Tribunners / Citizen Journalism
Manajemen Pertahanan dalam Bayang Perintah Eksekutif Presiden AS: 'Department of War'
Trump ubah Departemen Pertahanan jadi Departemen Perang, dorong militer AS ofensif, picu perlombaan senjata global
Editor:
Glery Lazuardi
Porsi ini bahkan setara 66?ri seluruh belanja militer NATO[14]. Anggaran raksasa tersebut tidak hanya besar secara nominal, namun juga mencerminkan prioritas baru: sebagian besar dana difokuskan untuk memodernisasi kemampuan militer dan arsenal nuklir AS demi menjaga keunggulan strategis atas Rusia dan China[14][15].
Dengan kata lain, Washington tengah mempersiapkan diri untuk kompetisi kekuatan besar (great power competition) secara frontal.
Tren serupa terjadi di belahan dunia lain. China, sebagai kekuatan militer terbesar kedua, terus menaikkan bujet pertahanannya secara signifikan. Pada 2024, Tiongkok mengalokasikan sekitar US$314 miliar untuk militernya, meningkat 7 persen dibanding tahun sebelumnya – menandai hampir 30 tahun kenaikan berturut-turut[16].
Belanja China kini mencakup separuh dari total belanja militer di kawasan Asia & Oseania[16]. Peningkatan kapasitas militer Beijing (termasuk modernisasi PLA, penguatan siber dan nuklirnya) telah memicu reaksi berantai di antara negara-negara tetangganya. Jepang, yang selama ini relatif membatasi militer pasca Perang Dunia II, merasa terancam dan mulai meninggalkan sikap pasifnya.
Tahun 2024, Jepang melonjakkan belanja militernya 21 persen hingga mencapai ~US$55 miliar, kenaikan terbesar sejak 1952[17]. Demikian pula Taiwan meningkatkan anggaran pertahanannya sekitar 1,8% menjadi US$16,5 miliar pada 2024, melanjutkan tren peningkatan dua digit di tahun-tahun sebelumnya[18].
Bahkan negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipinadilaporkan giat memodernisasi alutsista menghadapi ketegangan Laut Cina Selatan (meski data kuantitatifnya tak sebesar para raksasa).
Para peneliti pertahanan memperingatkan bahwa situasi ini berpotensi menciptakan spiral perlombaan senjata yang berbahaya, di mana aksi satu negara memicu reaksi negara lain secara berkelanjutan.
“Negara-negara besar di Asia-Pasifik menggelontorkan sumber daya pada kemampuan militer canggih; dengan berbagai sengketa yang belum terselesaikan dan tensi yang meningkat, investasi ini berisiko menyeret kawasan pada spiral perlombaan senjata yang membahayakan,” ujar Nan Tian, peneliti senior SIPRI, dalam laporan tahunannya[19].
Hal senada disampaikan SIPRI untuk level global: pemerintah di seluruh dunia kini memprioritaskan keamanan militer, namun risiko jangka panjangnya adalah spiral aksi-reaksiyang bisa mengganggu stabilitas internasional[20].
Artinya, langkah AS mengedepankan “Department of War” dikhawatirkan akan mendorong negara lain kian agresif, mempercepat laju perlombaan senjata yang sudah panas baik di Eropa, Timur Tengah, maupun Indo-Pasifik.
Implikasi Regional dan Indonesia
Di tingkat regional Asia-Pasifik, dampak perubahan postur pertahanan AS ini sangat relevan. Kawasan kita sudah menjadi ajang rivalitas strategis antara AS dan China.
Kebijakan Pentagon yang lebih agresif bisa berarti peningkatan aktivitas militer AS di sekitar kita: misalnya patroli “kebebasan navigasi” di Laut China Selatan yang lebih gencar, pengerahan aset tempur canggih ke pangkalan di Pasifik Barat, dan dorongan bagi sekutu-sekutu AS di Asia (Jepang, Korea Selatan, Australia) untuk lebih aktif secara militer.
Ini bisa memanaskan suhu keamanan regional. Bagi China, retorika Department of War tentu akan dilihat sebagai ancaman langsung, sehingga Beijing mungkin semakin mempercepat ekspansi militernya.
Kita bisa membayangkan dinamika aksi-reaksi antara dua raksasa ini terjadi di halaman belakang Asia: Semakin AS unjuk kekuatan, semakin China merasa perlu unjuk gigi, dan sebaliknya. Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, berisiko terhimpit di tengah tarikan kepentingan dua kubu tersebut.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Donald Trump Resmi Ganti Nama Departemen Pertahanan Menjadi Departemen Perang |
![]() |
---|
Show of Force, Jet Tempur F-16 Venezuela Ancam Kapal Perang Angkatan Laut AS |
![]() |
---|
Trump Berencana Ganti Nama Departemen Pertahanan Jadi Departemen Perang |
![]() |
---|
Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.290, Macron: 26 Negara Siap Beri Jaminan Keamanan |
![]() |
---|
8 Fitur Baru yang Akan Tersedia di Apple Watch Ultra 3 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.