Inalum Percepat Hilirisasi Aluminium untuk Penuhi Kebutuhan Nasional yang Melonjak 600 Persen
Kebutuhan aluminium nasional masih sangat bergantung pada pasokan impor yang mencapai 54 persen.
Ringkasan Berita:
- Indonesia berada pada momentum penting untuk membangun industri aluminium yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
- Sejak tahun 2018 hingga 2024, kebutuhan aluminium nasional masih sangat bergantung pada pasokan impor yang mencapai 54 persen.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menyampaikan komitmen kuat untuk mempercepat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium sejalan dengan proyeksi kebutuhan nasional yang diperkirakan melonjak hingga 600 persen dalam tiga dekade mendatang.
Peningkatan konsumsi aluminium ini terutama didorong transformasi besar di sektor kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan ekspansi energi baru terbarukan yang kini membutuhkan aluminium dalam jumlah yang sangat besar.
Direktur Pengembangan Usaha Inalum Arif Haendra menegaskan bahwa Indonesia berada pada momentum penting untuk membangun industri aluminium yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Baca juga: Bisnis Eropa Rugi Bandar, Terdampak Kebijakan Trump Atas Kenaikan Tarif Impor Baja dan Alumunium
Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2018 hingga 2024, kebutuhan aluminium nasional masih sangat bergantung pada pasokan impor yang mencapai 54 persen, sementara kontribusi Inalum baru berada di level 46 persen. Ketergantungan ini dinilai tidak ideal, terutama karena aluminium merupakan bahan baku strategis untuk berbagai sektor industri masa depan.
“Konsumsi aluminium nasional akan meningkat sangat pesat, terutama karena kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik dan pembangunan pembangkit energi surya. Satu battery pack EV menggunakan sekitar 18 persen aluminium, dan pembangunan pembangkit surya membutuhkan sekitar 21 ton aluminium untuk setiap 1 MW. Kebutuhan ini menjelaskan urgensi percepatan hilirisasi,” ujar Arif pada acara Gathering Forum Wartawan Industri (Forwin) di Sentul, Bogor, Jumat (14/11/2025).
Menurut Arif, hilirisasi mineral bauksit tidak lagi sekadar program industri, tetapi merupakan langkah strategis untuk menjaga ketahanan bahan baku nasional. Dengan proyeksi lonjakan konsumsi yang begitu besar, Indonesia membutuhkan percepatan pembangunan fasilitas Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) serta smelter aluminium baru.
Arif menjelaskan bahwa industri aluminium berjalan melalui rantai produksi yang sangat terintegrasi. Untuk menghasilkan 1 ton aluminium, dibutuhkan sekitar 6 ton bauksit untuk diolah menjadi 2 ton alumina, sebelum melalui proses elektrolisis di smelter. Tahapan ini membuat investasi hulu dan hilir harus berjalan paralel dan terencana.
“Inilah sebabnya Inalum menempatkan pengembangan SGAR tahap 1 dan tahap 2, serta pembangunan smelter baru dan ekspansi potline, sebagai agenda prioritas perusahaan,” ujar Arif.
Dalam paparannya, Arif menyampaikan bahwa Inalum kini mengoperasikan smelter aluminium primer dengan kapasitas 275 ribu ton per tahun, smelter sekunder berkapasitas 30 ribu ton, serta pembangkit listrik tenaga air (hydropower) sebesar 603 MW untuk mendukung kebutuhan energi operasional. Untuk menjawab kebutuhan nasional yang meningkat pesat, perusahaan telah menyiapkan rencana ekspansi besar-besaran.
Dalam lima tahun mendatang, Inalum menargetkan peningkatan kapasitas produksi aluminium menjadi 900 ribu ton per tahun. Di saat yang sama, produksi alumina ditargetkan mencapai 2 juta ton pada tahun 2029. Ekspansi ini mencakup pembangunan Potline-4 dengan kapasitas awal 100 ribu ton (dengan opsi perluasan hingga 200 ribu ton), serta revamping fasilitas produksi lama (PL1 & PL3) yang akan menambah kapasitas sekitar 45 ribu ton.
“Ekspansi ini bukan sekadar peningkatan volume, tetapi membangun fondasi bagi industrial estate aluminium yang terintegrasi, kompetitif, dan berkelanjutan. Ini akan memperkuat kemampuan Indonesia untuk memasok kebutuhan nasional sekaligus menjadi pemain penting di pasar aluminium global,” kata Arif.
Inalum memiliki salah satu rantai pasok aluminium paling lengkap di Indonesia. Selain mengoperasikan smelter primer dan sekunder, perusahaan juga mengelola jalur distribusi dari pengiriman alumina ke smelter hingga distribusi aluminium ke gudang Jakarta dan Surabaya, serta pasar ekspor.
Portfolio usaha Inalum diperkuat oleh kepemilikan saham pada sejumlah entitas strategis, seperti PT Borneo Alumina Indonesia untuk pengolahan alumina, PT Indonesia Aluminium Alloy untuk produksi secondary billet, PT Sinergi Mitra Lestari Indonesia sebagai pusat layanan, dan PT Industri Baterai Indonesia yang berperan penting dalam ekosistem baterai kendaraan listrik.
“Dengan portofolio ini, Inalum mengamankan posisi sebagai pemain strategis dalam rantai nilai aluminium nasional, mulai dari bauksit hingga produk jadi untuk industri EV, energi, dan manufaktur,” jelas Arif.
| Sitaan Pakai Bekas Impor Tak Lagi Dimusnahkan Akibat Mahal, Menkeu Purbaya: Akan Dicacah Ulang |
|
|---|
| Mendag Budi Tegaskan Impor Pakaian Bekas Dilarang, Pengusaha 'Ngeyel' Terancam Ditutup Perusahaannya |
|
|---|
| Belasan Ribu Balpres Pakaian Bekas Impor Senilai Rp 112 Miliar Dimusnahkan |
|
|---|
| Ekonom: Bioetanol Kurangi Ketergantungan Impor Energi |
|
|---|
| Banjir Baja Impor, Pemerintah Diminta Lahirkan Pengusaha Baru Bukan Buka Investasi Asing |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.