami kedaluwarsa sebelum kasusnya tuntas.
Solusi Hukum dan Kelembagaan
Untuk menjerat pelaku kampanye hitam dan buzzer di ruang digital. Langkah-langkah strategis yang harus segera dipertimbangkan meliputi:
Pertama, ekstensifikasi norma hukum pidana pemilu, yaitu perluasan atau penambahan pasal baru dalam Undang-Undang Pemilu yang secara eksplisit mengatur mengenai antara lain, larangan penggunaan jasa buzzer politik yang bertentangan dengan etika dan hukum.
Kedua, mendefinisikan buzzer sebagai pihak yang dilarang, selain pelaksana, peserta dan tim kampanye.
Ketiga, ketentuan pidana khusus untuk penyebaran hoaks melalui amplifikasi digital, hukumannya harus lebih berat jika pelanggaran dilakukan secara sistematis, masif, dan melibatkan akun anonim yang didanai.
Keempat, pengaturan tanggung jawab platform, agar memasukkan kewajiban platform digital untuk kooperatif dan responsif dalam proses take down konten kampanye hitam, disertai dengan sanksi hukum jika terbukti lalai.
Selanjutnya, peningkatan kapasitas forensik digital Gakkumdu, dengan penyediaan anggaran dan pelatihan khusus bagi penyidik Gakkumdu untuk melacak jejak digital, menganalisis jaringan akun dan melakukan tracing sumber pendanaan buzzer.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| KPK Akan Telaah Laporan Dugaan Korupsi Proyek Command Center yang Seret Ketua Bawaslu |
|
|---|
| Menata Pemilu dan Menimbang Perubahan Konstitusi |
|
|---|
| Relawan Juga Adukan Sejumlah Akun Buzzer Pembuat dan Penyebar Meme Bahlil ke Bareskrim |
|
|---|
| Bahlil Sentil “Ternak Akun”: Sosmed Tak Layak Jadi Rujukan Pengajian |
|
|---|
| Masa Depan Bawaslu dalam Demokrasi Digital |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.