Rabu, 12 November 2025

Permintaan Melonjak, LNG Indonesia Masih Kompetitif di Fase Transisi Energi Dunia

Posisi Indonesia di pasar gas alam cair (LNG) Asiadinilai masih kuat meski menghadapi persaingan ketat dari Amerika Serikat dan Qatar.

Istimewa
PAMERAN ENERGI - Joshua Ngu, Vice Chairman Asia Pasifik Wood Mackenzie di sela penyelenggaraan Abu Dhabi International Petroleum Exhibition and Conference (ADIPEC) 2025 di Kota Abu Dhani, Uni Emirat Arab, Rabu (5/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Posisi Indonesia di pasar gas alam cair (LNG) Asiadinilai masih kuat meski menghadapi persaingan ketat dari Amerika Serikat dan Qatar.
  • Permintaan LNG di kawasan Asia Tenggara akan tumbuh pesat dalam 5–10 tahun mendatang. 
  • Dukungan regulasi dan kebijakan dari pemerintah menjadi faktor penting agar penerapan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) di Indonesia dapat berkembang pesat.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia dinilai masih memiliki posisi kuat di pasar gas alam cair (LNG) Asia meski menghadapi persaingan ketat dari Amerika Serikat dan Qatar.

Hal ini disampaikan Joshua Ngu, Vice Chairman Asia Pasifik Wood Mackenzie di sela penyelenggaraan Abu Dhabi International Petroleum Exhibition and Conference (ADIPEC) 2025 di Kota Abu Dhani, Uni Emirat Arab, Rabu (5/11/2025).

“Indonesia pernah menjadi produsen LNG terbesar di dunia hingga 2005. Dua puluh tahun kemudian, kini Indonesia berada di posisi kedelapan. Meski demikian, proyek-proyek seperti Abadi dan Tangguh masih sangat kompetitif di pasar global,” kata Ngu.

Baca juga: Perkuat Pasokan Listrik, FSRU Lampung Terima Kargo LNG dari Lapangan Tangguh Papua

Menurutnya, kedua proyek tersebut berpotensi besar menarik investasi baru di tengah meningkatnya permintaan gas di Asia Tenggara dan Asia Timur.

“Banyak pembeli kini mencari sumber pasokan di luar Amerika Serikat untuk diversifikasi. Indonesia, dengan proyek-proyek barunya seperti Kutai Basin dan Bontang LNG, bisa menjadi alternatif penting,” ujarnya.

Permintaan LNG Asia Tenggara Melonjak

Ngu menilai permintaan LNG di kawasan Asia Tenggara akan tumbuh pesat dalam 5–10 tahun mendatang. Proyeksi Wood Mackenzie menyatakan, konsumsi LNG di kawasan ini akan melonjak dari sekitar 30 juta ton menjadi 110 juta ton per tahun pada 2050.

“Pertumbuhan ini didorong oleh kebutuhan gas untuk pembangkit listrik dan menurunnya produksi domestik di sejumlah negara Asia Tenggara,” jelasnya.

“Indonesia punya posisi geografis strategis untuk memasok energi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi kawasan.”

CCUS untuk Pembiayaan Proyek Baru

Dalam konteks pembiayaan proyek energi yang kini semakin menuntut kepatuhan terhadap standar Environmental, Social, and Governance (ESG), Ngu menilai Indonesia cukup siap.

Dia menekankan pemerintah dan pelaku industri yang mulai mengintegrasikan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) dalam proyek besar seperti Tangguh dan Abadi.

“Financier kini lebih terbuka mendanai proyek gas, asalkan rendah emisi karbon. Proyek yang mengadopsi CCUS akan lebih mudah mendapatkan pendanaan,” ujar Ngu.

Ia menambahkan, dukungan regulasi dan kebijakan dari pemerintah menjadi faktor penting agar penerapan CCUS di Indonesia dapat berkembang pesat.

Ngu menegaskan Indonesia memiliki keunggulan alami berupa kedekatan geografis dengan pasar utama di Asia meskipun pasar CCUS global saat ini dikuasai AS dan Qatar. 

“Pusat permintaan LNG ada di Asia Pasifik — China, Jepang, Korea, dan Asia Tenggara. Indonesia jauh lebih dekat ke pasar-pasar ini dibandingkan pesaingnya,” katanya.

Namun demikian, ia mengingatkan pentingnya konsistensi ekspor dan fleksibilitas kontrak.
“Pembeli ingin kepastian bahwa ketika energi dibutuhkan, pasokan akan tiba tepat waktu. Reputasi sebagai pemasok yang andal sangat menentukan daya saing Indonesia,” tegasnya.

Gas di Fase Transisi yang Vital

Menanggapi pandangan bahwa LNG berisiko menjadi aset terdampar (stranded asset) di masa depan, Ngu menilai prospeknya tetap positif.

“Dari analisis kami, industri LNG global masih akan tumbuh dari sekitar 430 juta ton saat ini menjadi lebih dari 680 juta ton per tahun pada 2050,” kata dia.

Menurutnya, proyek yang efisien, rendah karbon, dan fleksibel akan tetap relevan dalam bauran energi global.

“Gas akan tetap menjadi bagian penting dari transisi energi menuju sistem yang lebih bersih. Indonesia hanya perlu memastikan proyek-proyeknya tetap kompetitif dan didukung oleh kebijakan yang konsisten,” ungkapnya. (tribunnews/fin)

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved