Rabu, 3 September 2025

Pakar Hukum Sebut Kehadiran Beras Khusus Berpotensi Langgar UU Pidana

Praktik produsen beras yang semakin memprioritaskan penjualan beras khusus fortifikasi di pasar retail modern dinilai menyusahkan masyarakat.

Editor: Content Writer
Tribunnews/JEPRIMA
BERAS PREMIUM - Pedagang beras menunjukkan beras yang dijual di Agen Beras Aek Lumputan, Jakarta, Rabu (21/2/2024). Secara singkat, perbedaan beras fortifikasi dengan beras medium dan premium terletak pada aspek nutrisi dan mutu fisik. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai praktik produsen beras yang semakin memprioritaskan penjualan beras khusus fortifikasi di pasar retail modern merupakan bentuk kejahatan ekonomi yang menyusahkan masyarakat.

Ia menegaskan, fenomena ini tidak hanya persoalan pasar, tetapi sudah dapat menyentuh ranah pidana, karena telah ada perbuatan berupa penyimpangan pelaku usaha.

“Produsen memanfaatkan subsidi negara yang nilainya melonjak dari Rp114,3 triliun pada 2024 menjadi Rp155,5 triliun pada 2025, termasuk subsidi pupuk hingga 9,5 juta ton. Subsidi itu seharusnya menjamin ketersediaan beras murah bagi masyarakat. Tetapi faktanya, justru dialihkan ke pasar beras khusus dengan harga Rp20.000–35.000/kg. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap tujuan dan fungsi subsidi,” kata Azmi, Rabu (3/9/2025).

Menurutnya, praktik ini berpotensi melanggar berbagai aturan pidana, diantaranya UU Pangan (larangan manipulasi distribusi), UU Perlindungan Konsumen (perbuatan curang), UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (penguasaan pasar secara tidak wajar), hingga UU Tipikor jika terdapat keadaan dan perbuatan yang  terbukti menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara.

“Ini bukan lagi sekadar isu ekonomi, tapi sudah masuk kategori economic crime. Mafia beras akan menyandera hajat hidup orang banyak, merugikan negara, sekaligus mengancam ketahanan pangan. Aparat penegak hukum wajib turun tangan, tidak cukup hanya dengan pengawasan administratif. Harus ada penindakan pidana yang terukur dan  tegas agar mafia beras tidak lagi bermain di atas keresahan maupun penderitaan rmasyarakat,” tegasnya.

Baca juga: BPS: Produksi Beras Nasional hingga Oktober 2025 Tembus 31,04 Juta Ton, Lampaui Capaian Tahun Lalu

Azmi menambahkan, keberadaan mafia pangan jelas bertolak belakang dengan semangat perintah Undang-undang maupun penyelengara negara yang menempatkan pangan sebagai hak dasar rakyat.

Ia mendesak Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional untuk segera memperkuat pengawasan distribusi beras medium dan premium, serta membuka transparansi jalur subsidi agar beras subsidi benar-benar sampai dan dapat diperuntukkan  kepada masyarakat secara tepat guna.

“Negara hadir harus mencegah, bukan pula untuk memperkaya segelintir kelompok  kapitalis yang curang, namun negara harus mampu melindungi rakyat. Tanpa koreksi tegas, kebijakan subsidi ratusan triliun dimaksud  hanya akan menjadi sarana sekaligus ladang bancakan para  mafia beras,” katanya.

Dikatakan Azmi, praktik semacam ini juga mencerminkan sifat kapitalis produsen beras yang hanya mengejar keuntungan maksimal, sehingga layak disebut sebagai mafia pangan.

“Mereka memanfaatkan subsidi pemerintah yang ditujukan untuk petani dan swasembada pangan, tapi justru membatasi akses rakyat terhadap beras berkualitas dengan harga wajar. Ini adalah bentuk eksploitasi yang sistematis,” katanya.

Jenis beras khusus yang saat ini mendominasi pasar retail adalah beras fortifikasi, yang diperkaya dengan keterangan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, dan vitamin lainnya untuk mencegah stunting dan kekurangan gizi.

Secara singkat, perbedaan beras fortifikasi dengan beras medium dan premium terletak pada aspek nutrisi dan mutu fisik. Beras fortifikasi adalah adalah beras yang telah ditambahkan zat gizi secara buatan, bisa berbasis beras medium atau premium, tapi fokusnya pada peningkatan nilai gizi untuk program kesehatan. Fortifikasi tidak mengubah mutu fisik dasar, tapi menambahkan elemen seperti zat besi untuk memenuhi standar gizi nasional, sering digunakan dalam bantuan pangan pemerintah. 

Merujuk pada Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023, beras medium memiliki klasifikasi butir patah hingga 25 persen, butir menir maksimal 2%, dan kadar air maksimal 14%. Harganya berkisar antara Rp12.500–14.500 per kilogram sesuai zona.

Sementara beras premium memiliki klasifikasi butir patah maksimal 15%, butir menir maksimal 0,5%, dan kadar air maksimal 14%. Harganya Rp15.000–18.000 per kilogram sesuai zona, tapi tetap lebih murah daripada fortifikasi karena tidak ada penambahan nutrisi khusus. 

“Kami mendesak Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional untuk segera menginvestigasi praktik ini dan memastikan distribusi beras medium serta premium di retail modern. Transparansi pasokan dan pengawasan harga beras khusus fortifikasi harus diperketat agar subsidi pemerintah benar-benar bermanfaat bagi rakyat, bukan hanya menguntungkan segelintir kapitalis yang bertindak seperti mafia pangan,” pungkas Azmi. 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan