Senin, 10 November 2025

Fakta-Fakta Pembangkit Listrik Tenaga Sampah: Awal Mula, Daftar Daerah hingga Analisa Pengamat

PLTSa dijanjikan jadi solusi sampah dan energi. Target 33 kota, tapi sorotan publik makin tajam soal efisiensi dan risiko.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
PLTSa digadang jadi solusi limbah dan energi, tapi pengamat ingatkan risiko investasi dan dampak lingkungan. 
Ringkasan Berita:
  • Pemerintah targetkan 33 PLTSa rampung 2027. Teknologi ini ubah sampah tak terdaur ulang jadi listrik dan lapangan kerja hijau.
  • Lelang proyek PLTSa tahap pertama menyasar Bali, DIY, Bogor, Tangerang Raya, Semarang, Bekasi Raya, dan Medan Raya.
  • BP2 TIPIKOR kritik subsidi Rp300 triliun dan potensi markup. RDF dinilai lebih cocok untuk mayoritas daerah di Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM - Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menjadi solusi energi sekaligus pengelolaan limbah di kota-kota besar.

Dari sejarah awal proyek hingga daftar daerah yang mengadopsinya. Isu ini terus menuai sorotan, termasuk analisa pengamat soal efektivitas, biaya, dan dampak lingkungan.

Baca juga: Transisi Energi Prorakyat dan Ramah Lingkungan, ESDM Perluas Program PLTSa, Biogas, dan Biomassa

Awal Mula 

PLTSa adalah fasilitas yang mengubah sampah menjadi energi listrik melalui proses termal atau biologis.

Selama ini, jutaan ton sampah yang diproduksi di Indonesia seringkali dianggap sebagai suatu masalah. Namun ternyata, sampah-sampah ini dapat diubah menjadi sumber energi baru.

Hal ini dibahas pada Rapat Koordinasi Pengolahan Sampah menjadi Energi (Waste to Energy). 

Pada pertemuan ini, Pemerintah kembali menegaskan perhatiannya pada Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).

Sepanjang tahun 2024, timbulan sampah secara nasional mencapai 33,8 juta ton. 59,9 persen atau 20,2 juta ton merupakan sampah terkelola, sementara sisanya sebanyak 13,6 juta ton atau 40,1 persen adalah sampah yang tidak terkelola yang dapat mencemari lingkungan.

Untuk mengatasi masalah sampah ini, Pemerintah menyiapkan program PSEL yang akan segera dibangun di 33 kota di Indonesia.

Tidak hanya menghasilkan listrik hijau, program ini juga akan membuka ribuan lapangan kerja hijau bagi masyarakat dan memberikan efek berganda bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan.

PLTSa adalah jenis pembangkit listrik yang menggunakan sampah sebagai bahan bakar utama. 

Sampah tersebut dibakar atau diolah melalui proses termal (seperti pembakaran langsung atau gasifikasi) untuk menghasilkan panas. Panas ini kemudian digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi yang menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik.

Pemerintah menargetkan pembangunan 33 PLTSa rampung pada 2027, dengan pendanaan sebagian dari patriot bonds. Beberapa kota yang menjadi prioritas antara lain: Jakarta, Surabaya, Solo, Bekasi, Semarang, Bali, dan Medan

Salah satu tahapan dalam pengelolaan sampah adalah pemulihan sampah menjadi energi (waste to energy atau disingkat sebagai WtE) dan dilakukan pada sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang. 

Dalam implementasinya, salah satu metode yang dilakukan untuk mengubah sampah menjadi energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). 

Dilansir dari laman resmi Perusahaan Listrik Negara (PLN), Kamis (5/9/2019), PLTSa merupakan teknologi yang memproses sampah sehingga dihasilkan gas metana yang dapat dibakar dan membangkitkan listrik. 

PLTSa bekerja dengan cara mengolah sampah sehingga gas metana yang dihasilkan sampah bisa dibakar. 

Lalu, panas dari pembakaran gas metana tersebut digunakan untuk memanaskan air dalam boiler menjadi uap. Uap tersebut akan memutar turbin pada generator sehingga dihasilkan listrik. 

Pembakaran dilakukan menggunakan insinerator. Insinerator adalah alat pembakar. 

Sementara itu, dilansir dari laman resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Senin (25/3/2019), ada 4 peralatan utama dari PLTSa, yakni penampung sampah atau bunker platform grab crane atau derek pengambil sampah ruang bakar dengan sistem reciprocating grate atau parut bolak-balik yang dirancang untuk membakar sampah dengan suhu diatas 850 derajat celcius. Suhu kritis ini dijaga selama PLTSa beroperasi agar pembentukan gas beracun seperti dioxin dan furan dapat diminimalisasi. 

 PLTSa juga dilengkapi dengan unit pengendali pencemaran udara guna menghindari terjadinya polusi udara.

Instalasi PLTSa di Indonesia Mengutip Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ditjen EBTKE KESDM) RI, Selasa (23/8/2022), PLTSa ditargetkan dapat beroperasi di DKI Jakarta dan 11 kota/kabupaten lainnya di Indonesia.

11 kota/kabupaten itu meliputi Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.

Adapun kapasitas yang dihasilkan oleh PLTSa dapat berbeda-beda. PLTSa Benowo di Surabaya berkapasitas 11 megawatt, sementara PLTSa Putri Cempo di Solo memiliki kapasitas sebesar 5 megawatt. 

Akan tetapi, dalam hal ini perlu diingat bahwa energi adalah bonus yang didapatkan, karena PLTSa sebagai wujud konsep WtE bertujuan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah, bukan masalah energi.

Baca juga: OASA Gandeng Mitra Tiongkok Bangun PLTSa di Tangerang Selatan

Tahap Pertama Menyasar Tujuh Daerah 

Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara mengumumkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) telah memasuki lelang tahap satu.

Tahap pertama ini menyasar tujuh daerah untuk lebih dulu dikembangkan pembangkit sampahnya. Ketujuh daerah tersebut adalah Provinsi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bogor, Tangerang Raya, Semarang, Bekasi Raya, serta Medan Raya.

Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Patria Sjahrir mengatakan bahwa, pada awalnya terdapat 200 perusahaan yang mendaftar dan menyatakan minat untuk ikut ambil bagian terhadap proyek ini.

"Ada 200 yang apply pertama sekarang kita sudah 24 udah lolos hampir tahap terakhir. Jadi ini poinnya ada 200 (perusahaan) yang tertarik," kata Pandu saat ditemui di gedung Wisma Danantara, Senin (03/11/2025).

Pandu menjelaskan dari 200 perusahaan tadi, 100 di antaranya adalah perusahaan dalam negeri. Kemudian, dari 200 tadi, disaring menjadi 24 perusahaan yang lolos tahap pertama.

Kemudian, semuanya dimasukkan ke dalam Daftar Penyedia  Terpilih (DPT) yang akan bertanggung jawab membuat konsorsium dan memberikan fasilitas teknologi.

"Kami ada 7 project, sekarang baru mulai. Nanti akan ada 33-34 project (target PLTSa di 33 kota). Tapi baru tujuh proyek pertama saja sebanyak itu interest-nya," jelas Pandu.

Dalam kesempatan sama, Managing Director Investment Danantara Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan, konsorsium yang dimaksud adalah 24 perusahaan yang lolos tahap pertama, diarahkan untuk bekerjasama bersama dengan perusahaan lokal, BUMN bahkan BUMD.

"Kita expect mereka membuat konsorsium dengan pemain lokal BUMN bahkan mungkin dengan BUMD. Lalu konsorsium itu yang akan nanti melakukan tender, mereka ikut tender di masing-masing kota," jelasnya.

Untuk diketahui, pada Jumat (31/10/2025), Danantara telah mengumumkan daftar peserta yang dinyatakan lulus seleksi dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) Pemilihan Mitra Kerja Sama Badan Usaha Pengembang dan Pengelola Pengolah Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan Menjadi Energi Listrik (BUPP PSEL).

Terdapat 24 perusahaan yang masuk dalam daftar DPT, dengan detail sebagai berikut:

1. Mitsubishi Heavy Industries Environmental & Chemical Engineering

2. ITOCHU Corporation

3. China Everbright Environment Group Limited

4. Kanadevia Corporation

5. PT MCC Technology Indonesia (MCC)

6. China National Environmental Protection Group Co., Ltd (CECEP)

7. GCL Intelligent Energy (Suzhou) Co., Ltd.

8. Chongqing Sanfeng Environment Group Corp., Ltd

9. Dynagreen Environmental Protection Group Co., Ltd

10. SUS Indonesia Holding Limited

11. Veolia Environmental Services Asia Pte. Ltd

12. Hunan Construction Engineering Group Co., Ltd

13. CEVIA Enviro Inc.

14. China Conch Venture Holding Limited

15. China TianYing Inc

16. PT Jinjiang Environment Indonesia

17. Wangneng Environment Co., Ltd

18. Zhejiang Weiming Environment Protection Co., Ltd

19. Beijing China Sciences Runyu Environmental Technology Co.,Ltd. (CSET)

20. Tianjin TEDA Environmental Protection Co., Ltd

21. Grandblue Environment Co., Ltd

22. Beijing GeoEnviron Engineering & Technology, Inc

23. Wuhan Tianyuan Group Co., Ltd

24. QiaoYin City Management Co., Ltd

Analisa Pengamat

Ketua Badan Pemantau dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 TIPIKOR) Lembaga  Aliansi Indonesia Agustinus Petrus Gultom, menilai proyek itu harus dilakukan dengan menerapkan prinsip transparansi dan kehati-hatian.

“Serta pengawasan ketat terhadap penggunaan keuangan negara," kata dia.

Sebab, jika tidak memperhatikan maka berpotensi merugikan negara, dan membuka peluang penyimpangan investasi. 

Hal itu menyusul adanya dengan delapan catatan utama, mulai dari biaya investasi yang terlalu mahal, potensi markup, hingga minimnya urgensi karena Indonesia dinilai tidak kekurangan pasokan listrik. 

“Negara bisa rugi besar dan ke depan bisa membebani APBD daerah,” kata dia.

Dia menyoroti subsidi negara yang disebut mencapai Rp300 triliun untuk 33 proyek, angka yang dinilainya tidak masuk akal dan harus diaudit. 

Kritik ini diperkuat temuan bahwa sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta, telah menghentikan proyek serupa karena dianggap tidak efisien dan memicu penolakan masyarakat atas kekhawatiran dampak lingkungan dan kesehatan.

Untuk itu, dia meminta pemerintah mengalihkan fokus ke teknologi RDF yang dinilai lebih ekonomis dan terbukti memberi pendapatan bagi daerah, seperti kerja sama DKI Jakarta dan PT Indocement. 

"PSEL hanya cocok untuk kota megapolitan, sementara RDF lebih tepat untuk mayoritas daerah di Indonesia,” tambahnya.

(Tribunnews.com/Kompas.com/Kontan)

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved